Ada sedikit yang mengganjal di hati Fikar. Biasanya jika selesai belajar maka Fikar duduk di balkon kamarnya menghabiskan secangkir kopi panas di temani dengan ocehan Adela yang selalu mengiringinya.
Malam ini rasanya berbeda. Seperti ada yang kurang dari diri Fikar dan satu titik di hatinya merasakan kegelisahan.
"Adela kayaknya masih sakit deh. Dia sudah minum obat atau enggak ya,"
Setelah berperang dengan fikirannya Fikar memutuskan berkunjung di rumah Adela tak lupa juga ia membawa obat dan bubur yang ia buat sendiri.
"Assalamualaikum," Fikar mengetuk pintu di depannya.
"Waalaikumsalam. Fikar,ayo masuk nak" Sintia menyambut Fikar dengan senyum ramahnya.
"Tante ini saya bawa obat buat Adela sama bubur juga," ucap Fikarm
"Adela sakit?"
Sudah Fikar duga Sintia pasti tidak mengetahui Adela sakit,karena yang ia tahu Adela pasti sengaja tidak memberitahukan bahwa dirinya sakit pada Sintia karena menurutnya itu hanya membuang waktu saja.
"Iya tante. Waktu upacara tadi Adela pingsan,"
Sintia terkejut bukan main dan setelah itu ia berlari menaiki tangga menuju kamar Adela dan menghiraukan panggilan Fikar yang berusaha memberhentikannya.
"Adela,"
Adela berbalik karena posisinya sekarang ia memunggungi pintu kamarnya.
Sintia menyentuh kening Adela dan merasakan panas di kening anaknya itu.
"Kamu demam nak. Kita ke rumah sakit ya,"
Adela berdesis pelan dan menyentak tangan Sintia dari dahinya. Sejak tadi dirinya berusaha untuk tidur namun Sintia datang ketika dirinya sudah setengah perjalanan memasuki alam mimpinya.
"Gak usah. Adela cuman pengen istirahat,"
"Tapi nak. Badan kamu panas banget,"
Adela membangungkan badanya langsung karena kehadiran Sintia hanya menambah sakit di kepalanya saja.
"Apa peduli mama?. Sudah deh ma,mama jangan sok perhatian sama Adela,"
Sintia terdiam,hatinya merasa sakit ketika anak perempuannya mengatakan hal seperti itu.
"Mama peduli sama kamu nak," ucap Sintia serak berusaha tidak menitikkan air matanya.
"Keluar. Adela pengen istirahat,"
"Tap--"
"Keluar!" teriak Adela dengan wajah memerah .
Sintia menutup pintu kamar Adela. Benar yang di katakan Herman dirinya dan Adela sudah terbentang oleh jarak yang ia buat sendiri.
Fikar yang melihat Sintia menahan suara tangisannya merasa kasihan. Laki-laki itu sudah tahu bagaimana reaksi Adela sehingga ia ingin memberhentikan Sintia agar jangan menemui Adela tetapi Sintia tidak mendengarkannya karena sudah di liputi rasa kekhwatiran.
"Fikar kamu satu-satunya harapan tante. Tolong rawat Adela ya nak. Tante mohon sama kamu,"
"Iya tante"
Sintia tidak ingin berlama-lama disana,takut jika suara tangisannya terdengar oleh Adela,jadi ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
Fikar membuka kamar Adela pelan. Dilihatnya perempuan itu tidur dengan posisi meringkuk.
"Del,"
Adela menoleh di lihatnya laki-laki yang selalu membantunya berdiri dengan gagahnya membawa obat dan tempat makanan yang Adela yakini adalah bubur.
KAMU SEDANG MEMBACA
11/12
Teen FictionKau bertanya kenapa aku bisa mencintaimu?. Jawabannya adalah aku tidak tahu. Yang kutahu hanya kau gadis pemilik mulut pedas yang bisa membuatku bergetar. Kau pernah mengatakan aku laki-laki yang hanya memikirkan bagaimana cara menyelesaikan semua r...