Sesampainya di restoran, Alex berjalan mencari meja yang nyaman untuk ia menikmati makan malam. Akhirnya Alex memiliki meja yang berada tepat di depan jendela panorama. Dari sana ia bisa melihat pemandangan malam kota Yogyakarta yang sangat indah. Ia juga mempersilahkan Chifa untuk duduk di depannya. Pembantunya itu juga perlu makan apalagi ia tahu sejak pagi gadis ini belum makan."Pesan apapun yang kamu mau," ucap Alex sambil menyodorkan buku menu.
Chifa menerima buku menu yang disodorkan oleh Alex. Saat ia melihat buku menu, air liurnya seakan akan menetes. Semua makanan di restoran ini tampak sangat lezat. Matanya yang tadi sayu kini berubah berbinar. Alex memperhatikan perubahan ekspresi Chifa. Sekarang ia tahu bahwa makanan bisa merubah mood Chifa.
"Kenapa diliatin aja. Cepet pesen!" tegas Alex sambil membuka jasnya.
Chifa mengangkat kepala dan menatap wajah tampan Alex. "Semuanya kelihatan enak. Saya jadi bingung mau pesan yang mana."
Alex menyampirkan jasnya di sandaran kursi. "Pesan aja semua yang kamu mau. Kamu pikir saya gak punya uang untuk beliin kamu makan?"
Mata Chifa dua kali lebih berbinar dari sebelumnya. "Yang bener, Tuan?"
Alex mendengus dan langsung menatap tajam. "Jangan banyak tanya! Pesen cepet!"
Digalaki seperti itu Chifa langsung menciut. Chifa kembali menunduk akan tetapi bukan karena sedih, ia menunduk agar Alex tidak marah lagi.
Setelah makanan di pesan, Chifa dan Alex menunggu sambil memandang ke luar jendela. Mereka bergulat dengan pikiran masing-masing. Memandang keindahan malam membuat hati masing-masing menjadi lebih tenang.
"Chifa."
Lamunan Chifa buyar ketika Alex memanggil nya. Ia pun mengalihkan pandangan pada Alex. "Saya, Tuan."
"Menurut kamu, saya ini baik atau jahat?" Tiba-tiba Alex bertanya demikian.
Chifa mengerutkan keningnya. Eh? Tuan Alex kesurupan jin apa nih? Kok tiba-tiba nanya begitu ke aku?
"Jawab!" perintah Alex tegas.
"Eh-eh, tapi Tuan jangan marah ya," ucap Chifa takut-takut.
"Hm," jawab Alex. Sepertinya ia tahu Chifa akan mengatakan hal yang buruk tentangnya.
Chifa menatap wajah Alex untuk mulai menilai. "Tuan itu ganteng. Soal fisik sih gak ada kekurangan."
Alex mendengus. Bukan fisik yang ingin ia ketahui. Ia ingin apakah ia terlalu jahat dimata Chifa atau bagaimana. "Bukan itu. Saya-"
"Sebentar Tuan, saya belum selesai," potong Chifa dengan berani hingga Alex melotot. "Nah, kalau Tuan melotot begini, Tuan kelihatan galak. Kalau Tuan mukulin saya, Tuan kelihatan kejam. Tapi saya tahu sebenarnya Tuan itu baik. Tuan menjamin kebutuhan pekerja di rumah, Tuan mau dengerin penjelasan mereka kalau mereka mau jelasin pas Tuan lagi salah paham. Dan yang utama, Tuan percaya sama saya."
Alex diam merenungi jawaban Chifa. Apakah benar sebenarnya ia baik? Bukankah rekan-rekan bisnis gelapnya menjulukinya raja iblis? Bukankah orang yang telah mengenalnya sangat takut padanya?
"Kenapa kamu bilang saya baik? Jujur, jangan takut saya marah," ucap Alex meminta Chifa untuk jujur. Ia tahu Chifa jujur, akan tetapi ia tidak percaya saja kalau Chifa mengatakan bahwa sebenarnya ia baik jika tidak memukuli gadis ini.
"Saya jujur, Tuan. Untuk apa saya bohong. Kalau karena takut dipukuli Tuan, saya lebih takut dipukul sama malaikat," jawab Chifa sungguh-sungguh.
Alex menatap Chifa. Gadis ini tidak berdusta. Ia heran, mengapa Marvel tidak mempercayai ucapan gadis ini? Mengapa Marvel menyia-nyiakan pembantu yang sangat jujur ini? Apakah selama bekerja dengan Marvel, Marvel tidak pernah memperhatikan gadis ini sehingga tidak tahu bagaimana sifat Chifa? Sepertinya Marvel sangat bodoh. Pria itu lebih percaya pada Kayla dan apa yang ia lihat dari pada mencari tahu dulu kebenarannya. Pria itu juga enggan mendengarkan penjelasan orang lain.
Dulu ia pernah melihat Chifa sewaktu Chifa masih sekolah SMP di Jakarta. Saat itu ia sedang berkuliah dan tak sengaja menabrak Chifa yang sedang belanja di mini market. Mungkin Chifa lupa karena pertemuan itu sangatlah singkat. Namun tidak untuk dirinya. Dua hari setelahnya ayahnya mengirimkan foto Chifa dan ayahnya Chifa. Ayahnya bilang, keluarga mereka telah meminjam uang dan sampai sekarang belum bisa membayar. Ayahnya memintanya untuk mendatangi keluarga Chifa dan membuat suatu perjanjian. Jika sampai gadis itu lulus sekolah dan Ghazali masih tidak dapat membayar hutang, maka Chifa akan dibawa sampai Ghazali melunasi hutang-hutangnya. Namun hal itu tak sempat ia lakukan karena ia meneruskan kuliah ke Swiss.
Setelah berurusan di Swiss, ia kembali ke Indonesia. Dan tak lama kemudian ayahnya wafat. Ia pun mengambil alih semua aset dan urusan pekerjaan ayahnya. Dan ia ingat, ayahnya adalah seorang rentenir, ia harus meneruskannya juga secara diam-diam.
Setahun kemudian ia mendapatkan foto terbaru Chifa. Gadis itu telah tumbuh remaja, manis, dan menarik. Akan tetapi ia tidak tertarik sama sekali.
Sampai kemudian ia bertemu dengan Kayla, kenal, dan akhirnya mereka berpacaran. Sampai akhirnya Kayla mengadu bahwa ada pembantu mantan kekasihnya yang berani menamparnya, dan selalu mencari gara-gara. Kayla mengatakan gadis itu jahat dan gila. Kayla menunjukkan foto Chifa, dan kemudian sampailah pada detik ini. Dengan mengenal Chifa sejak dulu, itu memudahkan dirinya mengetahui sifat Chifa yang tak pernah berbohong.
"Permisi, ini pesanannya." Pramusaji membawa satu nampan besar berisi piring makanan yang menumpuk.
Alex mengangguk dan mempersilahkan pramusaji itu menyusun makanan di atas meja makan. Setelah pramusaji selesai menata makanan di atas meja, pramusaji tersebut meninggalkan meja Alex. Kemudian Alex dan Chifa makan dengan tenang.
* * * *
Di hotel, Kayla dan Marvel telah sampai di depan kamar mereka. Sebelum ke kamar masing-masing, Kayla menahan tangan Marvel. "Aku mau ngomong sesuatu," ucap Kayla.
Marvel membatalkan niatnya yang ingin langsung masuk ke dalam kamar. "Mau ngomong apa?"
Kayla masih memegangi tangan Marvel. "Soal pertunangan kita. Kapan?"
Marvel terkejut. Ia melupakan hal ini. Satu bulan yang lalu ia telah membahas pertunangan mereka dengan keluarganya dan juga dengan keluarga Kayla. Namun sungguh saat itu bukan keinginan dari hatinya sendiri. Ia mengatakan akan bertunangan karena Kayla terus mendesak. Dari pada setiap hari diganggu oleh perihal pertunangan, akhirnya ia mengiyakan keinginan Kayla. Dan sampai pada saat ini, ia melupakan hal tersebut.
"Soal itu kita bahas lain kali ya. Aku capek, mau istirahat dulu," balas Marvel beralasan.
Kayla langsung cemberut. "Kan, kamu selalu begitu. Kamu tuh sayang gak sih sama aku? Kalau udah gak cinta bilang, jangan kayak gini."
"Bukan begitu, La. Ak-"
"Udahlah, kalau kamu gak mau serius sama aku ya udah. Kita putus!" Kayla langsung berbalik ke arah kamarnya.
Marvel langsung menahan tangan Kayla dan menariknya. "E-eh La. Jangan gitu dong. Masa cuma karena itu kamu mau mutusin hubungan kita. Aku kan perlu-"
"Tuh kan. Masih aja alasan. Pokoknya kalau gak besok, kita putus!" Kayla memasang wajah sangar.
Marvel menghela nafas. "Oke-oke. Besok kita pulang ke Jakarta, terus langsung siapin semuanya. Ya?"
Kayla cemburu sambil menatap Marvel beberapa saat. Detik berikutnya Kayla tersenyum. "Oke. Tapi janji ya?"
Marvel mengangguk dan tersenyum juga. "Iya."
Tak jauh dari mereka, ada sebuah kamar yang pintunya terbuka sedikit. Seorang pria bertubuh tegap yang sejak tadi merekam interaksi keduanya secara diam-diam langsung mengirimkan video tersebut keseseorang. Setelah itu, pria bertubuh tegap itu kembali masuk ke dalam kamar.
Guys, untuk beberapa hari kedepan kayaknya aku gak bisa upload episode baru. Aku sakit guys. Tapi semoga aja besok udah mendingan. Mohon doanya ya😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Sablengku
Storie d'amore"Sableng-sableng gini hanya untuk dirimu, Tuan!" Chifa. Stres, gila, gendeng, sableng, adalah predikat yang diberikan oleh Marvel untuk Chifa. Seorang crazy rich bertemu dengan seorang crazy maid. Baru kali ini Marvel bertemu dengan pembantu yang me...