11/12 S2

45 7 1
                                    

Ethan mengelus pundak Adela setelah Adela duduk ketempatnya semula. Ia sudah menyelesaikan presentasinya dan hasilnya seperti yang ia perkirakan, BERANTAKAN.

Adela balas menatap Ethan dan staf-staf lainnya kalau ia baik-baik saja. Toh ini baru rapat pertama, dan menurutnya memang ini adalah kesalahannya sendiri.

"Presentasi kalian tidak ada yang bisa buat saya tertarik. Ada banyak cerita-cerita yang menarik tapi kenapa strategi pemasarannya itu-itu aja. Kamu juga devisi marketing, harusnya kamu itu sudah tahu banyak tentang stretegi pemasaran."

"Maaf pak." Ucap Adela.

"Maaf pak, Adela gak bisa disalahkan begitu aja pak, kita baru bergabung disini baru dua minggu dan sulit bagi dia untuk tahu mengenai persoalan pemasaran yang mana sangat berbeda jauh dengan perusahaan sebelumnya. Maaf pak kalau saya lancang."

"Memang sudah terlihat lancang."

Ethan mengatupkan rapat-rapat mulutnya. Adela melirik Ethan dan memberi isyarat supaya jangan menyela lagi.

"Saya gak perduli kalian baru gabung disini, tapi saya mau kalian harus produktif lagi untuk mencapai target pemasaran yang lebih baik."

"Pak Fikar apa ada lagi yang mau disampaikan?" Tanya Devan tapi Fikar menggeleng pertanda rapat sudah selesai.

Semuanya sudah berjalan keluar dari ruang rapat. Kini tinggal Fikar dan Devan yang ada didalam. Sedikit cerita, Devan tak tahu sama sekali kalau Fikar yang selama ini menanam saham pada perusahaanya. Devan tahunya dari orang-orang kalau dia adalah orang yang punya perusahaan sukses yang ada dibelanda. Setahunya CEO perusahaan yang menanamkan saham besar padanya adalah namanya Vier. Waktu pertama kali bertemu, Devan begitu kaget dengan pengakuan Fikar yang mengatakan kalau dialah penanam saham itu. Fikar juga menyalahkan Devan atas kelalaiannya membaca profil dirinya.

"Lo gak bisa seenaknya sama karyawan gue."

Fikar menarik sudut bibirnya."Terus lo mau gue rugi karena ketidakbecusan lo dalam memimpin perusahaan lo ini?"

Devan mengepalkan tangannya. "Ini diluar kendali gue, orang kepercayaan gue untuk handle perusahaan ini ternyata korupsi, Jadi gue baru rekrut mereka dari perusaahan gue yang lain karena gue tahu mereka bisa."

"Makanya jangan cuma fokus sama satu perusahaan lo aja." Cemoohannya semakin buat Devan geram dengan sikap Fikar. 

"Tapi lo gak bisa gitu aja nyuruh mereka dalam dua bulan ini buat kembaliin omset seperti semula. Itu mustahil Fikar."

Berusaha bersikap waras pada teman sekolahnya dulu Devan tak mau emosi disaat seperti ini. Fikar itu sudah berubah bahkan Fikar bisa ditahap sukses di usianya yang masih muda.

"Gue gak perduli ya, lo mikir deh. Setiap bulan orang kepercayaan lo itu minta duit buat keperluan ini itu dan itu semua sudah terjadi hampir dua tahun ini. Tapi apa,? Hasilnya Nol!"

Fikar berdecih sinis. Sebenarnya perusahaan Devan ini jauh dari kata berantakan. Fikar dengar dari orang suruhannya katanya tak ada lagi penulis yang ingin menerbitkan bukunya di perusahaan ini. Royaltinya yang diberikan perusahaan tidak seperti perusahaan lain dan juga royaltinya tidak diinginkan penulis. Perusahaan ini mau dapat untung banyak tapi malah merugikan si pemilik cerita. Hancur sudah.

"Lo ngapain aja sih selama ini. Perusahaan di ambang hancur, tapi gak tahu juga."

Devan tak membalas lagi. Melihat keterdiaman Devan, Fikar lantas berdiri dari duduknya. Memperbaiki jasnya dan mulai melangkah tanpa pamit.

"Gue tahu sekarang."

Fikar berhenti saat ia baru memegang handel pintu. Ia menghadap pada Devan dimana laki-laki itu sudah ikut berdiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

11/12Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang