Saingan Bisnis

5K 452 4
                                    

Marvel berjalan ke arah pintu kamarnya dan Chifa mengikuti dari belakang sambil membawa kantung belanjaan. Dari jarak yang cukup jauh, ia bisa melihat Kayla sedang berdiri di depan pintu kamar miliknya dengan tangan yang bersedekap dada. Wajah gadis itu ditekuk.

Begitu Marvel dan Chifa sampai di depan Kayla, gadis itu menatap tajam pada Chifa dan Marvel secara bergantian. "Kalian dari mana aja?" Kemudian Kayla hanya berfokus pada Marvel. "Jelasin semuanya ke aku, Vel? Kamu habis dari mana dan kenapa jam segini baru pulang? Aku gak mau maafin kamu sebelum kamu jelasin semuanya ke aku. Aku kasih kesempatan ke kamu untuk jelasin semuanya."

Tiba-tiba Chifa terkekeh hingga membuat mata Kayla menatap tajam dan Marvel yang bingung. "Percaya diri banget sih kalau tuan Marvel mau jelasin. Ngomongnya sok kaya tuan Marvel mau minta maaf aja. Ngapain tuan Marvel minta maaf sama kamu. Kamu kan bukan siapa-siapanya."

"Chifa, diem," ucap Marvel dengan wajah datar. Chifa pun menoleh dan melihat tatapan memperingatkan. "Lebih baik kamu masuk ke kamar dan susun baju itu."

Mendengar kata 'baju itu' tatapan Kayla jatuh pada empat paper bag yang dibawa oleh Chifa. Matanya kembali melotot lalu mengerah pada Marvel. "Vel, kamu beliin dia baju baru?"

Marvel memilih tidak menanggapi Kayla terlebih dahulu. Jika ia berbicara sekarang, yang ada Chifa tidak jadi pergi. "Chifa, cepet masuk."

Sambil menahan rasa kesal karena diusir, Chifa berjalan masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Kini di lorong kamar hanya tersisa Marvel dan Kayla. Gadis bernama Kayla itu mengubah wajah marahnya menjadi wajah merajuk yang sok menggemaskan.

"Baju dia ketinggalan di rumah, jadi terpaksa aku beliin baju," ucap Marvel di tengah keheningan mereka.

"Yang mahal?" tanya Kayla masih cemberut.

"Enggaklah," jawab Marvel jujur. 300-500 ribu adalah harga standar untuk Marvel bahkan hampir mendekati murah. Ia tahu, menurut wanita, jika pria membelikan barang-barang mewah, pasti pria itu memiliki rasa. (Khusus wanita mata duitan. Cinta itu gak bisa diukur dari apa yang diberi orang lain pada kita.)

"Kalian makan berdua? Jalan-jalan dulu?" tanya Kayla yang penuh curiga.

Marvel menggeleng. "Enggak. Mana mau aku makan sama pembantu stress kayak dia. Apalagi jalan-jalan. Aku lama itu karena awalnya dia sempet milih-milih tapi gak jadi karena menurutnya mahal," jawab Marvel jujur.

Kayla mengangkat ponsel di tangannya. "Terus kenapa hp nya gak aktif?"

Marvel baru ingat. "Oh ya ampun. Aku lupa aktifin lagi. Pas turun dari pesawat masih aku non aktifkan."

Marvel buru-buru merogoh saku celananya dan menyalakan daya ponselnya. Bisa saja ada pesan-pesan penting yang masuk dari rekan kerjanya.
Kayla menghela nafas lega. Sekarang ia tidak lagi curiga. Dan sekarang ia yakin bahwa Marvel benar-benar tidak menyukai Chifa.

"Besok pagi aku mau berangkat ke proyek, kamu mau tunggu di hotel atau mau ikut aku?" tanya Marvel lembut lagi.

Kayla tampak berpikir terlebih dahulu. "Hmmm, kayaknya aku gak milih dua-duanya deh. Soalnya kayaknya aku mau ketemuan sama temen SMP aku yang tinggal di daerah sini. Tapi kamu jangan sampe ngajak Chifa ya."

Marvel tersenyum. "Enggaklah. Yang ada aku gak bisa kerja."

Akhirnya percakapan mereka diakhiri setelah mereka berdua memutuskan untuk makan malam di restoran hotel yang terletak di lantai bawah, tepatnya di ruang bawah tanah.

* * * *

"Wah, senang bekerjasama dengan Anda, Pak Marvel." Seorang pria yang terlihat seumuran dengan Marvel tengah berjabat tangan dengan Marvel. Pria itu juga memiliki ketampanan yang sebelas-dua belas dengan Marvel.

Pembantu SablengkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang