Ternyata Benar

5.8K 527 36
                                    


Hai! Akhirnya aku balik lagi. Alhamdulillah aku udah sedikit membaik. Sambil nunggu pulih, aku menyempatkan diri untuk menulis karena aku udah kangen komen dan bertegur sapa sama kalian😁🥰😘. Yuk ah lanjut ceritannya.


* * * *

Chifa dan Alex telah selesai makan malam. Sebenarnya Chifa ingin duduk sebentar di sana karena perutnya masih sangat penuh sehingga rasanya berat sekali untuk dipakai jalan. Akan tetapi Alex memerintahkan dengan tegas untuk cepat pulang ke hotel. Dan entah mengapa pula Alex terlihat sedang marah dan terlihat sangat sangar. Sejak pria itu membuka sebuah pesan, raut wajah pria itu langsung berubah.

Sesampainya di hotel, mereka langsung menjurus ke kamar masing-masing. Chifa langsung masuk ke dalam kamar karena tidak ingin terkena amukan dari seorang Alex yang sedang dalam mode menunjukkan taring tajam.

Berbeda dengan Chifa, Alex tidak langsung masuk ke dalam kamar. Alex berjalan ke depan kamarnya dan mengetuk pintu kamar tersebut. Dan tak butuh waktu lama, sang empu penyewa kamar membukakan pintu dengan wajah yang ditekut.

"Dari mana aja kamu? Kok baru pulang? Jangan bilang kamu abis makan malem sama si pembantu stress itu?"

Kayla tidak tahu bahwa Alex sedang marah besar. Alex yang sedang marah, disambut dengan omelan dan wajah ditekuk begitu menjadi semakin marah. Alex menatap tajam pada Kayla.

Kayla mengerutkan kening melihat ekspresi Alex kali ini. Baru kali ini Alex menatapnya dengan tatapan seperti itu. "Kamu kenapa? Marah aku ngomong begitu? Seharusnya aku yang marah karena kamu jalan-jalan dulu sama Chifa." Kayla melipat tangan di dada. "Aku heran ya. Perempuan itu pake jampi-jampi apa sih? Bisa-bisanya kamu bawa dia makan dulu. Dulu Marvel juga begitu. Bawa-bawa dia ke Yogyakarta, beliin baju, traktir makan. Kamu tuh sama kayak Marvel, nyebelin da-"

Tiba-tiba Alex mencekik leher Kayla hingga Kayla terkejut dan membelalak tak percaya. "A-a-alex? Kamu kenapa? I-ini sakit. Lepasin."

"Masih mau ngomong lagi?" Alex sudah benar-benar berada di emosi yang paling tinggi.

Kayla menggeleng. Air matanya mulai bergenang dimatanya.

Alex pun melepaskan cekikannya karena ia memang tidak berniat membunuh orang hari ini. Walaupun sudah melepaskan leher Kayla, namun Alex tidak melepaskan gadis dihadapannya begitu saja. Kini Alex berpindah mencengkram rahang Kayla dengan sangat kuat.

"Lex, apa-apaan sih kamu ini? Ini sakit. Aku bisa aja teriak minta tolong ke Marvel kalau kamu gak mau lepasin aku." Akhirnya Kayla mengancam.

Alex malah terkekeh. "Kamu pikir aku takut sama dia? Ayo teriak kalau begitu." Alex semakin menguatkan cengkramannya. "Tapi aku yakin kamu gak akan lakuin itu karena takut laki-laki yang kamu paksa tunangan itu tahu siapa kamu sebenarnya."

Seketika Kayla terkejut. Dari mana Alex tahu bahwa dirinya memaksa Marvel untuk bertunangan segera.

"Kamu bilang kamu cinta aku. Kamu bilang, kamu mau balik sama dia cuma untuk balasin rasa sakit hati kamu yang dulu ditinggal dia begitu aja kuliah ke luar negeri. Tapi apa? Ternyata di sini aku yang cuma pelampiasan kamu karena Marvel gak mau menyentuh kamu. Aku cuma dipake sebagai ATM berjalan, aku dipake untuk melindungi kamu dan belain kamu. Ternyata hati kamu memang untuk Marvel." Alex berbicara panjang lebar mengeluarkan seluruh kekecewaannya pada Kayla.

Kayla menggeleng. "Enggak, Lex. Aku cinta sama kamu. Kan aku udah bilang kalau kita mau tunangan. Sebentar lagi aku mau mutusin Marvel. Bukan aku yang ngajak dan maksa dia, tapi dia yang maksa aku, Lex."

"Bullshit!" Bentakkan Alex menggema disepanjang lorong.

"Kamu itu pengarang cerita terbaik, La. Kamu pikir aku ngomong asal-asalan? Aku punya bukti bahkan video yang merekam jelas semua percakapan kamu dan Marvel tadi. Kamu pikir aku orang bodoh? Kamu bilang selama ini Marvel yang selalu gak mau dan gak terima kamu putusin makanya kamu kesusahan mutusin dia. Tapi apa? Kamu yang jelas-jelas ngancem putus supaya dia mau tunangan sama kamu. Aku lihat sendiri kalau Marvel jelas-jelas berat mau tunangan sama kamu. Dan kamu juga sering bohong tentang Chifa. Kamu bilang dia jahat, licik, kasar, dan selalu ngusik kamu. Tapi nyatanya dia baik, selalu jujur, ceria, sabar, dan perhatian. Kamu buat aku nyiksa orang yang gak salah apa-apa. Sebenarnya yang jahat itu kamu."

