Kayla Menyimpan Bangkai

5.1K 499 5
                                    


"Semuanya boleh dimakan?"

Marvel mengangguk. "Hm. Makan sepuasnya."

Mata Chifa yang tadinya lemas kini langsung berbinar melihat begitu banyak makanan di mejanya. Ia tidak menyangka Marvel memesankan banyak makanan sampai-sampai meja di depannya penuh. Tanpa membuang waktu lagi, Chifa langsung melahap semuanya dengan rakus. Ia tidak peduli orang-orang di sana menatapnya.

Bagaimana orang-orang tidak menatapnya. Rambutnya acak-acakan, bajunya kusut, dan sekarang ia makan dengan rakus menggunakan tangan. Sedangkan pria yang duduk di depannya sangatlah tampan dan yang pastinya rapi serta cool. Pria di depannya hanya memperhatikan kegiatan makannya dengan wajah datar dan sesekali tersenyum ketika ia tersedak makanan.

"Pelan-pelan," ucap Marvel memperingati.

Chifa berhenti sebentar untuk melihat wajah Marvel. "Tuan gak makan?" tanya Chifa dengan mulut yang penuh.

"Saya udah makan sebelum pulang."

Chifa kembali meneruskan makannya tanpa peduli dengan apapun lagi. Tak apa perutnya sempat kosong, yang terpenting semua penderitaannya telah terbayar dengan makanan yang sangat lezat dan banyak ini.

"Pak Marvel?"

Chifa dan Marvel menoleh pada orang yang menyapa. Seketika mulut Chifa ternganga lebar. Bagaimana tidak? Orang yang baru saja menyapa Marvel sangatlah tampan. Jika dibandingkan dengan Marvel, yah sebelas-dua belas lah. Walaupun Marvel keturunan bule, tapi wajah pria yang sedang berjalan mendekat lebih terlihat bulenya.

"Pak Alex." Marvel berdiri untuk menyambut rekan kerjanya.

Alex mengulurkan tangan dan langsung disambut oleh jabatan Marvel. "Pak Marvel menginap di sini?" tanya Alex ramah.

Marvel mengangguk. "Ya. Saya menginap di sini."

Mata Alex beralih pada Chifa yang masih menatapnya penuh kagum. Mulut dan tangan gadis itu sangat belepotan. Walaupun demikian, Alex tetap tersenyum lalu menyapanya. "Selamat malam, Nona."

Chifa mengerjapkan matanya ketika sadar ia baru saja disapa dengan sangat ramah. Ia langsung berdiri sambil meraup tisu. Buru-buru ia mengelap mulutnya. "Oh, hai, ganteng."

Marvel langsung menatap tajam pada Chifa. Dari kolong meja, ia menendang kaki Chifa hingga membuat Chifa mengalihkan pandangan dari Alex ke Marvel. Chifa langsung melayangkan tatapan mematikan.

Interaksi keduanya yang saling menatap tajam tak luput dari perhatian Alex hingga membuat Alex terkekeh. "Maaf Pak, bukan maksud saya mencuri perhatian gadis Anda."

Marvel langsung menggeleng. "Oh, bukan, Pak. Dia ini pembantu saya."

Alis Alex langsung terangkat begitu mendengar ucapan Marvel. "Oh ya? Wah, Anda sangat baik pada pembantu Anda hingga membawanya berlibur ke Yogyakarta."

"Bukan saya tapi ...."

Alex memotong ucapan Marvel dengan kekehan. "Saya paham kok, Pak. Wajar saja kalau pembantunya secantik nona ini."

Dipuji seperti itu Chifa langsung tersipu. Pipinya memerah dan otomatis tangannya menyelipkan rambut di belakang telinga. Melihat itu Marvel sangat ingin mengatakan 'jijik'.

Alex tersenyum melihat reaksi Chifa. Pria itu menatap Chifa cukup lama sebelum ia kembali sadar bahwa ia masih ada urusan. "Oh ya, Pak. Saya masih ada urusan. Saya permisi."

Sepeninggalan Alex, Marvel kembali duduk. Ia berdecak ketika melihat Chifa masih memandangi Alex. "Duduk. Makan yang bener. Kalau masih melamun, gak akan saya bayarin."

Mendengar ancaman Marvel, Chifa pun duduk dan kembali makan dengan lahap.
Selesai makan malam, Chifa kembali ke kamarnya, begitu pula dengan Marvel yang memang sudah benar-benar lelah.

* * * *

Tok tok tok

Marvel membuka mata dengan malas. Tangan kanannya meraba meja nakas untuk meraih jam tangan yang tadi malam ia letakkan di sana. Dengan mata yang masih berat, ia melihat jam tangannya.

