Malam yang panjang dan berat. Pelanggan demi pelanggan berdatangan bahkan ada yang rela antri di luar untuk mendapatkan tempat duduk. Tidak heran. Besok Sabtu dan sudah banyak orang yang siap menghabiskan malam mereka di restorannya yang cozy sampai ada pelanggan yang menyarankan seharusnya restoran ini buka 24 jam. Abel ingin sekali, tapi dia belum memikirkan menambahkan pekerja dan dananya.
Abel tidak stress sama sekali berada di restoran. Membantu para chef di dapur dan istirahat setiap dia merasa lelah. Moreno sudah melarangnya untuk keluar rumah, katanya malah tidur saja di rumah, tapi Abel yang sedang hamil ini lebih menguasai Moreno. Kalimatnya tidak boleh ditentang dan Moreno hanya mengelus dada tapi tetap mengingatkan istrinya, "Pokoknya kau harus telepon aku begitu ada apa-apa, ya." Lantaran istrinya diam saja, Moreno bicara sedikit lebih keras, "Janji?!" Melihat kekhawatiran Moreno, Abel tertawa kemudian mengangguk.
Abel tak bisa di rumah saja. Dia suka menghabiskan waktunya di kedai itu, dan setiap dia merasa capek, dia langsung duduk di sofa dan membaca novel yang tersedia di restoran.
Seseorang duduk di depannya dengan dehaman. "Asha Bella."
Dia menurunkan novelnya dan menyipitkan matanya, mencoba mengingat siapa wanita berambut pirang di depannya. "Kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Teknisnya, sudah. Di pemakaman Oscar."
Ya Tuhan. Abel segera meletakkan novelnya di atas meja dan bertanya lebih lanjut, "Anda Elizabeth Barone?"
"Lucu sekali. Saya mengingat kau dengan jelas di kepala saya dan kau tidak pernah mengenal saya." Liz berdecak sinis. "Restoran ini sangat nyaman. Suami kau yang kaya raya itu pasti yang melakukan semua ini untukmu."
"Apa maksud kedatanganmu, Elizabeth?"
"Oscar meninggalkan saya karena dia mencintai orang lain," kata Liz dingin. "Saya yang menemukannya duluan saat dia susah. Saat dia tidak punya apa-apa! Dan kemudian ada seorang wanita Indonesia yang lugu menarik perhatiannya di panti asuhan! Kalian.... Tidak tahu terima kasih!"
"Oscar tidak pernah memberitahu saya bahwa dia...."
"Tentu saja dia tidak pernah menyebutkan namaku! Baginya aku hanya karung uang yang selalu memberikan uang padanya asalkan dia mau tidur denganku!" Suara Liz yang meninggi dia turunkan lagi. Ditahannya emosinya mati-matian. "Tak kusangka setelah dia meninggal aku harus tetap bertemu denganmu lagi. Aku harus terjebak hidup dengan orang seperti Satria! Ya Tuhan. Mimpi pun tidak harus menjadi kekasihnya."
"Kalian akan menikah. Kenapa harus membawa saya lagi?"
"Kalau tidak hamil, saya tidak ingin menikah dengannya! Semua ini karena harga diri dan ancamannya yang sengit! Gara-gara kau merebut Oscar dariku, aku harus menanggung penderitaan ini untuk bertahun-tahun!"
"Aku tidak mengerti."
"Kau tidak perlu mengerti. Aku mencintai Jonas, dulu! Tapi begitu dia mengaku dia hanyalah orang yang menyamar menjadi Jonas, aku tidak perlu cintanya lagi! Oh, Asha Bella, kenapa kau harus menghancurkan hidupku lagi?!! Belum cukup kau rebut Oscar dariku, kau curi juga pikiran Jonas!"
"Aku tidak pernah berniat untuk mencuri siapapun darimu, Elizabeth. Kau bisa tenang karena aku tidak punya perasaan apa-apa pada Satria."
"Lalu bagaimana dengan Satria? Sampai aku iris nadiku pun dia tidak bisa melupakanmu!" Elizabeth mendengus kesal pada hidupnya. Kenapa dia harus di bawah ancaman Satria kemudian mencintainya seperti ini. "Katakan padaku apa yang kau miliki sehingga semua lelaki yang kucintai harus berpaling padamu!"
Sejujurnya Abel juga tidak mengerti mengapa Oscar maupun Satria bahkan Moreno menyukainya. Mereka menganggap Abel menarik pada awalnya, itu benar. Perlu waktu lama bagi Oscar untuk berpikir menikahi Abel setelah bertahun-tahun mereka pacaran. Kemudian Satria. Satria hanya menganggap cinta lama-cinta monyet, begitu. Dan Reno.... Panjang ceritanya.
"Oscar pernah menceritakan tentangmu sekali," kata Abel, menghela napas panjang. Ini cerita lama. Lama sebelum Oscar memintanya menjadi kekasihnya. "Aku masih ingat, Elizabeth. Saat itu kami sama-sama kehilangan. Aku kehilangan Satria, dia kehilangan.... Kau. Ya, kau, Elizabeth, dia bilang dia harus melepaskanmu untuk kebaikan kalian."
"Oscar bilang begitu?" tanya Elizabeth tak percaya. "Kenapa aku harus percaya padamu?"
"Dia merasa bukan seperti laki-laki dengan kau membiayai hidupnya," sahut Abel pelan. "Dia mengatakan ada seseorang yang mengancamnya untuk meninggalkanmu, Elizabeth."
"Nonsense! Tidak ada yang berani padanya kecuali ayahku. Oh, ayahku." Liz mengulap mulutnya dengan kedua tangannya. "Ayahku.... Ya, pernah sekali dia datang ke Paris untuk menemuiku dan Oscar. Dan... Aku tidak tahu apa yang dilakukannya selama di sana."
"Aku tidak tahu secara pasti, Liz," jawab Abel, menggeleng. "Dia sangat ingin melupakanmu, Elizabeth. Apakah kau tahu berapa lama aku berpacaran dengannya? Cukup lama, Elizabeth. Cukup lama karena dia tak yakin membuka hatinya untukku."
"Dia tidak pernah menghubungiku selama kalian berpacaran. Jangan coba-coba membohongiku, Asha Bella!"
"Oscar sudah lama pergi, itu terserah padamu percaya padaku atau tidak," Abel mengangkat bahu dengan cuek. "Aku hanya memberitahu apa yang kudengar dan kulihat. Dia tidak pernah benar-benar membuka hatinya untukku, Liz."
"Kalau itu benar, berarti aku melakukan kesalahan yang fatal."
"Kesalahan?"
"Bukan urusanmu!" tiba-tiba Liz membentak gusar pada Abel. Untung saja suasana yang ramai membuat hal itu tidak menarik perhatian banyak orang. "Pokoknya, gara-gara kau aku melakukan kesalahan yang tidak bisa kumaafkan seumur hidup. Kesalahan yang membuatku terjebak dengan pria yang tidak mencintai aku! Kau brengsek, Asha Bella, kau wanita murahan yang pernah kukenal! Kecantikan dan kepolosanmu hanya kau gunakan untuk menggaet pria-pria yang kau permainkan saja! Pria-pria yang tidak bisa memilikimu. Entah apa yang dilihat Moreno Danishwara darimu! Kau hanya wanita bodoh yang tidak berharga dan tidak punya hati!"
"Saya minta maaf dengan kesalahan yang saya lakukan di masa lalu, Elizabeth," tanya Abel, mulai sakit kepala dengan omongan Elizabeth. "Kalau kau membutuhkan bantuan, katakan saja. Saya tidak keberatan..."
"Satria-Jonas Murti-dibawa ke kantor polisi," Elizabeth memijat keningnya dengan helaan napas frustrasi.
"Satria ditangkap?" tanya Abel tak percaya. Dia memang sudah tidak sreg dengan kehadiran Satria yang bangkit kembali dari kubur. Tapi di sisi dirinya iba melihat Satria terjerembap ke lubang yang digalinya.
"Kau harus menolongku.... Menolongnya!" desak Elizabeth. "Karena cintanya padamulah dia melakukan hal gila seperti itu! Dia mencemarkan nama baik, menipu dengan penyamarannya, menggelapkan uang..... Aku tidak tahu kronologisnya tapi itu semua tertera di surat penangkapan tadi!"
"Kau bisa minta aku hal lain, Elizabeth. Jangan yang satu ini." Abel menggeleng tegas. "Bukan ide yang baik menemuinya. Aku tidak mau melukai hati suamiku."
"Aku mengesampingkan kebencianku padamu untuk Satria," leher Elizabeth tercekat hebat sampai urat-uratnya terlihat jelas. "Bisa kau bayangkan betapa sulit buatku mengemis darimu, Asha Bella?"
"Aku bisa merekomendasikan lawyer terbaik untuknya."
"Dia tidak membutuhkan lawyer! Begitu semua orang tahu dia adalah Satria, dia takkan punya alasan lagi untuk kembali ke London!" jerit Elizbeth setengah berteriak. "Tidak akan ada ruang laginya di keluarga Murti maupun di keluargaku! Dia hanya membutuhkanmu, Abel. Aku tahu kita berdua tidak menyukainya dan aku pun bisa saja meninggalkannya dan bersikap seolah kami tak saling mengenal. Tapi bukan begitu caraku melupakan seseorang." Elizabeth menatap Abel dengan memelas. "Dia melakukan kejahatan itu karena dirimu, Asha Bella. Dan kurasa kau tak akan keberatan untuk menemuinya sekali saja. Karena aku yakin dia juga tidak punya muka lagi di depanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)
Romance"Kamu tidak bahagia, aku tidak bahagia. Tidak akan ada gunanya membangun rumah tangga yang sudah bobrok." Moreno sudah tidak bisa ditawar lagi. Ia meninggalkan istrinya disertai bantingan pintu. Moreno mengira hidupnya akan bahagia setelah ia memb...