"Apa bener itu, Chifa?" tanya Eddy tegas.Chifa mengangguk ringan. Ia mengakui ia salah, tapi ekspresi dan tingkahnya seperti orang tanpa dosa. "Bener, Tuan. Maaf, saya cuma mau balas dendam aja. Soalnya tadi malem kan saya minta ditemenin nonton tv, tapi Tuan Marvel malah nolak. Ya udah, saya kasih pelajaran."
Liana memijat keningnya. Bagaimana ia menghadapi Chifa? Gadis ini berkata seolah apa yang gadis itu lakukan adalah hal yang sangat lumrah dilakukan saat jahil. Seharusnya gadis itu berpikir, bagaimanapun Marvel adalah pria normal, dan dia juga normal. Bagaimana jika terjadi sesuatu? Atau jangan-jangan gadis ini tidak normal?
"Lihatkan, Pah, Mah. Dia tuh gak bisa dibilangin. Udahlah pecat aja pembantu stress kayak gini," ucap Marvel yang sudah sangat kesal.
Chifa menatap Marvel karena ucapan pria itu. Ia tidak ingin dipecat. Tanpa disangka oleh siapapun, Chifa langsung bersimpuh di kaki Marvel dan memeluk kaki pria itu. "Tuan, jangan pecat saya. Saya mohon. Kalau saya dipecat, siapa yang bayarin hutang orang tua saya di kampung? Saya kerja di sini kan baru dua hari, pasti masih banyak lakuin kesalahan. Tolong maafin saya ya, Tuan. Kalau saya dipecat, terus orang tua saya gak bisa bayar hutang, nanti saya diambil sama rentenir itu."
Bukannya risih dengan perlakuan Chifa, Marvel malah melipat tangan di depan dada seolah-olah ia merasa puas melihat Chifa bersimpuh seperti itu. "Kamu pikir saya percaya sama cerita khayalan yang sering mamah saya baca di novel? Gak, kamu tetep saya pecat."
Chifa menggeleng. "Jangan Tuan! Huaaa! Tolong! Tolong! Tolong saya!"
Liana, Eddy dan Marvel langsung panik. Chifa berteriak-teriak seolah-olah sedang diapa-apakan. Bagaimana jika tetangga mendengar. Ya memang rumah mereka dengan tetangga berjarak cukup jauh, tapi dengan teriakan seperti ratu hutan rimba itu bisa membuat satu komplek mendengar.
Liana berjongkok untuk membangunkan Chifa. "I-i-iya, Chifa. Kamu gak akan dipecat. Tenang ya, Sayang."
Tangis Chifa langsung mereda. Chifa berdiri kemudian tersenyum lebar. "Nah, gitu dong. Kan enak. Hehehe. Makasih banyak ya, Nya, Tuan. Maaf saya salah."
Eddy dan Marvel langsung menepuk jidat secara bersamaan. Kini baru Eddy sadari bahwa yang dikatakan oleh Marvel benar. Chifa memang rada-rada.
Eddy menarik nafas kemudian berbicara. "Ya udah sana lanjut kerja. Dan jangan diulangi lagi ya."
Chifa mengangguk semangat dan tersenyum lebar. Ia langsung memberi hormat. "Siap, Tuan."
Marvel memutar bola matanya. Gagal sudah ia memecat Chifa. Gadis gila ini ternyata sulit diusir. Mungkin sudah nasib sial dirinya. Karena tidak mau berlama-lama satu ruangan dengan gadis gila ini, Marvel memutuskan untuk pergi kembali ke kamar.
* * * *
Untuk menebus rasa bersalahnya atas kejadian beberapa hari yang lalu, seminggu ini Chifa bekerja lebih giat dan lebih cepat. Pagi-pagi sudah selesai mencuci dan lainnya. Namun gadis yang bernama Chifa ini masih tetap sama. Tidak henti-hentinya mengganggu Marvel.
Sejak kejadian itu Chifa selalu datang membawakan makan siang ke kantor LR Sky. Tak jarang pula ia sering cekcok dengan Kayla yang hampir tiap hari pula mengunjungi Marvel. Dan sepulang dari kantor, Chifa akan menceritakan semua kejadian yang ia alami selama berada di kantor LR Sky.
Sama seperti hari ini, Chifa pulang sendiri menggunakan taksi. Wajahnya ditekuk karena sedang kesal. Sesampainya di rumah ia masuk ke dapur untuk meletakkan rantang di atas meja.
"Gak dimakan lagi?" tanya Liana yang entah sejak kapan sudah berada di dapur.
Chifa mengangguk sambil mengerucutkan bibir. "Masakan saya gak enak ya, Nya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Sablengku
Roman d'amour"Sableng-sableng gini hanya untuk dirimu, Tuan!" Chifa. Stres, gila, gendeng, sableng, adalah predikat yang diberikan oleh Marvel untuk Chifa. Seorang crazy rich bertemu dengan seorang crazy maid. Baru kali ini Marvel bertemu dengan pembantu yang me...