33. dulu

489 44 0
                                    


Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Yohan masih setia duduk di dalam mobilnya di depan komplek perumahannya. Matanya masih menatap kosong, rasanya separuh jiwanya telah hilang malam ini. Puluhan panggilan tak terjawab dari veroncia dan Azri ia abaikan. Iya, Veronica memang terus menghubunginya, entah mau apa. Matanya beralih menatap plastik ikan yang sengaja ia letakkan di dashboard, saat itulah baru kesadarannya kembali sepenuhnya. Selesai memarkirkan mobil di garasi ia bergegas masuk rumah, dan pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah, keempat anaknya sedang terbaring, tertidur di karpet ruang keluarga dengan beberapa piring dan sendok di dekat mereka, mereka menunggunya, mereka menunggu papanya yang katanya akan pulang membawakan pesanan mereka, membawa makanan kesukaan mereka dan akan makan bersama mereka. Mereka menunggu disana sampai ketiduran, bahkan mungkin dengan perut kosong?

Hati yohan begitu sakit, rasanya sakit sekali, ia terduduk bersandar di depan pintu dan air matanya kini mengalir deras. Semua kesakitan yang ia rasakan tertumpahkan saat itu juga.

"papa," panggil si bungsu terbangun, perlahan tiga anaknya yang lain pun ikut terbangun, tapi yohan tidak bisa menyembunyikan air matanya,

"papa pulang" ucap Elvan

"papa kok nangis" ucap Nara sembari beranjak memeluk yohan

"papa kenapaa??" tanya Elvan dan Jaevan panik,

"pah, papa kenapa?? tanya si sulung Azri

"papa kita gak marah karena papa pulang telat kok, gapapa papa" tutur Jaevan,

Andai anak itu tau luka papanya yang sebenarnya,

"papa kenapa, papa sakit ya?" tanya Nara polos

Iya Nara, papamu itu sedang sangat terluka,

"pah?" panggil Azri, ia tidak mengerti kenapa, ia baru pertama kali melihat papanya menangis tersedu seperti ini,

"maafin papa ya" ucap yohan disela isakannya,

"papa gapapa ihh kita enggak marah beneran" ucap Elvan,

"papa jangan nangis" ucap keempat anak itu sembari memeluk yohan. Yohan tidak mengatakan apapun, ia tidak mengatakan penyebab ia menangis, ia bingung harus menjelaskan apa, rasanya pusing sekali, maka yang ia lakukan hanyalah menangis di pelukan keempat anaknya.

Maaf, mungkin papa enggak bisa bawa mama pulang.

Keesokan harinya, ia mengantarkan anak - anak sekolah seperti biasa, dari keempat nya tidak ada satupun yang mengetahui kenapa ia menangis semalam,

"papa sakit ya?" tanya Jaevan, ia melihat kantung mata papanya itu lebih besar dari biasanya, matanya juga terlihat sembab,

"enggak papa gapapa kok"

"papa kalo sakit istirahat aja, biar jevan azri yang anter, kalo elvan sama nara suruh libur aja dulu, lagian masih tk sama sd kan" tutur Azri, Yohan tersenyum menenangkan,

"papa gapapa, udah yuk sekolah", setelah keempat anaknya masuk ke dalam mobil ia lalu melajukan mobilnya menuju sekolah mereka masing - masing

" nanti pulangnya di jemput om ibum yaa"

"okeyy papa" ucap mereka serempak. Apapun yang terjadi kepadanya, merela tidak perlu tahu, setidaknya sampai ia siap menceritakan semuanya sendiri.

Siangnya, Veronica pulang ke rumah. Yohan duduk di ruang keluarga, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun, ia terlihat sangat dingin. Ah iya, semalam ia juga sudah memberitahu adiknya tentang masalah ini tapi ia meminta Ibum untuk merahasiakannya dari ibu mereka.

Our greatest World: PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang