45. Kejanggalan

1.5K 237 34
                                    

.
.

Tak Bersayap
.
.
Happy reading

   
  Waktu menunjukkan pukul delapan malam, tapi Deva hanya berdiam di kamar sampai melewatkan jam makan malamnya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah bagaimana dia mengatasi masalahnya.

"Apa yang harus gue lakuin?" Monolognya, matanya terlihat gelisah.

Di tengah lamunannya, tiba-tiba ada suara ketukan pintu. Dengan rasa malasnya Deva membukanya.

Saat pintu terbuka, terlihat ayahnya berdiri di depan pintu dengan satu piring berisi makanan dan tak lupa juga segelas air putih.

"Ayah."

"Boleh ayah masuk?"

Deva langsung mengangguk.

Mereka duduk di bangku yang berada di balkon kamar Deva.

Dimas menyerahkan piring itu pada Deva,"Ayah tau, kamu belum makan, cepat habiskan."

"Aku gak laper."

Dimas menghela napas,"Kenapa? Karena kamu mikirin orang itu?"

Deva kaget mengapa Ayah nya seakan tau apa yang sedang dia pikirkan apa ayahnya itu..?

"Ayah tau..?" Tanya nya lirih

"Iya ayah tau, sejak kapan?" Tanya Dimas langsung pada intinya.

"Seminggu belakangan ini,"jawab Deva ragu.

"Kamu tau orang nya siapa?"

Dengan cepat Deva menggeleng, walaupun sebenarnya dia sudah tau dalang nya tapi dia masih belum yakin sepenuhnya dia rasa ini bukan hanya satu orang, karena dia merasa kejanggalan dalam masalahnya ini.

"Kamu gak bohong kan?"

"Enggak yah, aku juga gak tahu dia siapa."

"Ayah akan beri kamu sama adik mu bodyguard." Kata Dimas dengan tegas.

"Gak perlu, aku bisa jaga diri sendiri." Tolak Deva.

"Demi kebaikan kamu Dev."

"Aku gak suka di Kekang," tegas Deva, yang kini sudah mulai bersikap dingin kembali.

Dimas hanya pasrah,"Yasudah, tapi inget kalo ada apapun kamu harus lapor sama ayah!"

"Ya."

"Makan dan habiskan!" Lalu Dimas keluar dari kamar putranya.

Deva menatap makanannya, dengan terpaksa dia memakannya.

***

Pagi ini di sekolah masih terasa aneh bagi Deva, karena sesekali murid di sana menatap nya dengan tatapan tak suka, dan ada juga yang mencibir soal identitas nya.

Tapi dia berusaha acuh, dengan santai Deva melewati koridor menuju kelasnya. Saat masuk kelas pun sama semua teman nya menatap Deva seperti seorang buronan,  untungnya di sana ada Bima setidaknya ada orang yang ada di pihaknya.

"Santai aja, gak usah Lo liatin balik,"kata Bima.

"Rajin banget gue liatin mereka."

"Bagus deh."

"Yang lain mana?"

Bima mengangkat bahu, tanda tak tau.

TAK BERSAYAP | TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang