✓ Professional Stand-in, With an Hourly Salary of 100,000

028. Kami Tidak Dekat

Akhir pekan.

Ji Fanyin sebelumnya telah mengajukan permohonan rekening bank baru yang ditautkan dengan kartu identitasnya. Dia cukup sibuk sepanjang minggu, jadi dia hanya bisa meluangkan waktu untuk itu di akhir pekan.

Rekening bank lamanya diajukan oleh Ayah Ji dan Ibu Ji, tetapi keduanya telah mengirim spam ke teleponnya dengan panggilan sejak pemutaran film.

Dia masih akan mengangkat telepon mereka di awal, tetapi ketika mereka terus mengajukan pertanyaan yang tidak berarti seperti ‘bagaimana kabarmu?’, dia mulai meninggalkan telepon di atas meja dan melanjutkan apa pun yang dia lakukan.

Skinship sama sekali tidak berada di urutan teratas dalam daftar prioritasnya saat ini. Menghasilkan kekayaan jauh lebih penting.

Itu juga mengapa dia melamar rekening bank baru.

Dia mampir ke bank pada sore hari untuk menyelesaikan prosedur dan mentransfer semua uang yang dia miliki ke dalamnya. Setelah itu, dia mengirim pesan kepada dua kliennya untuk memberi tahu mereka tentang perubahan nomor rekening banknya.

Dia tidak lupa untuk menutup rekening bank lamanya juga.

Manajer bank mencoba mempertahankannya, tetapi Ji Fanyin bersikeras.

Matahari sudah menunjukkan tanda-tanda terbenam pada saat dia meninggalkan bank. Dia kebetulan berada di dekat universitas, jadi ada banyak mahasiswa muda di jalanan.

Mau tak mau dia melihat poster iklan terpampang di sekitar final kompetisi basket universitas yang akan diadakan hari ini jam 4 sore.

Dia melihat arlojinya dan menyadari bahwa itu pukul 15:30

Ini benar-benar terlalu banyak kebetulan. Rasanya seperti dunia memberi saya petunjuk.

Yah, kurasa aku tidak memiliki sesuatu yang penting hari ini.

Setelah beberapa saat mempertimbangkan, Ji Fanyin mengetuk jendela percakapannya dengan Chen Yunsheng dan memastikan bahwa dia memang berada di dekat lokasi final bola basket.

… Haruskah aku melihatnya?

Ji Fanyin menuju ke toko serba ada terdekat dan membeli beberapa minuman olahraga, bar energi, dan buah-buahan sebelum menuju ke lokasi pertandingan. Sepanjang jalan, dia mulai mengirim pesan ke Chen Yunsheng.

…

Ada kerumunan besar di lapangan basket.

Pemuda, keringat, bakhil, dan bola basket—empat kata ini sangat cocok di sini.

Masih ada setengah jam untuk dimulainya pertandingan, tetapi para penonton sudah duduk di kursi mereka. Beberapa dari mereka bahkan membawa spanduk bersorak yang tampak layak.

Kedua tim sudah berada di lapangan. Beberapa dari mereka sedang melakukan pemanasan sedangkan yang lain mendengarkan ceramah pelatih mereka.

… Ada juga seorang pria keren yang menyelinap ke bangku untuk mengambil ponselnya.

“―Chen Yunsheng!” teriak sang pelatih. “Lihat waktu! Kenapa kamu masih melihat ponselmu ?!”

“… Aku hanya melihat sekilas.” Chen Yunsheng dengan penuh harap mengangkat teleponnya yang bergetar sebelumnya dan melihatnya. Wajahnya langsung cerah. “Pelatih, aku harus keluar sebentar.”

Volume suara pelatih benar-benar bukan lelucon. “Sekarang? Aku akan memenggal kepalamu!”

Salah satu rekan satu tim Chen Yunsheng yang memiliki berita orang dalam berkomentar menggoda, “Heh! Menilai dari reaksimu, kakak perempuan yang kamu temui di luar itu pasti mengirimimu pesan, kan?”