Adela bangun dari tidurnya. Ia baru sadar,dirinya masih memakai seragam sekolah dan sama sekali belum menggantinya karena langsung tertidur setelah pertengkaran pulang sekolah tadi.
Adela bergegas memasuki kamar mandi dan berencana ingin keluar mencari makan karena perutnya sudah berdemo meminta makan.
Sedangkan di ruang makan Herman sama sekali belum menyentuh makanan yang ada di depannya sebelum putrinya duduk di ruang makan.
"Makan pa," Ucap Sintia namun Herman hanya melirik Sintia sekilas setelah itu matanya Fokus pada anak tangga.
"Dean panggil Adela ya pa?"
"Gak usah. Tuh Adik kamu sudah turun," Herman menunjuk dengan dagunya.
Dean menoleh dan mendapati adiknya turun dari tangga tanpa menengok ke arah meja makan.
"Dek ayo makan!" Ajaknya dengan suara sedikit di besarkan.
Adela berhenti melangkah dan langsung menggeleng sebagai balasan. Dean beranjak dari duduknya begitu juga dengan Herman.
"Loh kenapa?" Tanya Dean begitu sudah berada di dekat Adiknya.
"Adela mau keluar,"
"Kemana?" Tanya Herman.
"Makan," jawab Adela jujur.
"Loh kita makan di sini aja. Mama sudah masak,ayo kita makan bareng," Ajak Dean bahkan sudah menarik tangan adiknya.
Adela melepas paksa tangan Dean dan menggeleng pelan. "Mulai sekarang bang Dean jangan ngurusin Adela begitu juga dengan papa,"
Dean terdiam sedangkan Herman berusaha menghentikan anaknya.
"Nak perkataan mama kamu tadi sore jangan masukin ke hati kamu ya?. Mama kamu cuman lagi banyak masalah,sekarang kita makan ya?"
Herman mengikuti langkah putrinya namun Adela sama sekali tidak menghiraukannya hingga Herman memilih pasrah dan membiarkan anaknya pergi.
"Pa,kenapa Adela kayak gitu?" Lirih Dean.
Herman tidak membalas perkataan Dean. Dia lebih memilih berjalan tergesa-gesa dan terus menatap Sintia yang tetap diam di tempatnya.
Dengan nafas menggebu-gebu Herman menghempaskan semua makanan yang ada di meja makan hingga Bi Yani pembantu baru di rumah mereka keluar dari dapur karena terkejut.
"Puas kamu buat keluarga kita kayak gini! Puas kamu ha!" Jerit Herman dengan wajah memerah.
Dean menahan Herman agar papanya itu tidak kembali meluapkan emosinya lagi.
"Maksud papa apa ?" Tanya Sintia dengan tampang tidak tahunya padahal dia sudah amat sangat tahu bagaimana akar permasalahan ini.
"Jangan sok tidak tahu kamu Sintia!" Tunjuknya penuh penekanan.
Herman kini menatap sayu Sintia
" Kenapa kamu begitu tega sama anak kita sendiri Sintia?Kenapa? Dia pernah salah apa sama kamu? Kenapa kamu seperti sangat membencinya padahal dia anak kamu sendiri,""Papa yang terlalu berlebihan. Kenapa selalu mama yang selalu papa salahin. Pernah tidak papa belain mama? Gak pernah pa. Selalu Adela,Adela,Adela" Balasnya juga ikuti emosi.
"Itu karena kamu salah Sintia. Aku tidak akan menyalahkan kamu kalau kamu tidak berbuat masalah,"
Herman berharap Istrinya bisa mengeri dengan perkataanya namun sepertinya tidak. Istrinya terlalu keras kepala hingga hanya mementingkan egonya sendiri.
"Itu karena anak itu!" Pekik Sintia.
"Anak itu anak mama sendiri!" Bentak Dean yang ikut tersulut emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
11/12
Novela JuvenilKau bertanya kenapa aku bisa mencintaimu?. Jawabannya adalah aku tidak tahu. Yang kutahu hanya kau gadis pemilik mulut pedas yang bisa membuatku bergetar. Kau pernah mengatakan aku laki-laki yang hanya memikirkan bagaimana cara menyelesaikan semua r...