Sedang asik mengekspresikan kebahagiaannya, tiba-tiba Chifa berhenti tertawa. Telinganya yang menempel di dada Marvel mendengar detak jantung Marvel yang sangat tak terkendali. Jantung suaminya itu berpacu sangat cepat. Lama-kelamaan ia tersadar pasti Marvel canggung dengan posisi mereka saat ini.
"Tuan?"
Ia mengangkat kepala dan melihat Marvel terdiam kaku. Pipi pria itu merah padam dan nafasnya tercekat.
Cepat-cepat ia bangkit dan tersenyum untuk mencairkan suasana walaupun yang keluar adalah senyum kaku. "Ma-ma-maaf Tuan. Hehehehe."
Marvel tersadar dan langsung berdeham sambil bangkit duduk. Pria itu terlihat kaku dan menghindar bertemu pandang dengan Chifa. Dalam keadaan seperti ini, Chifa juga menjadi sangat canggung. Tiba-tiba otaknya tidak bisa mencari ide untuk mencairkan suasana seperti ini. Ia menunggu Marvel berbicara namun pria itu tak kunjung berbicara juga. Bahkan keduanya sama-sama diam dalam selimut rasa malu.
"Ekhem, saya mau mandi dulu," ucap Marvel pada akhirnya. Ia terlihat terburu-buru mengambil handuk dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Chifa menghela nafas lega. Akhirnya ia terbebas dari rasa canggung tadi. Ia jadi merutuki dirinya sendiri. Seharunya ia tidak perlu seperti tadi. Untung saja Marvel adalah suaminya, jadi jika terjadi sesuatupun memang sudah seharusnya.
Marvel keluar dari kamar mandi setelah beberapa menit kemudian. Pria itu terlihat lebih segar dari sebelumnya. Marvel melihat ke arah tempat tidur. Di sana Chifa tengah meringkuk dengan mata yang terpejam. Ternyata istrinya ketiduran. Tak ingin mengganggu waktu tidur istrinya, Marvel melanjutkan memakai pakaian.
Selesai berpakaian, Marvel menghampiri tempat tidur. Ia memperhatikan Chifa yang tidur tanpa memakai selimut. Sebuah senyum terbit di bibirnya.
Imut.
Ia mengakui Chifa terlihat imut saat tidur. Wajah polosnya terlihat lebih jelas saat gadis itu memejamkan mata.
Dengan hati-hati Marvel memperbaiki posisi kaki Chifa kemudian menyelimuti istrinya.Selesai menyelimuti Chifa, Marvel beralih mengambil ponsel baru yang ia belikan untuk Chifa. Ia membawa ponsel itu ke sofa. Sambil bersantai, ia memasangkan kartu perdana pada ponsel baru Chifa. Selesai memasang kartu, Marvel mengotak-atik ponsel Chifa kemudian menyimpannya.
"Oh ya. Aku belum simpen nomor Chifa."
Marvel membuka ponselnya. Tiba-tiba ia teringat dengan foto-fotonya bersama Chifa tadi siang. Iseng-iseng ia membuka galeri foto dan memandangi foto satu persatu. Ia tersenyum melihat foto saat ia tersenyum dan foto Chifa yang memanyunkan bibir. Foto tersebut adalah foto yang paling menggemaskan.
"Unggah di Instagram bagus kayaknya."
Marvel membuka platform Instagram kemudian mengunggah foto mereka berdua dengan caption yang sangat singkat , yakni '❤'. Berhubung mereka akan menggelar resepsi pernikahan 12 hari lagi, maka tidak ada salahnya mengumumkan hubungan dekat mereka. Semua ini agar orang-orang tidak akan kaget jika tiba-tiba ia menikah.
Sejujurnya, selama menjalin kasih dengan Kayla, ia tidak pernah mengunggahnya di akun sosial media manapun. Foto yang sering ia unggah hanyalah foto tempat ia berkunjung. Misalnya pergi ke kafe, maka yang ia foto hanyalah meja serta menu yang ia pesan. Hanya sekedar itu saja.
️ Selesai mengunggah foto tersebut, ia tersenyum sambil menarik nafas. Entah kenapa aku rasa aku jadi lebih tenang kalau ada Chifa di sisiku. Beda sama dulu pas Chifa aku pecat. Pikiranku selalu runyam.
* * * *
Pagi tadi Chifa dan Marvel sudah berangkat ke kantor polisi. Mereka juga sudah selesai dengan urusan kepolisian mengenai tindakan asusila Andi. Kini Marvel dan Chifa pergi ke kantor karena pekerjaan Marvel memang sudah sangat menumpuk.
Marvel mendudukkan diri di depan meja kerja, sedangkan Chifa berkeliling ruangan Marvel untuk mengamati isinya. Sesekali Marvel mengawasi Chifa. Jangan sampai istrinya itu membuat kekacauan.
"Ternyata agak berubah ya?" Chifa bersuara.
Marvel melirik sekilas. "Apanya?" Kemudian meneruskan memeriksa hasil rekapitulasi pengeluaran perusahaan bulan lalu.
