Malam ini Chifa tidak kunjung bisa terlelap. Entah apa sebabnya namun ia tidak kunjung tertidur walaupun matanya sudah sangat berat. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke ruang tengah. Mungkin dengan menonton televisi, kantuknya akan hilang. Jika sudah mengantuk sekali, barulah ia kembali ke tempat tidur.
Sret, sret, ia menyeret kakinya dengan malas sehingga sandalnya yang bergesekan dengan lantai dapur terdengar jelas. Baru akan membuka pintu dapur, ia menghentikan gerakkannya saat mendengar suara orang bicara di ruang tengah. Karena penasaran, ia menempelkan telinganya pada pintu.
"Besok aku gak bisa, Kay. Besok aku mau ke Yogyakarta untuk lihat proyek pembangunan hotel."
Tahu itu suara Marvel, Chifa pun membuka sedikit pintu dapur untuk mengintip. Dari celah pintu ia bisa melihat Marvel sedang jalan mondar-mandir di tengah-tengah ruangan dengan tangan terangkat ke telinga.
"Boleh. Kalau kamu mau ikut, nanti aku pesenin kamar hotel untuk kamu juga." Marvel terlihat tersenyum. "Seminggu. Hmm, memangnya kamu gak sibuk?" Kemudian terlihat Marvel tertawa kecil. "Bisa aja kamu ini."
Chifa mencebikkan bibirnya melihat Marvel tertawa malu seperti itu. Sungguh jijik melihat Marvel seperti ABG yang sedang kasmaran. Mungkin jika pria itu kasmaran padanya, ia akan senang. Tapi ini dengan nenek lampir itu, sampai matipun ia tidak akan ikut senang.
"Oke. Sampai ketemu besok. Besok siang aku jemput." Kemudian terlihat Marvel menurunkan ponsel dari telinganya kemudian mengantungi ponselnya ke saku celana.
Melihat Marvel sudah selesai, Chifa pun membuka pintu dapur dan kembali memasang wajah mengantuk. Dan terlihat Marvel menoleh ke arahnya dengan sedikit terkejut.
"Tuan kok belum tidur?" tanya Chifa sambil berjalan menuju sofa.
Marvel duduk di sofa yang jauh dari Chifa. "Belum ngantuk," jawabnya tanpa melihat lawan bicara.
Chifa mengerucutkan bibirnya. "Kok nonton film barat sih? Saya gak ngerti."
"Terserah saya," ucap Marvel tak peduli.
Karena tidak mungkin memaksakan untuk tidur, Chifa memilih diam dan ikut menonton film yang sama sekali tidak ia mengerti berbicara apa. Sedangkan Marvel yang memang sudah sangat paham bahasa Inggris sangat menikmati film yang ditayangkan. Bahkan Marvel tidak sadar bahwa Chifa sudah duduk disampingnya.
Chifa memandangi layar kaca dengan bosan. Tak tahu mengapa tiba-tiba kantuknya datang lagi dan kali ini ia benar-benar sudah tidak tahan dengan kantuknya. Akhirnya ia menyerah dan membiarkan matanya terpejam.
Satu jam kemudian, film yang ditayangkan sudah mencapai ending. Marvel menarik nafas setelahnya karena adegan perang diakhir film cukup menegangkan.
"Eh?" Marvel menoleh ke sampingnya. Di sana Chifa sudah terlelap dengan kepala yang bersandar pada sandaran tangan sofa.
Marvel melihat ke arah jam dinding. Ternyata hari sudah sangat larut. Tidak mungkin membiarkan Chifa tidur di ruang tamu dengan posisi yang sepertinya sangat tidak nyaman. Ya walaupun gadis yang satu ini sangat menyebalkan, akan tetapi ia juga memiliki peri kemanusiaan. Apalagi Chifa adalah seorang wanita.
"Hey, bangun. Pindah ke kamar sana." Marvel mengguncang lengan Chifa pelan.
Chifa tidak kunjung bangun. Jangankan bangun, bergerak saja tidak. Akhirnya Marvel terpaksa membopong Chifa untuk pindah ke kamar. "Dasar gadis satu ini. Udah gila, nyusahin lagi."
Sebenarnya Marvel tidak merasa begitu disulitkan. Berat badan Chifa sangat mudah untuk diangkat sehingga ia tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk membawa pembantunya ke kamar. Sesampainya di kamar Chifa, Marvel membaringkan gadis itu dengan hati-hati. Ya walaupun ia selalu kesal berada di dekat Chifa, tapi tidak berarti ia harus membantingkan Chifa juga. Kasihan, anak orang.
Saat ia menyelimuti Chifa, matanya memandang wajah gadis yang sudah 9 hari ini berada di rumahnya. Setelah diperhatikan, sebenarnya Chifa cantik juga. Tak hanya cantik, gadis ini juga manis dan imut. Ya setidaknya gadis ini masih terlihat cantik saat tidur seperti ini. Jika sudah bangun, wajah cantiknya akan sirna dengan kelakuan aneh dan gilanya.
Tiba-tiba pipi Marvel bersemu merah. Ia kembali ingat kejadian di mana Chifa mengintipnya mandi. Ah, rasa malu kembali menjalarinya. Ia pun memilih untuk segera menjauh dari Chifa. Setelah itu ia keluar dari kamar Chifa dan menutup pintu kamarnya.
* * * *
Siang ini Marvel sudah siap berangkat ke Yogyakarta. Koper bawaannya sudah dimasukkan ke dalam bagasi dan mobilnya pun sudah dipanaskan oleh sang sopir. Hari ini Marvel akan diantar sopir pribadi karena dia akan melakukan penerbangan dan tidak mungkin ia membawa mobil ke bandara sendiri.
"Tuan, mobilnya udah siap," pak Jamal masuk ke ruang tamu di mana Marvel sedang berpamitan pada Liana.
"Aku berangkat dulu, ya Mah," ucap Marvel sambil mencium tangan ibunya.
Liana tersenyum lebar. Senyumnya sangat ceria. Seharusnya ia tidak begitu senang karena Marvel mengatakan bahwa di sana Marvel akan satu hotel dengan Kayla. "Ya udah hati-hati ya. Awas, jaga diri baik-baik."
Marvel mengangguk. "Iya, Mah."
Setelah berpamitan, Marvel langsung beranjak pergi. Ia berjalan menghampiri mobilnya. Begitu membuka pintu ....
"Hai Tuan," sapa Chifa yang sedang duduk manis di kursi belakang.
Marvel mengerutkan kening. "Kamu ngapain di mobil saya? Turun!" tegas Marvel sambil membuka pintu lebar-lebar agar Chifa turun. Ia tidak memiliki waktu untuk meladeni kegilaan Chifa.
Chifa menggeleng. "Enggak. Saya disuruh nyonya ikut ke Yogyakarta untuk mantau Tuan dan Kayla. Jangan sampe si nenek lampir itu menggoda Tuan di sana."
Marvel menahan kelas. "Kamu tuh yang nenek lampir. Dan turun sekarang. Saya gak punya waktu."
Chifa malah tersenyum sombong kemudian melipat tangan di depan dada. "Cuma ada dua pilihan. Saya ikut, atau Nyonya gak akan ngizinin Tuan pergi sama Kayla."
Marvel menahan geram dengan mengepalkan tangan di depan wajahnya. Rasanya ia ingin mengacak-acak Chifa sekarang juga. Tapi apa boleh buat? Jika ibunya yang memerintahkan, sudah pasti tidak akan bisa diganggu gugat. Akhirnya Marvel memilih menutup pintu kemudian berjalan ke kursi paling depan. Tidak sudi ia duduk satu bangku dengan Chifa. Bisa-bisa ia cepat stress. Setelah Marvel selesai memakai seat belt, mobil Marvel pun berangkat meninggalkan rumah nya menuju rumah Kayla terlebih dahulu.
Selama perjalanan Marvel hanya diam saja saat Chifa terus berbicara tanpa henti. Chifa terus bertanya-tanya tentang tempat yang akan mereka tuju, yakni Yogyakarta. Karena Marvel tidak mau menanggapi, akhirnya Chifa mengajak pak Jamal untuk berbicara. Untung saja pak Jamal mau melayani kecerewetan Chifa, sehingga Marvel tidak perlu dipaksa untuk menanggapi pembantunya.
Satu jam kemudian, mobil yang dinaiki oleh Marvel dan Chifa berhenti di depan gerbang tinggi. Di balik gerbang tersebut berdiri bangunan yang sangat megah dan mewah bak istana. Chifa tahu rumah yang bak istana ini adalah rumah Kayla karena tadi Marvel mengatakan pada pak Jamal untuk menjemput nenek lampir itu. Dan sekarang ia baru benar-benar percaya bahwa ayah Kayla adalah pengusaha penambang emas.
Tak lama setelah mobil mereka berhenti, gerbang tinggi itu pun terbuka lebar. Dari balik gerbang tersebut terlihat seorang gadis cantik berpakaian mini dress sedang tersenyum ke arah mobil mereka dan di samping kanan kiri gadis itu berdiri pelayan wanita yang membawa koper.
Chifa tertawa terbahak-bahak melihat dua koper yang akan dibawa oleh Kayla. "Buset! Dia mau pindahan kali."
Dari kursi depan, Marvel menatap tajam ke arah Chifa.
Sedang saling tatap, pintu belakang terbuka. "Hai Mar ... Vel! Kok ada pembantu menjijikkan ini?!"
Dengan sombongnya Chifa mengangkat wajah kemudian mengangkat kedua alisnya berkali-kali. Ia tersenyum sinis dan penuh kemenangan secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Sablengku
Romans"Sableng-sableng gini hanya untuk dirimu, Tuan!" Chifa. Stres, gila, gendeng, sableng, adalah predikat yang diberikan oleh Marvel untuk Chifa. Seorang crazy rich bertemu dengan seorang crazy maid. Baru kali ini Marvel bertemu dengan pembantu yang me...