"Pasti di pembantu gila itu lagi."

Ya, siapa lagi yang akan mengetuk pintu sepagi ini kalau bukan Chifa. Sekarang masih pukul setengah enam, dan gadis itu sudah mengetuk pintunya dengan sangat keras. Ia hanya berharap para penghuni hotel lainnya tidak akan mengamuk.

"Bentar!" serunya sambil bangkit dari tempat tidur. Sambil berdiri ia mengambil kunci kamar.

Tok tok tok

"Iya, iya, sabar dong." Rasanya ia ingin melempar orang yang mengetuk pintu itu dengan sandal hotel.

Begitu pintu ia buka ... Tuh kan, benar saja. "Ada apa sih?" Marvel mengucek matanya sambil menguap.

Tanpa diduga olehnya, Chifa langsung menerobos masuk sambil mendorongnya kembali masuk ke dalam. Cepat-cepat gadis itu menutup pintu dan menguncinya. Hal itu tentu saja membuat Marvel bingung. Hal gila apa lagi yang akan dilakukan oleh gadis ini.

"Kamu-"

"Syuutttt ...." Chifa meletakkan jari telunjuk dibibir nya hingga ia tertegun. "Diam dulu, Tuan," bisik Chifa.

"Apaan sih?" Ia pun jadi ikut berbisik sambil menepis jari telunjuk Chifa.

Tiba-tiba gadis itu tertawa terbahak-bahak. Kelakuan gadis ini semakin memperkuat predikat yang ia berikan pada gadis ini. Yakni GILA.

"Kamu kehabisan obat ya?"

Gadis itu menggeleng. "Enggak kok, Tuan. Saya cuma mau berduaan sama Tuan aja."

Marvel mundur selangkah. Sepertinya ada sesuatu yang merasuki gadis yang satu ini. Sungguh ini adalah situasi yang sangat membingungkan. Ia tidak tahu apa maksud gadis itu masuk ke dalam kamarnya dan mengunci kamarnya.

"Pergi dari kamar-"

Tok tok tok. Pintu diketuk dari luar. "Marvel, kamu udah bangun belum?"

Mendengar suara Kayla, Chifa tiba-tiba melompat ke atas tempat tidur lalu menarik selimut serta memejamkan mata. Ah, sekarang Marvel tahu. Chifa ingin membuat Kayla salah paham dengan kehadirannya di kamarnya. Bagaimana ini? Jika ia membuka pintu sekarang, rencana gila Chifa akan berhasil. Tapi ia tidak membukakan sekarang, ia yakin Kayla akan lebih berisik lagi.

Saat sedang berpikir untuk mempertimbangkan keputusan, tiba-tiba Chifa bersuara nyaring sekali. "Tuan! Siapa yang ngetuk pintu! Suruh dia diem, aku masih ngantuk!"

Seketika suara ketukan diluar berhenti. Tak lama kemudian terdengar Kayla berteriak. "Marvel! Siapa yang ada di dalem? Jangan bilang pembantu stress itu!"

Marvel masih terkejut dengan tindakan Chifa. Entah apa maksudnya Chifa memalukan itu.

"Marvel!" Sekali lagi Kayla berteriak.

Marvel terperanjat dan langsung berjalan menghampiri pintu. Sebelum ia membuka kuncian pintu, ia menoleh pada Chifa yang masih berselimut di atas kasurnya. "Tunggu akibatnya," ucapnya memperingati.

Dengan perlahan ia membuka pintu dan ....

Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipinya. Siapa pelakunya? Tentu saja wanita yang sedang berdiri di depannya dengan penuh amarah. Ia melotot ke arah Kayla. Selama ini belum ada yang berani menamparnya. Dan sekarang, gadis yang ia sukai menamparnya? Semua ini ulah siapa? Tentu ulah pembantu gila itu.

"Aku benci kamu, Vel!" Sebelum pergi Kayla menghentakkan kakinya. Kayla pergi dengan setengah berlari menuju lift.

"Kayla tunggu!" Marvel langsung mengejar Kayla. Soal memberi perhitungan pada Chifa bisa diurus belakang. Sekarang adalah bagaimana ia menjelaskan pada Kayla agar gadis itu percaya.

Setelah kamar kosong, Chifa keluar dari selimutnya. Kali ini tidak ada wajah ceria seperti tadi, dan tidak ada pula wajah jahil seperti biasanya. Ia menatap pintu yang masih terbuka dengan serius.

"Ini belum apa-apa. Kamu pikir bisa menyimpan bangkai tanpa tercium, Kayla?"

Pembantu SablengkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang