28. bintangnya redup

742 41 0
                                    

Pukul tujuh malam, Nara sudah siap memakai sweater menutupi piyama bergambar teddy bear yang ia pakai. Ia berniat membeli cireng untuk ngemil, tadi juga Elvan sudah mengiyakan ajakannya. Tapi kakaknya itu lama sekali, tidak kunjung keluar kamar. Hanya ada mereka berdua dirumah sekarang.

"aa hayu ih anter beli cireng" rengek Nara sembari membuka pintu kamar Elvan. Elvan membuka matanya kemudian beranjak berdiri,

"iya hayu" ucapnya kemudian berjalan, namun saat baru beberapa langkah pandangannya menggelap dan ia terjatuh,

"AA" jeritan Nara memenuhi rumah yang hanya diisi oleh dua orang itu, Nara buru-buru menghampiri kakaknya yang terbaring di lantai kamar

"aa kenapa, aa ih bangun a, aa kenapa?" tanyanya, ia sangat panik

"kepala aa sakit" rintih Elvan tanpa membuka matanya, dengan susah payah Nara membopong tubuh besar Elvan untuk ditidurkan di kasur, ia membetulkan posisi tubuh kakaknya itu agar nyaman. Nara menempelkan telapak tangannya di dahi Elvan, terasa panas sekali, ia lalu turun ke dapur mengambil sebaskom air dan handuk kecil, dikompresnya dahi kakaknya itu dengan wajahnya yang mulai memerah menahan tangis,

"aa kenapa?" tanyanya sedikit terisak tapi Elvan tidak menjawab, hanya rintihan kecil yang terdengar. Nara terus mengompres dahi Elvan, ia juga mengirim pesan pada papa dan kakaknya yang lain di grup.

"aa minum obat dulu ya", Elvan membuka matanya perlahan, rasa sakit dikepalanya masih sangat parah tapi meski begitu ia tetap tersenyum menatap adiknya yang panik,

" aa gak apa-apa" ucapnya dengan suara sangat parau

"gak apa-apa gimana aa tuh?!! Sampe pingsan kayak tadi nara panik" ucap Nara dengan suara yang bergetar menahan tangis, ia membuka sebungkus obat paracetamol lalu menyerahkannya pada Elvan bersama segelas air.

"minum dulu" ucapnya, Elvan bangun perlahan dengan dibantu Nara, setelah meminum obat ia lalu kembali berbaring. Beberapa menit berlalu, masih belum ada orang yang membaca pesannya dan pulang ke rumah, ia menundukan kepalanya sembari menangis, Nara khawatir sekali pada Elvan, panasnya tak kunjung turun padahal sudah di kompres dan diberi paracetamol. Nata menelepon Azri berkali - kali tapi nihil, handphone kakaknya itu tidak bisa dihubungi, begitu pun papanya. Nara lalu mendial satu nomor di kontaknya, beruntung orang itu langsung menjawab teleponnya

"iya nara?"

"a geva tolongin nara" ucapnya sembari menangis, orang yang dia telepon Geva,

"ehh nara kok nangis? Ada apa?" Suara diseberang sana terdengar panik

"a elvan sakit tapi gaada siapa-siapa di rumah, nara khawatir"

"a geva ke rumah ya sekarang untung ini lagi di depan rumah nara bentar bentar" ucapnya,
"bentar yaa, nara tenang dulu yaa"

Tak lama terdengar suara gerbang dan pintu yang dibuka kemudian disusul suara langkah, Geva datang dengan seplastik jajanan yang dia bawa, karena kebetulan dia habis dari warung. Hal pertama yang Geva lakukan adalah mengecek suhu tubuh Elvan,

"suhunya masih tinggi, udah dikasih obat?"

"udah, tapi gak turun-turun"

"gapapa dikompres aja terus siapa tau bentar lagi turun"
"papa udah dikasih tau?"

Nara mengangguk, "belum bales. Yang lain juga"

"yaudah gapapa gausah takut, ada aa sekarang"
"nara tenang yaa, jangan nangis" ucap Geva lembut, ia membantu mengompres Elvan juga membawakan air minum untuk Nara. Nara mulai meredakan tangisannya,

"aa maaf ya nara ganggu a geva"

"enggak lah, kok ganggu"
"elvan dari kapan sakitnya?"

"baru aja, tadi nara ajak ke warung teh ida, taunya pingsan gitu aja"

Our greatest World: PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang