Alex Tak Terima

4.4K 400 26
                                    


"Gimana? Kamu seneng?" tanya Marvel yang sedang duduk santai di sofa kamar.

Mereka sampai di rumah ketika matahari sudah terbenam. Mereka langsung mandi dan langsung makan malam. Selesai makan malam, mereka berdua langsung masuk ke dalam kamar karena merasa lelah. Kini Marvel sedang membaca koran, sedangkan Chifa sedang merapikan tempat tidur.

"Seneng Tuan, seneng banget. Sebentar lagi saya pakai baju mahal. Bapak pasti bangga," jawab Chifa dengan sangat semangat.

Marvel hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Bapak gak bangga kamu pakai baju mahal, saya yakin itu. Bapak bukan orang tua yang pengen anaknya bergelimang harta. Yang penting untuk bapak, kamu bisa jadi istri yang baik, menantu yang baik, jadi ibu yang baik, dan bahagia. Itu yang buat bapak bangga dan bahagia."

Chifa terkekeh geli hingga membuat Marvel memandangnya heran. "Kok saya jadi ngerasa malah Tuan yang jadi bapak saya. Tuan ngomongnya kayak bapak-bapak yang lagi nasehatin anaknya."

"Saya udah dewasa, sebentar lagi punya anak. Ya jelas saya merasa itulah yang diinginkan setiap ayah. Kalau kamu udah jadi ibu, pasti bakal ngerti apa yang saya omongin tadi."

Mendengar penuturan Marvel, tiba-tiba wajah Chifa berubah sedih. Gadis itu berhenti merapikan seprai dan malah termenung sambil berdiri. Hal itu membuat Marvel heran lagi. "Kenapa lagi? Kamu gak mau punya anak?"

Chifa menggeleng kemudian duduk di tepi ranjang. Matanya tiba-tiba berkaca-kaca. "Seandainya ibu saya masih hidup, pasti ibu seneng banget lihat saya udah jadi istri orang. Ibu pasti seneng kalau nanti saya punya anak. Tapi nyatanya, bahkan ibu gak nyaksiin pernikahan saya. Bahkan ibu gak menyaksikan saya tumbuh dewasa. Saya kuat hanya untuk ibu, saya bertahan hanya untuk ibu dan bapak, saya selalu tersenyum hanya untuk memenuhi permintaan terakhirnya. Seandainya ibu gak berpesan gitu, mungkin saya gak akan jadi saya yang sekarang."

Chifa menunduk, otomatis air mata yang sejak tadi tergenang di mata langsung jatuh membasahi kasur. "Kelakuan saya selama ini yang selalu ceria dan menganggap semuanya gak berpengaruh apa-apa untuk saya, sebenarnya itu cuma menutupi hati saya yang sebenarnya. Saya sebenarnya rapuh, saya mudah sedih, saya mudah sakit hati, tapi saya tutupi semuanya karena pesan ibu saya, saya harus selalu bahagia."

Marvel meletakkan koran di atas meja lalu datang menghampiri Chifa. Marvel duduk di samping istrinya kemudian memeluk tubuh istrinya. "Kamu memang selalu tegar Chifa. Tapi kamu salah. Bahagia itu bukan dinilai dari luar. Kalau diluar terlihat ceria dan selalu tersenyum, tapi hatinya nangis, itu bukan bahagia. Itu namanya sandiwara."

Marvel mengusap kepala Chifa. "Mungkin dulu kamu belum ngerasain bahagia yang sesungguhnya. Tapi sekarang, saya janji, saya akan berusaha buat kamu bahagia selamanya. Saya akan bantu kamu memenuhi permintaan terakhir ibu."

Chifa menengadah dengan air mata yang terus turun. Mendengar kata-kata Marvel bukan meredakan tangisnya. Namun tangis tadi telah berganti dengan tangis terharu. "Makasih Tuan Sayang. Saya yakin Tuan bakal nepatin janji. Dan bukan cuma Tuan aja, saya juga bakal berusaha buat Tuan bahagia." Chifa pun membalas pelukan Marvel.

Marvel membalas Chifa dengan senyuman. Ia mengusap air mata Chifa kemudian kembali memeluk Chifa.

* * * *

Seminggu telah berlalu. Persiapan pernikahan sudah dimulai. Kartu undangan sudah disebar. Yang paling diutamakan oleh Marvel adalah keluarga dan rekan bisnis yang ada di Inggris. Dan untuk Alex, Marvel menitipkannya pada Dino yang kebetulan datang ke Jakarta untuk menyelesaikan pekerjaan.

Kini, sepanjang perjalanan Dino hanya memandangi kartu undangan yang didesain dengan sangat elegan. Apakah benar ia harus memberikan undangan ini pada Alex? Apa yang akan terjadi jika ia benar-benar memberikan undangan pernikahan ini? Ia sudah tahu Alex menyukai Chifa. Ia khawatir Alex akan membuat keributan di hari pernikahan Marvel dan Chifa.

Tapi kalau gak aku kasih, Tuan bisa ngamuk ke aku. Aduh ... Gimana ini?

Dino sampai dibuat bingung. Sebentar lagi ia sampai di rumah Alex. Ia semakin bingung, ia belum membuat keputusan. Pada akhirnya ia memutuskan untuk memberikan undangan itu pada Alex. Urusan Alex mengamuk bisa diurus nanti.

Sopir Dino memarkirkan mobil di depan rumah Alex. Dino turun dengan undangan yang ia bawa. Sebelum berjalan, ia menarik nafas dalam. Rasa deg-degan yang ia rasakan melebihi saat pertama kali ia melamar pekerjaan pada Alex. Kali ini mungkin antara hidup dan mati. Setelah ia sudah memantapkan jiwa dan raga, ia pun masuk ke dalam rumah.

Begitu sampai di ruang tengah, ia bertemu dengan bi Tia yang sedang merapikan meja televisi. Ia pun bertanya, "Bi, Tuan Alex di mana?"

Bi Tia menoleh dan tersenyum begitu melihat Dino yang baik hati. "Oh, Tuan lagi ada di ruang kerja."

Dino mengangguk dan langsung pergi ke ruang kerja Alex. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu ruangan Alex.

"Masuk." Terdengar suara Alex tegas.

Dino pun membuka pintu dan langsung masuk.

Tahu yang datang bukan bi Tia, Alex langsung menoleh. "Dino? Cepat sekali kamu kembali?"

Dino langsung duduk di depan meja kerja Alex, berhadapan dengan tuannya. "Pekerjaan di sana sudah selesai, Tuan." Jantung Dino mulai berdetak dengan sangat kencang.

Alex mengangguk. "Bagus. Kerjamu memang bisa diandalkan. Lalu bagaimana dengan perintahku yang lain? Apakah kamu sudah tahu ada hubungan apa antara Marvel dan Chifa?"

Dino meneguk ludah. Sekarang matanya bertatapan dengan mata elang Alex. "Ehkm, ini Tuan. Alasan saya pulang lebih cepat ada hubungannya dengan yang Anda tanyakan."

Alis Alex berkerut. Ia tidak suka berbelit-belit.

Dino mengeluarkan kartu undangan dari balik jasnya kemudian meletakkan undangan itu di meja, tepat di depan Alex. "Itu kartu undangan pernikahan."

Alex yang awalnya masih terlihat santai kini malah semakin menatap Dino tajam. "Apa maksudmu? Bicara yang jelas!" tegas Alex. Sebenarnya Alex sudah tahu apa maksud Dino yang hanya mengatakan itu undangan pernikahan. Ia hanya tidak ingin mempercayai hal tersebut.

"Itu undangan pernikahan pak Marvel dan Chifa. Pernikahan akan diselenggarakan Minggu depan," ucap Dino dengan jelas.

Alex mengambil kertas undangan dan membacanya. Tertera jelas nama Chifa Nurifa di sana. Ia tidak menyangka ia sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk meraih Chifa. Padahal baru saja ia menyadari bahwa ia ingin bersama Chifa. Tapi mengapa gadis itu sudah jatuh ke pelukan Marvel. Apakah Marvel sengaja menikahi Chifa karena ingin mengalahkan dirinya lagi.

Alex meremas undangan hingga menjadi gumpalan kertas tak berguna. Padahal kertas yang digunakan untuk undangan tersebut bukanlah kertas biasa. Ada pita emas di sana. "Tidak! Aku tidak mungkin kalah untuk yang kedua kalinya. Dulu Kayla lebih mencintai Marvel, dan sekarang Chifa akan menjadi istri pria itu! Itu tidak akan aku biarkan!"

Alex menggebrak meja kemudian meninggalkan ruang kerjanya. Dino hanya menghela nafas. Masih untung leher dan wajahnya terselamatkan dari cekikan dan pukulan tuannya.

Pembantu SablengkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang