TUJUH BELAS

2.4K 149 4
                                    

"Moreno..."

"Hai, Sayang," Moreno melambaikan tangan, menepuk kursi di sebelahnya memberi tanda pada sang istri untuk duduk di sebelahnya. Begitu Abel duduk, diciumnya pipi istrinya. "Aku baru selesai meeting dan Mama mengabarkan kau ada juga di acara malam keakraban bersama teman-teman Mama."

Malam keakraban? Abel tidak tahu, tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa aman sampai ke rumah. Rasanya berdiri saja sulit setelah mendengar apa yang dibicarakan ibu-ibu di dalam toilet tadi.

"You okay?" tanya Moreno.

Abel hanya mengangguk.

"Bagaimana teman-teman Mama, Abel? Dan teman-temanmu juga? Mereka semua baik, kan?" tanya Mama Annet.

Baik jika aku dapat menulikan telingaku, jawab Abel dalam hati. Diperhatikannya Moreno yang lelah dalam balutan kemeja kerja serta jas dan celana nilon hitam panjang. Dasinya sudah dilonggarkan.

Sekali lagi Abel mengangguk.

"Tentu saja!" Mama Annet berseru bahagia. "Mama tidak salah pilih mantu! Selain bisa masak, Abel ini bisa bergaul dengan teman-teman Mama."

Hanya itulah kelebihan Abel. Memasak untuk suaminya layaknya pembantu. Sementara untuk yang lain, dia tidak bisa. Dia tidak bisa bergaul dengan orang-orang di lingkaran kehidupan Moreno. Dia tidak bisa berpakaian dengan anggun di acara fashion. Dia bahkan tidak biasa memakai sepatu hak tinggi!

Abel tahu Mama tidak berniat untuk menyinggung hatinya, tapi kalimatnya tak kuasa menorehkan luka di hati Abel. Apa sih yang Abel tahu mengenai kehidupan Moreno? Apa sih yang Abel bisa lakukan untuk berada di dalam lingkaran pergaulan suaminya?

Dada Abel semakin sesak ketika melihat teman-teman ibu mertuanya kembali dari kamar mandi. Mereka memamerkan senyum manis padanya, dan Abel hanya membalas senyum mereka seadanya. Senyum palsu. Bagaimana bisa ada orang yang munafik seperti mereka? Aduh, Abel, tentu saja banyak sekali orang munafik di dunia ini. Lihat saja suamimu! Dia bahkan sanggup bersikap baik-baik saja setelah apa yang dilakukannya terhadap Kak Satria. Kehidupan yang dijalani Moreno dan teman-teman sosialitanya tidak semanis madu, tapi dengan uang yang mereka punya mereka bisa bertahan menjadi 'sahabat'.

"Is everything all right?" bisik Moreno di telinganya. Dirangkulnya istrinya untuk mengurangi ketegangan yang dapat dirasakannya. "You look as white as sheet, Abel."

"Aku hanya kelelahan. Tadi aku seharian di restoran."

"Ma, apakah keberatan jika aku meninggalkan kalian duluan?" tanya Moreno pada ibunya. Tentu saja pertanyaannya mengundang desahan kecewa ibu-ibu di sekitarnya.

"Ada yang salah, Reno?"

"Tidak, Ma. Aku lelah baru selesai meeting dan aku tidak membiarkan istriku pulang sendirian."

Sebelum meninggalkan restoran, Moreno membayarkan bill makanan mereka. Such a waste, pikir Abel. Kenapa Moreno repot-repot membayari makanan untuk orang yang suka membicarakan ibu Moreno dari belakang.

Abel mendahului Moreno selagi suaminya sedang melakukan transaksi pembayaran di kasir. Diperhatikannya sekelilingnya. Dia jarang sekali ke Danishwara Tower, hanya ketika menghadiri acara makan malam formal dengan suaminya. Gedung yang telah menjadi tempat Moreno bekerja dari lebih sepuluh tahun yang lalu itu sangat megah dengan lampu kristal menengahi bagian dalam gedung itu.

You're the boss's wife, batin Abel. Banyak karyawan yang melihatnya memberikan salam dan senyum padanya. But this all doesn't suit you, Asha Bella. The dress. The shoe. Everything! You don't even match with your husband....

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang