15. ada rahasia(?)

571 53 0
                                    

Flashback on

Azri menunduk sembari duduk di kursi disamping ranjang papa, rasanya ingin sekali ia menceritakan semua bebannya hari ini pada pria didepannya, tapi ia takut hal itu akan menambah beban pikiran papa dan menghambat kesembuhannya. Berkali-kali ia menghela nafas panjang, kenapa hari ini rasanya berat sekali, masalah di kantor, belum lagi ia harus bolak balik rumah-rumah sakit, dan mendengar curhatan Nara tadi yang mau tak mau juga masuk ke dalam pikirannya. Ia menguatkan Nara dan Elvan tapi ia tidak tau bagaimana menguatkan dirinya sekarang. Biasanya ia selalu menceritakan semua kesedihan atau masalah yang dia alami ke papa, jika pada adiknya ia lebih sering mendengar keluh kesah mereka, mungkin sesekali ia juga pernah curhat atau sekedar bercerita pada Jaevan. Tapi kini, papa orang yang selalu jadi tempatnya bersandar sedang lemah, mau tak mau ia menyimpan semua bebannya sendirian.

Ia mengusap wajahnya lalu mengacamengacak rambutnya pelan, berusaha meredakan kepenatan hari ini.

"a" Panggil Jaevan sembari menyentuh bahu Azri,

"lo udah kesini" ucapnya,

"papa tidurnya udah lama?"

"lumayan, dari tadi abis isya, abis di cek juga sama om Ibum", Jaevan mengangguk mengerti

"ngopi dulu yuk diluar" ajaknya, Azri mengangguk mengiyakan, mungkin jika meminum kopi sambil menghirup angin malam di luar akan cukup menenangkan.

Kini kedua anak Yohan itu sedang duduk di bangku taman rumah sakit, memandang langit dengan sebuah cup kopi di masing-masing tangan mereka.

"lo nganggap gue adik lo nggak?" tanya Jaevan

"yaiyalah, kok nanya gitu?" Azri balik bertanya, ia cukup terkejut dan heran Jaevan tiba-tiba bertanya seperti itu,

"kalo iya cerita dong lo lagi ada masalah apa," ucap Jaevan
"gue tau lo nyamannya cerita ke papa, tapi untuk sekarang kan papa lagi sakit jadi kalo lo mau, lo bisa cerita ke gue A, daripada lo pendem sendiri semuanya"
"ya mungkin gue gak bisa ngasih solusi sebaik papa, tapi seenggaknya gue bisa dengerin dan kasih solusi semampu gue?"

Azri tersenyum, adiknya yang pertama ini ternyata sudah dewasa,

"gue capek aja jev sama urusan kantor, minggu ini ada beberapa karyawan yang bikin masalah mulu, pusing gue, dan kemarin puncaknya, ditambah pas pulang ke rumah nara sama elvan ribut" tutur Azri, ia mulai bercerita

"gue lagi capek, terus liat nara nangis gara-gara dengerin cerita temennya tentang mama mereka, guru-gurunya yang nyinggung tentang mama. Gue pengen banget marah sama mama, kenapa si kok dia bikin kita kacau kayak gini jev, gue juga kesel, saat perasaan gue berantakan, tapi gue gak bisa nunjukkin itu ke kalian, gue juga pengen nangis jev, tapi gak bisa kalo di depan kalian. Kalo gue nangis, gue lemah, siapa yang mau nopang kalian? Tapi gue juga butuh ditopang"

"gue sedih liat Nara sama Elvan, liat elu juga, liat papa apalagi. Gue gak capek kok ngurusin kalian, enggak sumpah gue gak pernah ngerasa capek, tapi adakalanya gue juga pengen diurusin, pengen istirahat"

"dan masalah tweet gue yang tiba-tiba di like mama, itu gue gak tau banget. Gue udah jarang komunikasi sama mama even tanya kabar doang, juga udah jarang banget jev, gak pernah bahkan mungkin, gue gak tau kalo dia di indo sekarang, gue jadi kepikiran gimana kalo suatu saat nara sama elvan ngeliat mama atau bahkan ketemu mama? Apa mereka gak hancur jev? Termasuk elu?"

Jaevan menghela nafas, ia lalu mengulurkan tangannya untuk menepuk pelan punggung Azri

"sorry ya A, kalo kita ngerepotin terus elo, belum bisa bantuin lo. Tapi makasih lo udah bertahan dan kuat buat kita, makasih banget, lo beneran abang terbaik. Lo keren" ucapnya

Our greatest World: PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang