Selama membantu bi Tia menyiapkan makanan, Chifa terus tersenyum. Walaupun mungkin Marvel masih marah padanya, namun ia tetap bahagia karena bisa melihat Marvel lagi. Dan ia mendapatkan kesempatan untuk meminta bantuan pada Marvel sehingga ia bisa melarikan diri dari sangkar emas yang serasa seperti neraka ini.
"Udah siap kan?" tanya bi Tia sambil memperhatikan tata letak lauk pauk yang ada di atas meja makan.
Chifa mengangguk. "Udah, Bi."
"Ya udah, sekarang bilang ke Tuan," perintah bi Tia.
Chifa mengangguk semangat kemudian berjalan menghampiri Alex dan Marvel. "Tuan, makan malamnya udah siap."
Alex mengangguk lalu berdiri. "Ayo," ajak Alex pada Marvel yang masih duduk sambil melayangkan tatapan tidak suka pada Chifa.
Marvel sadar Alex mengajak nya, ia pun ikut berdiri dan langsung ikut Alex berjalan ke meja makan. Ia melewati Chifa tanpa menoleh lagi. Rasanya ia sudah sangat muak melihat pembantu gila sekaligus penipu itu.
Chifa masih tersenyum. Ia belum menyadari apa yang ada dipikiran Marvel saat ini. Yang ia tahu Marvel telah ada di depan matanya dan itu sungguh membuat ia sangat bahagia.
"Chifa, kenapa masih di situ?"
Teguran tegas Alex membuat Chifa terkesiap. Ia hampir lupa bahwa ada Alex, pria itu akan menghukumnya jika ia bergerak tidak sesuai dengan keinginan pria itu. "Oh iya, Tuan. Maaf." Ia langsung berlari kecil menuju meja makan. Ia harus memberikan piring serta menyodorkan lauk pauk yang diinginkan oleh kedua pria tampan yang duduk di meja makan.
Makan malam berjalan dengan tenang walaupun hati dari tamu makan malam kali ini tengah terbakar emosi. Marvel cukup pandai untuk menguasai emosinya sehingga masih bisa tertawa ketika Alex melemparkan leluconnya.
Selesai makan malam Alex mengajak Marvel ke taman belakang dekat kolam. Lebih nyaman berbicara santai di tempat terbuka dari pada di dalam rumah. Dan akhirnya hari sudah semakin malam. Marvel pun bersiap untuk pulang. Kini pria itu tengah duduk di bangku taman belakang, sedangkan Alex sedang masuk ke dalam karena tiba-tiba datang sekretarisnya.
"Hai Tuan!"
Marvel terkejut bukan main karena Chifa mengendap-endap lalu menepuk bahunya dari belakang. Ia menoleh dan mendapati gadis itu tengah tersenyum lebar padanya.
"Tuan apa kabar? Saya kangen tahu," ucap Chifa dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.
Marvel terdiam sejenak kemudian menatap dingin pada Chifa. "Saya bukan tuanmu lagi. Jadi stop sok akrab."
Chifa tetap tersenyum walaupun Marvel sudah berbicara sangat dingin padanya. Ia berputar ke depan Marvel. "Tuan masih marah ya gara-gara kejadian waktu itu? Maaf deh kalau gitu. Saya gak bakal ulangi lagi. Oh ya, keadaan nyonya sama tuan besar gimana? Mereka sehat-sehat aja, kan? Padahal baru dua bulan, tapi rasanya kayak udah bertahun-tahun gak ketemu. Saya kangen banget. Apalagi sama nyonya. Kangen ngobrol bareng, masak barang dan nonton bareng." Gadis ini masih sama, masih sangat cerewet.
"Tuan, Tuan gak kangen gitu sama saya?" tanya Chifa lagi walaupun Marvel belum menjawab satupun pertanyaan darinya.
"Tuan, Tuan marah banget ya? Kenapa sih gak bisa maafin saya. Salah saya kan cuma satu, cuma mau jujur kalau nenek lampir itu selingkuh. Oh ya, ada satu lagi, yaitu ngintip Tuan mandi." Chifa tertawa. "Kira-kira sekarang makin lebat gak ya hutannya? Atau-"
"Diam!"
Chifa langsung terdiam mendengar bentakan Marvel. Baru kali ini Marvel benar-benar membentaknya dengan begitu keras. Alis Chifa berkerut karena bingung dengan sikap Marvel. Sudah dua bulan berlalu, apakah kadar kebenciannya tidak berkurang?
Marvel menatap tajam pada Chifa. Tangan pria itu terangkat dan menunjuk wajah Chifa dengan jari telunjuknya. "Jangan ngomong lagi, tukang tipu."
Chifa semakin tidak mengerti. "Maksudnya?"
"Jangan pikir saya gak tahu kalau kamu udah sekongkol sama bi Sumi untuk rekayasa cerita kalau kamu itu dibawa sama rentenir sebagai penebus hutang," jawab Marvel masih dengan tatapan bencinya.
Chifa terkejut. Ternyata Marvel sudah tahu bahwa ia dibawa oleh rentenir, akan tetapi mengapa pria ini menuduhnya berdusta. "Tuan, saya gak pernah sekongkol sama bi Sumi. Semenjak saya dipecat, saya gak pernah ngobrol banyak sama bi Sumi."
"Gak usah ngelak kamu!" Marvel sangat kesal karena Chifa selalu memasang wajah tak berdosa. "Kamu tau, mamah saya sampai selalu kepikiran tentang gimana nasib kamu dibawa sama rentenir itu, begitu juga sama papah saya. Tapi kamu gak punya hati, kamu tipu kami."
Chifa menggeleng. "Gak Tuan, saya gak bohong. Saya ada di sini karena saya dijadikan penebus hutang. Bos besar rentenir itu Tuan Alex, makanya saya ada di sini dan kerja di sini."
Marvel mendengus sambil tersenyum sinis. Matanya melihat ke sekeliling untuk mencari kata-kata yang tepat untuk mengatakan bahwa ia tidak mungkin percaya. "Kamu pikir saya percaya?" tanya Marvel sambil menatap Chifa lagi. "Alex? Rentenir? Kamu kalau cari tertuduh jangan asal-asalan. Siapapun pasti tahu Alex itu siapa. Dia pengusaha sukses, untuk apa dia jadi rentenir?"
Chifa menelan ludah bersamaan dengan kepedihan di hatinya. Ia pikir ia bisa meminta tolong pada Marvel, ternyata pria ini malah menuduhnya yang tidak-tidak. "Tuan, tolong percaya sama saya sekali ini aja. Saya bener-bener dibawa sebagai penebus hutang. Saya kerja di sini gak digaji. Tuan Alex memang bos rentenir."
Marvel meludah ke samping. "Cuh, cuma orang gila kayak kamu yang bakal percaya." Kemudian Marvel hendak pergi namun Chifa malah bersimpuh di kakinya sambil memeluk kaki kanan Marvel.
"Tuan, tolong saya, Tuan. Percaya sama saya. Kenapa Tuan gak percaya sama saya? Kenapa bisa Tuan tiba-tiba marah-marah sama saya? Tolong bawa pergi saya dari sini Tuan, Tolong." Chifa menitikan air mata. Kali ini ia tidak menangis meraung-raung karena takut ketahuan oleh Alex.
Marvel menunduk untuk melihat Chifa di kakinya, tapi sayangnya hatinya telah beku. Ia tidak percaya lagi. Dengan kesar ia menarik kakinya hingga Chifa tersungkur. "Air mata buayamu busuk." Kemudian ia benar-benar pergi dari sana. Ia akan segera berpamitan pada Alex.
Chifa menangis sambil melihat kepergian Marvel. Pupus sudah harapan satu-satunya. Marvel, entah ada apa dengan pria itu. Kini hatinya bertambah sakit. Pria itu tidak lagi mempercayainya dan ia tidak tahu apa sebab pria itu tidak mempercayainya dan tiba-tiba menuduhnya.
Tuan, kenapa Tuan setega ini? Padahal dulu Tuan baik sama saya walaupun kelihatannya marah-marah.
Chifa menangis semakin tersedu-sedu. Bapak, tolong Chifa.
Entah dari mana, bi Tia datang menghampiri Chifa dan langsung memeluk gadis itu. Ia sudah lama bekerja sebagai pembantu Alex. Ia tahu bagaimana Alex, dan sekarang gadis polos ini menjadi korban Alex. Namun ia tidak bisa berbuat apa pun untuk membantu gadis ini. Dan dari apa yang ia lihat dan ia kuping barusan, ia tahu bahwa hanya Marvel lah satu-satunya harapan Chifa, akan tetapi pria itu malah salah paham.
"Sabar ya, Fa. Kamu pasti kuat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Sablengku
Romance"Sableng-sableng gini hanya untuk dirimu, Tuan!" Chifa. Stres, gila, gendeng, sableng, adalah predikat yang diberikan oleh Marvel untuk Chifa. Seorang crazy rich bertemu dengan seorang crazy maid. Baru kali ini Marvel bertemu dengan pembantu yang me...