Awas saja

7.4K 619 25
                                    

Marvel menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Padahal jika sedang dalam suasana hati yang buruk, ia sering melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata untuk menyalurkan emosinya. Mungkin karena lelah sehingga ia hanya ingin santai sekarang.

"Tuan, nanti mampir di Inghomahet."

Marvel melirik pada Chifa yang duduk dengan sangat santai di sampingnya. Bukankah gadis itu seperti sedang memerintah sopir? Kurang ajar memang pembantu yang satu ini. Akan tetapi Marvel sedang malas banyak bicara.

"Tuan, tapi nanti Tuan yang bayar ya. Saya kan belum punya gaji," ucap Chifa lagi yang memang sejak tadi terus menerus berbicara.

Marvel diam saja. Kali ini ia tidak melirik sedikitpun. Saat ini ia hanya bisa berdoa semoga bi Sumi membatalkan cuti satu tahunnya. Jika gadis ini lama-lama berada di rumahnya, sepertinya kepalanya akan segera pecah.

"Tuan, malem-malem gini enaknya makan apa ya? Tuan mau makan apa? Bakso enak kali ya? Atau sate? Ah, tapi saya kan niatnya mau beli camilan, bukan makanan berat. Oh! Atau beli pred ciken." Chika mulai nyerocos.

"Fried chicken," ucap Marvel meluruskan pelafalan Chifa.

Chifa tertawa terbahak-bahak. "Ah, sama aja itu. Mau bilang begitu tapi gak sempet. Tapi ngomong-ngomong bahasa Inggris Tuan bagus. Tuan bisa bahasa Inggris dari mana? Pasti ikut les ya? Pas sekolah saya paling gak suka pelajaran bahasa Inggris. Eh, semuanya, saya gak suka belajar."

Marvel memilih diam. Jika ditimpali, maka mulut Chifa akan semakin gencar berbicara. Sekarang ia harus cepat-cepat sampai di tempat tujuan agar bisa cepat pulang.

Begitu sampai di depan Inghomahet, Marvel mematikan mesin mobil. "Cepet turun. Saya tunggu di sini."

Chifa menatap Marvel. "Tuan harus ikut dong. Kan Tuan yang bayarin."

Marvel menghela nafas. Iya lupa bahwa ia yang harus membayar. Akhirnya walaupun terpaksa, ia keluar dari mobil dan berjalan bersama Chifa memasuki Inghomahet.

Begitu masuk, tiba-tiba Marvel dikejutkan oleh tangan Chifa yang tiba-tiba melingkar di lengannya kemudian menghimpitkan diri. Marvel jelas langsung berusaha menjauh sambil melepaskan tangan Chifa. Akan tetapi tangan Chifa sangat erat memeluk lengannya. Tangan gadis itu seperti memiliki gembok. Kuat sekali.

"Apaan sih? Lepasin," bisik Marvel sambil terus berjalan.

"Dingin, Tuan," jawab Chifa sambil berbisik pula.

Karena tidak berhasil melepaskan diri, akhirnya Marvel pasrah dan mengikuti kemanapun Chifa membawanya.

"Banyak banget? Kamu mau ngabisin duit saya?" tanya Marvel saat melihat Chifa memborong coklat silverking (plesetan dari merk).

Chifa menyengir kuda. "Habisnya saya suka banget coklat, Tuan. Lagian duit Tuan gak mungkin habis kalau cuma beli coklat ini, kan? Kan Tuan Holang kaya. Bahkan kalau saya borong mobil Lamborghini pun duit Tuan gak akan habis."

Marvel menahan geram. "Kamu pikir nyari uang itu gampang? Lagian yang kaya itu ayah saya, bukan saya."

Chifa tersenyum lebar kemudian mencolek dagu Marvel hingga Marvel membelalakkan mata. "Alasan. Bikin gemes deh."

Setelah itu Chifa membeli beberapa minuman serta camilan yang asin. Chifa berbelanja sembari memeluk lengan Marvel tanpa melepaskannya walau hanya sebentar. Dan Chifa baru berhenti mengambil jajanan setelah dua keranjang belanjaan terisi penuh bahkan hampir tak tertampung. Mereka pun berjalan ke meja kasir.

"Ada yang lain, Kak?" tanya penjaga kasir.

"Gak ada lagi. Silahkan hitung," ucap Marvel sedikit ketus. Bisa-bisanya kasir itu bertanya 'ada yang lain' setelah melihat segunung belanjaan yang menyita meja kasir.

"Semuanya 752.400 rupiah ya, Kak."

Tanpa banyak bicara Marvel membayar semuanya kemudian berjalan meninggalkan Chifa yang kerepotan membawa kantung belanjaan.