Merasa dibanding-bandingkan dengan Chifa, emosi Kayla mulai meninggi. Dengan kasar ia menepis tangan Alex. "Kamu banding-bandingin aku sama perempuan rendahan itu?!"

Alex tersenyum sinis. "Lihat, betapa lihainya lidah kamu menghina orang."

Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipi Alex.

"Aku gak suka dibandingin sama dia! Kamu kenapa sih jadi bela dia? Apa otak kamu udah dicuci sama dia? Apa kamu mulai suka sama dia karena tiap hari diurus sama dia?"

Alex mengusap pipinya yang terasa panas. Ternyata inilah yang dirasakan oleh Chifa setiap kali dirinya menampar Chifa. Terasa direndahkan dan dihina. Sakit dan panas. Namun tamparan yang ia terima dari Kayla tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tamparannya pada Chifa. Tenaganya sangat kuat. Sekali tampar, tak jarang sudut bibir Chifa langsung berdarah. Kini terbayang wajah Chifa yang ketakutan sambil menangis tersedu-sedu saat ditampar oleh dirinya.

Setelah bayangan Chifa pergi, Alex kembali fokus pada Kayla. "Jangan alihkan topik utama, La. Kamu mengalihkan topik untuk nuduh aku supaya kesalahan kamu tadi terlupakan, kan? Itu akalan otakmu. Sekarang aku tanya. Kamu pilih Marvel atau aku?"

Kayla yang tadi emosi langsung terkejut. Apa maksud dari ucapan Alex? Apakah Alex akan memutuskan dirinya jika ia memilih Marvel? Atau sebaliknya, jika ia memilih Alex, berarti ia harus memutuskan Marvel? Tidak, ia tidak ingin kehilangan keduanya. Ia menyayangi keduanya dan keduanya memiliki fungsi yang berbeda yang sangat menguntungkan dirinya.

"Kok ngomong gitu? Aku gak-"

"Jawab! Pilih aku atau Marvel? Atau kamu gak mau pilih? Kamu egois? Atau kamu gak mau kehilangan Marvel karena sekarang yang lagi punya nama besar adalah Marvel? Kamu serakah, La. Kamu licik," ucap Alex memotong ucapan Kayla tadi.

"Lex, jangan gini dong. Aku cinta sama kamu. Aku cinta banget, Lex." Kayla mulai memegang tangan Alex seolah-olah takut Alex pergi dan tak akan kembali.

Alex tersenyum miring. "Cukup semuanya, La. Aku sekarang sadar kalau selama ini aku udah dibodohi sama kamu."

Kayla menggeleng. "Alex. Maafin aku ya. Aku janji gak akan minta tunangan sama Marvel, aku bakal batalin. Kalau kamu mau aku tunangan sama kamu, aku bisa kok. Sekarang juga gak apa-apa, kok."

Alex menepis tangan Kayla. "Aku mau akhiri semua ini bukan karena kamu mau tunangan sama Marvel, tapi karena kebohongan kamu. Kamu tahu aku paling gak suka sama orang yang berbohong. Kamu gak cuma bohongin aku, tapi kamu juga licik.

"Alex aku ga-"

Ucapan Kayla terhenti saat pintu kamar Chifa terbuka. Alex dan Kayla menoleh disaat yang bersamaan. Chifa sendiri terlihat bingung. Ditatap seperti itu oleh Kayla dan Alex membuat dirinya bingung sendiri.

"Chifa, masuk kamar." Alex memerintahkan dengan tegas.

"Tapi saya-"

Tiba-tiba Kayla berjalan cepat menghampiri Chifa dan menjambak rambut Chifa lalu menamparnya. "Gara-gara kamu Alex berubah! Semuanya gara-gara kamu!"

"Aw! Sakit nenek lampir!" Chifa tidak kuat menahan sakit karena lebam yang kemarin saja belum sembuh dan sekarang sudah ditambah lagi.

"Kayla! Apa-apaan kamu!" Alex melepaskan Chifa dari Kayla lalu menyembunyikan Chifa dibalik badannya yang tegap dan menjulang tinggi. "Udah gila kamu ya!"

"Kamu bela dia? Kamu inget dia siapa? Dia itu cuma budak tebusan, Lex. Dia manusia rendahan. Ngapain kamu bela?" Kayla tak terima karena Alex terlihat melindungi Chifa.

"Ternyata bener kamu rentenir, Alex."

Alex, Kayla, dan Chifa yang bersembunyi di balik tubuh Alex menoleh bersamaan ke arah kamar Marvel. Di sana Marvel berdiri sambil menatap tajam pada Alex.

Pembantu SablengkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang