Ayah!!!

4.8K 353 11
                                    

Melihat kakak sepupu dan kakak sepupu iparnya begitu romantis, Laila tersenyum bahagia. Ia mengenal Chifa sejak kecil, tinggal bertetangga sebelum akhirnya ia ikut bersama kakak kandung laki-lakinya tinggal di desa tetangga. Dari dulu ia tahu Chifa tidak pernah mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Dan sekarang, Chifa telah mendapatkan kesempurnaan kebahagiaan yang selama ini diimpakan.

Laila mengedarkan pandangan dan tak sengaja matanya itu menangkap sosok gadis yang sejak pertama kali bertemu sudah mencari masalah dengan dirinya. Iseng ia pun menghampiri gadis itu.

"Lihat, kak Marvel tuh bahagia sama mbak Chifa, kamu jangan ganggu mereka," ucap Laila yang berhasil mendapatkan perhatian gadis itu.

Claudya memutar bola matanya. "Oke. Aku akui kak Marvel bahagia sama kak Chifa. Tapi, kalau kak Chifa nyakitin kak Marvel, aku gak akan ngampunin kak Chifa."

Laila terkekeh. "Yang ada kak Marvel yang kemungkinan nyakitin kak Chifa. Dulu aja kak Marvel udah bikin kak Chifa sakit hati. Bisa jadi terulang lagi, kan?" Ternyata Laila ini gemar memancing emosi orang.

Claudya yang tadinya berdiri santai kini berdiri tegak. "Heh! Kak Marvel gak sejahat itu.  Kamu jangan sok tahu. Setiap orang bisa berubah. Justru dengan kesalahan pertama, orang gak mungkin ngelakuin kesalahan kedua." Beruntung mereka berdiri diujung, sehingga sedikit kemungkinan orang mendengar percakapan mereka.

Laila terkekeh lagi. "Bagi orang yang nyadar. Dan kayaknya kamu gak nyadar diri."

Maksud Laila adalah menyinggung Claudya. Seharunya gadis itu belajar dari kesalahan pertamanya yaitu mencari ribut dengan Chifa. Apakah gadis itu tidak melihat apa yang beberapa waktu lalu ia lakukan pada Alex? Jika Claudya macam-macam, ia tidak akan segan-segan melakukan hal yang sama.

Claudya maju selangkah. Ia paling pantang dipancing emosinya. "Maksudnya apa?"

Laila hanya menggedikkan bahu. "Gak ada maksud."

Baru saja Claudya hendak menarik rambut Laila, sebuah tangan lebih dulu mencekal tangannya dan mencengkram dengan begitu erat.

"Aw!" ringisannya merasa kesakitan. Saat mengangkat kepala, ternyata orang yang menahannya adalah Farez.

Laki-laki ini lagi. Kenapa sih harus ada dia?

"Orang cerdas dan berkelas gak pernah buat keributan," ucap Farez dingin kemudian menghempas tangan Claudya.

Claudya menatap tajam pada Farez. Baru saja laki-laki itu menyindir dirinya tak cerdas dan tak berkelas karena hampir saja membuat keributan. "Huh, enak ya, ada yang belain. Lagian wajar sih. Rakyat jelata pasti selalu cari dukungan."

Lagi-lagi Farez tidak pernah membalas ucapan Claudya. Hal itu justru membuat Claudya semakin kesal. Ia merasa menjadi monyet yang terus ribut. "Kenapa gak balas? Gak bisa ngelawan orang kaya ya? Huh kasihannya. Aku-"

"Claudya, sopan sedikit."

Teguran itu berasal dari belakangnya. Claudya pun menoleh dan mendapati Alvian tengah memandangnya tajam. Dibanding dengan Marvel, ia lebih takut pada Alvian. Alvian lebih tegas dan seringkali menegur dirinya jikalau ia salah.

"Siapa yang ngajarin kamu sombong dan ngerendahin orang begitu? Keluarga Willson gak pernah ngajarin kesombongan. Kamu baru kaya karena harta orang tua aja udah sombong," tambah Alvian. Sejak dulu ia memang kurang menyukai sifat sombong Claudya.

Anak kaya yang menikmati harta orang tua memang begitu, rata-rata sombong dan tak tahu diri. Hanya sedikit orang yang sadar bahwa itu adalah 'harta orang tua' bukan harta miliknya sendiri. Jikalau sudah tahu rasanya mencari uang itu susah, mungkin gadis ini tidak akan sesombong ini.

Pembantu SablengkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang