Hari ini jadwal terapi Jaevan, Yohan sudah bersiap untuk mengantar putranya itu ke rumah sakit, ia juga sudah membantu Jaevan mandi dan mengganti bajunya.
"ikut doongg" ucap Elvan sembari berjalan menuruni tangga dengan cepat, ia juga tampak sudah rapi dengan kaos biru dan celana panjang berwarna cokelat kopi susu. Ia menatap papanya sembari tersenyum manis,
"kamu gak kuliah?"
"kan selasa gak ada jadwal pah"
"oohh yaudah,"
Tak lama Jaevan keluar dari kamarnya, Elvan lalu membantu kakaknya itu mendorong kursi roda,
"mau kemana lo?" tanya Jaevan
"nemenin lo terapi, ikut ya"
"dih tumben, gak kuliah?"
"gak ada jadwal"
"gak balap?"
"nanti malem"
"heh!" sentak Yohan saat mendengar kata balapan itu,
"hehehe becanda papa meni marah" sahut Elvan,
Yohan menggelengkan kepalanya, pusing dengan kelakuan dua anaknya yang selalu balapan itu.
"ih gue juga kangen balap tapi" ucap Jaevan saat Elvan mendorong kursi rodanya keluar,
"ntar malem yok, lawan si ardi. Kalo lo mau mati muda sih"
"anjing" umpat Jaevan
"ya udah tau kaki lagi gak normal bilang kangen balapan"
"kan gue cuma bilang???? Gaada niat ikut?????" ucap Jaevan lebih ke menggerutu
"iya om paham" ucap Elvan
"bajingan" maki Jaevan lagi,
"kalian tuh kalo gak ribut sama ngomong kasar gitu kayaknya hidupnya ada yang kurang ya?
" iyalah pah, ini kan sebagian dari lifestyle" sahut Jaevan
"ya biar balance aja akhirat sama dunianya," sahut Elvan
"ya allah," kali ini Yohan memilih diam sembari mengusap dada. Ia lalu melajukan mobilnya menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit mereka lalu menuju ke bagian ortopedi untuk menemui dokter edward yang waktu itu menangani Jaevan. Yang masuk ke dalam hanya papa dan Jaevan, Elvan menunggu diluar. Selesai berkonsultasi Jaevan di bawa ke ruang terapi, bertepatan dengan itu ada seorang dokter muda yang berlarian menemui Yohan, Elvan tebak pasti salah satu pasien papa berada dalam situasi darurat. Ia tidak tau pasti apa yang terjadi tapi wajah papanya itu terlihat bingung dan menatap pintu ruang terapi berulang kali. Elvan beranjak duduknya kemudian menghampiri papa dan dokter muda itu
"papa kalo urgent gapapa pergi aja, jev biar elvan yang jagain disini, papa jangan khawatir"
"titip kakak kamu ya, nanti kalo udah selesai papa langsung kesini lagi, ya?"
"iya paahh, santai aja,"
Yohan mengangguk, ia lalu berlari dengan dokter muda disampingnya meninggalkan ruang terapi. Dan tinggalah Elvan disana, ia tidak sendirian sebenarnya, ada banyak orang yang duduk di ruang tunggu, mungkin mereka juga sedang menemani keluarga mereka atau justru pasien disini. Tapi yang usianya paling muda hanya dirinya dan Jaevan. Kebanyakan orang disana umurnya sudah sepantar dengan nenek dan kakeknya.
Elvan menunggu Jaevan sembari memainkan game di ponselnya sesekali ia melirik ke arah ruang terapi, setelah bosan bermain game ia akan berdiri lalu mengintip ke dalam melalui kaca di pintu, melihat bagaimana kakaknya itu diterapi disana, sejenak Elvan merasa iba, kasihan, Jaevan yang biasanya selalu aktif kesana kemari dan tidak pernah mau diam kini hanya bisa duduk diatas kursi roda, dan yang membuatnya merasa sangat sedih ialah kakaknya itu sendirian sekarang didalam, jika orang lain saat sakit seperti ini dikelilingi oleh keluarga yang lengkap, tapi ia dan kakaknya tidak dan justru penyebab dari kecelakaan itu adalah ibunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our greatest World: Papa
Fiksi Penggemar*Semua hal yang terjadi di dalam cerita ini adalah FIKSI.* "papa ikut udunan beli album ya EXO sama NCT comebacknya barengan" - Adrinara Bintang Danuarta "ayo masalah sini lu gua gak takut! Gua punya Allah sama papa, papa gua kan kayak thor" -Jaev...