Chifa berjalan ke depan meja Marvel kemudian duduk di kursi depan. "Tata letak meja sama rak-raknya." Chifa mengambil satu kertas kemudian sok-sokan membacanya.
Marvel melirik Chifa lagi. Ia juga melirik pada tangan Chifa yang memegang selembar kertas. Kertas tersebut adalah laporan singkat mengenai peningkatan pendapatan dari hotel SkyRP berupa diagram batang. "Memangnya ngerti?" tanyanya pada Chifa.
Chifa mengangkat kepala kemudian menggeleng sambil menyengir. "Enggak. Hehehe."
Wajar saja Chifa tidak mengerti. Walaupun lulusan SMA, namun Chifa sangat payah dalam hal pelajaran, apalagi matematika. Entah bagaimana bisa Chifa lulus sekolah.
Marvel mengulurkan tangan ke arah Chifa. "Siniin. Saya mau ngecek yang itu," pinta Marvel.
Chifa menyerahkan kertas yang ia pegang. "Memang Tuan ngerti?"
Marvel berdecak. "Kalau gak ngerti, gak mungkin saya jadi CEO di sini."
Chifa hanya mengangguk. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Tuan kan CEO, kok gak keliatan sibuk kayak film yang pernah saya tonton ya?"
"CEO juga manusia, Fa. Bukan mesin kerja yang kerja siang malam. Lagian pekerjaan saya masih dibagi dua sama asisten saya, pak Fahar namanya. Sebenarnya dia asisten papah dulu, tapi sekarang jadi asisten saya. Kalau nanti saya udah terbiasa dan dirasa layak pegang semua urusan dan tugas CEO, barulah semua pekerjaan diserahin ke saya."
Chifa hanya mengangguk-angguk saja. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika nanti Marvel sudah memegang semua tugas CEO. Sekarang saja sudah sibuk, apalagi nanti.
Sedang serius memeriksa dan menandatangani berkas dan kontrak kerja, ponsel Marvel berdering. Terpaksa Marvel meletakkan semua pekerjaannya di atas meja kemudian mengambil ponselnya. Ternyata ibunya yang menelepon.
"Halo Mah."
"Halo Marvel. Ih kamu ini mamah sms gak mau bales ya." Baru saja berbicara Liana sudah mengomel.
Marvel menghela nafas. "Ada apa, Mah? Langsung aja. Soalnya aku lagi kerja nih."
"Tunda pekerjaan kamu sekarang. Ajak Chifa ke gedung WO. Nanti mamah kirim alamatnya. Kalian harus mutusin konsep pestanya. Sekalian pilih cincin sama fitting baju pengantin," ucap Liana langsung pada intinya.
Belum sempat Marvel berbicara, Liana sudah berbicara lagi. "Kamu kan lagi sibuk, mamah tutup sekarang, tapi harus secepatnya ke sini. Mamah tunggu soalnya mamah udah ada di sini. Bye ...."
Marvel yang sudah membuka mulutnya kembali menutup mulut. Bahu tegapnya merosot pasrah. Jika sudah begini mau bagaimana lagi? Perintah ibunya adalah paling utama untuknya. Ia pun membereskan meja kerjanya dan menutup laptop.
Chifa mengerutkan kening. "Loh? Mau ke mana, Tuan? Memangnya udah selesai? Ini belum waktunya pulang."
Marvel berdiri sambil mengantungi ponselnya. "Mamah nyuruh kita ke WO. Kita pilih konsep pesta, pilih cincin pernikahan, sama fitting baju pengantin."
Mata Chifa langsung berbinar begitu mendengar jawaban Marvel. Ia langsung berdiri dengan penuh semangat. "Kalau begitu ayo berangkat sekarang, Tuan!"
Chifa menghampiri Marvel, mensejajarkan posisi berdirinya, kemudian melingkarkan tangan di lengan Marvel. "Let's go!"
Marvel mencebikkan bibir. "Sok Inggris."
Walaupun demikian Marvel tidak menolak digandeng seperti itu. Padahal dulu ia sangat anti jika Kayla bermanja-manja pada dirinya di depan banyak orang, terutama di kantornya. Namun kini ia tidak memikirkan apapun. Ia tidak peduli bagaimana tatapan para karyawan kantor, terutama karyawati.
Seluruh karyawan tahu bagaimana hubungan Marvel dan Chifa dulu. Mereka tahu Chifa hanyalah seorang pembantu rumah tangga di rumah keluarga Willson. Namun sekarang mereka bertanya-tanya mengapa Marvel terlihat sangat dekat dengan pembantunya. Itulah alasan mengapa mereka menatap aneh pada Marvel dan Chifa.
I don't care. Yang penting kami bahagia.
Marvel tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Sablengku
Romance"Sableng-sableng gini hanya untuk dirimu, Tuan!" Chifa. Stres, gila, gendeng, sableng, adalah predikat yang diberikan oleh Marvel untuk Chifa. Seorang crazy rich bertemu dengan seorang crazy maid. Baru kali ini Marvel bertemu dengan pembantu yang me...