"Tuan, Tunggu! Bantuin dong!" Chifa berlari-lari kecil mengejar Marvel yang memiliki langkah dua kali lipat lebih lebar.

Marvel tidak menghiraukan Chifa. Ia membuka pintu mobil kemudian masuk ke bangku kemudi. Setelah duduk ia melirik ke pintu yang akan dimasuki oleh Chifa. Gadis itu terlihat kesulitan membuka pintu. Dan hal tak terduga terjadi hingga membuat Marvel harus membulatkan matanya.

Chifa mengangkat kaki kanannya kemudian membuka pintu dengan kaki itu. Walaupun susah, tapi Chifa berhasil membuka pintu. Begitu pintu terbuka, Chika masuk sambil menyengir. "Hehehe, maaf ya Tuan. Mobilnya jadi kotor kena sendal jepit saya."

Marvel tersadar dari keterkejutannya kemudian menyalakan mesin mobil. Ia tidak habis pikir dengan gadis yang satu ini. Sungguh aneh dan sedikit ... luar biasa (anehnya).

* * * *

"Tuan, Teng kyu so mac ya."

Marvel menggaruk pangkal hidungnya. Memang tidak salah sih cara pengucapan 'thank you so much' nya, akan tetapi sangat medok sekali bahasa Indonesianya. "Udah bawa masuk sana." Marvel memasukkan mobil ke dalam garasi setelah Chifa sudah turun di depan teras.

Chifa berjalan masuk dengan kedua tangan yang penuh dengan kantung belanjaan. Sesampainya di ruang tengah, ia tidak melihat nyonyanya. Sepertinya nyonya sudah masuk ke dalam kamar dan tidur.

"Yah, nyonya udah tidur. Padahal mau aku kasih jajanan."

"Nyonya gak suka ngemil malem. Diet." Tiba-tiba Marvel datang dari belakangnya sambil menanggapi.

Chifa mengerucutkan bibirnya. Padahal ia sudah merencanakan akan menonton televisi bersama nyonya sambil menikmati camilan. Pasti sangat seru.

Marvel melirik Chifa sekilas kemudian berjalan menuju dapur untuk minum. Selesai minum ia berencana akan pergi ke kamar. Akan tetapi begitu keluar dari dapur, tiba-tiba seseorang menarik tangannya dengan kuat dan membawanya ke sofa ruang tengah. Dirinya didudukan paksa kemudian orang yang menariknya duduk di sampingnya tanpa ada jarak.

"Apaan sih?" ucap Marvel tidak suka. Ia bangkit akan tetapi Chifa menarik tangannya kuat hingga ia terduduk lagi.

"Temenin."

Marvel menepis tangan Chifa. "Heh, denger ya. Kamu jangan ngelunjak kalau dibaikin. Saya udah anter kamu belanja bahkan saya yang bayarin. Udah dikasih hati minta jantung."

Bukannya tersinggung, Chifa malah tersenyum lebar. Wajahnya tiba-tiba bersemangat. "Tuan ada hati ayam? Mau dong. Tapi saya gak suka jantung. Hatinya digoreng atau di tumis?"

Ingin rasanya Marvel menangis. Ia bingung harus marah atau menertawakan kebodohan Chifa. "Dasar gila." Kemudian Marvel bangkit lagi dan lagi-lagi Chifa menarik dirinya.

"Temenin, Tuan. Gak enak nonton tv sendirian," rengek Chifa seperti anak kecil.

"Saya capek, Chifa. Ini udah malem. Lebih baik kamu tidur. Saya capek, saya mau tidur." Marvel berdiri lagi.

"Tuan gak kasihan sama saya?" tanya Chifa berusa menahan Marvel yang mulai berjalan meninggalkan dirinya.

"Gak."

"Tuan gak pengen nonton tv sambil ngemil?" tanya Chifa lagi.

"Gak." Kini Marvel sedang menapaki anak tangga.

"Tuan gak sayang sama saya?" tanya Chifa.

Kali ini Marvel sempat berhenti sebentar. Pertanyaan Chifa aneh menurutnya. Untuk apa pula ia menyayangi gadis aneh itu. "Gak."

Chifa mengerucutkan bibirnya kemudian membiarkan Marvel naik ke lantai atas kemudian hilang dari pandangan.

Chifa mengambil remote televisi kemudian mengganti channel. Setelah meletakkan remote, ia mengambil coklat, membukanya bungkusnya kemudian melahapnya dengan kasar. Ia sebal dan merasa kesal karena Marvel tidak mau menemaninya.

"Awas aja. Besok bakal aku kerjain abis- abisan."

* * * *

Wah, kira-kira apa yang mau dilakuin sama si Chifa ya?

Pembantu SablengkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang