32. Rapuh

1.5K 248 46
                                    

.
.

Tak Bersayap
.
.
Happy reading


  Setelah kekacauan yang terjadi tadi, Ana hanya bisa menangis dalam diam.
Semua nya berantakan, ini yang dia takutkan dari dulu saat waktu ini tiba.

"Udah Na, Kakak Lo pasti gak akan kemana-mana," kata Nara, yang terus mengusap bahu Ana.

"Tapi dia pergi dari sekolah Nar, gue takut.." ucapan nya terhenti, saat pikiran negatif itu memenuhi otak nya

"Emang si Deva marah banget ya?" Tanya Luna, yang memang tidak kejadian tadi.

"Hiks..hiks  iya." Ana terus saja menangis.

"Sabar ya Na, nanti kita bantu cari ya,"kata Sela, berusaha membuat Ana lebih tenang.

"Minum dulu ya." Nara memberikan Ana minum.

Dengan gemetar, Ana mengambil botol itu dan meminum nya.

"Ini ada apa?" Tanya EL yang baru saja datang.

"Kacau EL,"sahut Luna.

"Kacau?" Bingung EL.

"Iya, si Kak Deva udah tau semuanya, dia marah besar,"jelas Luna.

El langsung mendekati Ana,"Ya ampun, Lo gak di apa-apain kan Na?"panik EL.

"Kak Deva pergi dari sekolah EL,"adu Ana.

EL menghela napas, dia tidak habis pikir dengan sahabatnya itu, dengan perlakuan Kakak nya itu dia malah masih mengkhawatirkan nya,"Tenang ya, semuanya pasti bakal bantu Lo kok."

***

"Bun, aku datang, maaf ya bun aku jarang kunjungi bunda." Dengan tatapan sendunya, Deva terus berbicara di depan nisan yang bertulisan Dona Erika.

"Aku gak tau lagi harus cerita sama siapa, tapi hari ini semua nya tau soal keluarga kita."

"Mereka yang udah buat bunda pergi, aku belum bisa, mungkin gak akan bisa terima mereka bun,"adunya lagi.

"Kalo boleh milih, lebih baik dulu aku pergi aja sama bunda." Kini dia mulai meracau tak jelas..

"Aku harus gimana bun? aku mau ada bunda,"racaunya lagi.

"Awss.. arggh..!" Deva tiba-tiba mengerang kesakitan, dia menjambak rambutnya sakit itu datang lagi, tarikan tangannya semakin kuat, berharap bisa mengurangi rasa sakitnya.

Namun sekeras apapun dia menarik dan memukuli kepalanya, tak akan berpengaruh yang dia butuhkan saat ini adalah obat. Dengan kasar dia membuka tasnya, dia mencari keberadaan obat itu.

"Arrggg...! Kemana sih obat nya?!"

Deva  mulai pasrah, kondisi makam saat ini sepi. Dengan perlahan dia menyentuh nisan sang bunda," Bun, sa..Kitt.." lirihnya.

Perlahan mata sendu itu meredup, tubuhnya merosot dan terkulai lemah di samping makam. Tak perduli jika dirinya akan di temukan di sini atau tidak, yang pasti dia ingin menghilangkan rasa lelah dan semua hal yang membuat nya sakit.


***

Setelah bel pulang sekolah tadi, mereka sudah berkumpul di parkiran. Mereka bertujuan mencari Deva, karena sejak pergi nya tadi handphonenya tak bisa di hubungi.

TAK BERSAYAP | TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang