TIGA PULUH ENAM

1.3K 84 6
                                    

Kicauan burung-burung yang bertengger di depan jendelanya tidak mampu membawa Moreno ke kehidupan nyata. Abel memperhatikan suaminya di ujung tempat tidur, membelai pipinya yang mulai dipenuhi rambut-rambut tipis. Suaminya tampak kelelahan dan ketakutan. Ya, ketakutan, Abel dapat menyadari betapa takutnya Moreno merusak citra perusahaan yang telah diberikan Kakek Sasmito padanya.

Abel tidak mau membangunkan Moreno, tidak untuk mengingatkannya sarapan atau menyuruhnya berangkat ke kantor. Moreno pasti mencapai titik muak berada di kantor. Beberapa tahun terakhir ini Moreno mendengar mulut-mulut usil dan sekarang, semua orang akan lebih mencemooh karena tindakan tidak bermoralnya itu.

Betapa berharapnya Abel dapat bicara dengan suaminya. Tapi sejak pulang dari kantor kemarin Moreno memilih bungkam dan menghindarinya. Bahkan, Moreno belum melepaskan pakaian kerjanya. Kemarin hari yang berat untuk dia dan Moreno.

Abel mengecup dahi suaminya dan bangkit. Dia sudah rapi dengan dress selutut dan tatanan rambut yang rapi. Bukan tanpa tujuan dia bersiap lebih dini. Rencananya hari ini adalah bertemu dengan Eltor, berusaha untuk bernegosiasi baik-baik. Dan yang sudah diduga, Eltor menolak.

Abel mencari tempat yang jauh dari kamar dan melanjutkan perbincangannya dengan Eltor melalui telepon. "Aku mengerti kau begitu marah pada sepupumu dan memutuskan pergi dari perusahaan. Tapi, menuntutnya dan menjatuhkan namanya dan istrimu, apakah keputusan yang benar?"

"Geez, aku tidak berniat untuk melaporkannya, Asha Bella," sahut Eltor datar. "Sudah lama aku berniat untuk keluar dari Danishwara Tobacco. Aku ditawarkan posisi yang lebih tinggi di perusahaan kelapa sawit keluarga Sadrin."

"Apa?"

"Ya, bukan karena Moreno selingkuh dengan istriku. Aku menyadari aku ikut andil dalam perzinahannya dengan suamimu, Bel, tapi aku sudah memaafkannya sejak aku menyodorkan surat ancam-perjanjian pada Moreno."

"Tidak akan ada tuntutan?"

"Terdengar bodoh, ya? Tapi begitulah keadaannya. Aku masih membutuhkan Karina untuk menopangku tinggal di Amerika."

Oh, pantas saja dia keluar dari perusahaan keluarganya sendiri. Ayah mertuanya menawarkan pekerjaan yang lebih tidak bisa ditolak. Kalau begitu, kenapa Moreno menghabiskan waktu semalaman sampai kepalanya mumet jika Eltor takkan menuntut? Abel jadi tak sabar untuk memberitahu kabar gembira ini.

Abel kembali ke kamar dan langkahnya terhenti melihat Moreno tengah menjatuhkan kemejanya. Wajahnya merah. Rambutnya acak-acakan. "You okay?" Abel menegurnya.

"Kau lihat saja sendiri aku seperti apa."

"Come," Abel mendekatinya dan menarik lehernya. Disandarkannya kepalanya di dada Moreno yang telanjang. "Semuanya baik-baik saja. Aku sudah menelepon Eltor."

"What the hell!" Moreno melepaskan pelukan istrinya, menatapnya dengan marah. Dia sama sekali tidak menyangka istrinya akan melakukan itu. "Kenapa kau melakukan itu?"

"Kenapa aku tidak melakukan itu? Aku.. Aku melihatmu tidak tenang sejak semalam. Aku hanya berusaha membantumu, Moreno!" sahut Abel sama marahnya.

"Kau hanya membuatku tampak bodoh di depannya. Kini kau merendahkan aku dengan meminta tolong darinya! Apa yang akan dipikirkannya tentangku? Bahwa aku tidak bisa menyelamatkan diriku sendiri hingga istriku yang turun tangan?"

"Merendahkan? Apa yang kau lakukan dengan Karina-lah yang merendahkan dirimu sendiri, Moreno Danishwara!" bentak Abel berang. "Bukannya berterima kasih istrimu masih ingin menjaga nama baikmu, malah kau memikirkan egomu. Ego! Egomu pun sudah tidak bisa kau andalkan sejak berita skandalmu merebak, kau tahu?!"

Dimarahi begitu membuat Moreno jengkel, tapi di sisi lain dia sadar dia di posisi yang salah. Percuma balik memarahi istrinya sebab istrinya bisa menyerangnya lebih hebat lagi.

"Bagaimana pun kau tak usah repot-repot memikirkan aku," kata Moreno lemas. Kemarahannya hilang ketika dia menatap istrinya. "Aku bisa mengurus semuanya sendiri. Ini masalahku, aku yang bodoh telah berselingkuh dengan istri sepupuku. Maaf."

Abel tidak memerlukan kata maaf dari mulut suaminya di saat dia tahu tidak ada ketulusan dalam diri pria itu. Selama Abel tidak percaya pada suaminya, dia tidak akan bisa merasakan ketulusan dari Moreno. Entah kapan dia bisa percaya.

Mengembalikan kepercayaan tidak semudah menjentikkan debu. Selamanya orang akan tahu Moreno Danishwara punya hubuungan istimewa dengan istri sepupunya, dan selamanya orang juga tahu Abel bukan istri yang mampu memuaskan lelaki seperti Moreno. Kalau sudah begini, Abel harus bagaimana?

"Aku tidak tidur menunggumu semalaman bicara dengan para penasihat hukummu, Moreno," jelas Abel. "Karena itu aku menelepon Eltor."

"Kau mengira aku berdiskusi mengenai itu?" Moreno menggeleng. "Aku membicarakan mengenai Mr. X pemilik situs internet sok tahu itu. Ya, hampir semua informasinya benar, dan Philip Sadrin sudah menguak siapa dia."

"Apakah perlu? Kurasa semua orang punya hak untuk bicara di forum itu."

"Situs itu hampir menghancurkan banyak rumah tangga," sahut Moreno tidak menampik sanggahan istrinya. "Bukan hanya aku yang pernah kena masalah. Pasha temanku juga pernah karena situs brengsek itu. Dan aku dan yang lain sudah siap untuk memberi pelajaran pada Mr. X."

"Kau tidak akan mem....?"

"Kau masih berpikir aku bisa melakukannya?" Moreno menatap istrinya lekat-lekat. Istrinya bergidik ngeri menerima tatapannya. Dia masih tidak percaya. Barangkali kalau tak kukirim uang pada keluarganya, sudah kabur dia dari sini! "Sudahlah, lupakan saja. Aku takkan membunuhnya dan kau bisa tenang."

"Semalaman kau hanya membicarakan Mr. X?"

"Tidak hanya itu. Aku juga membicarakan masalah pribadi dengan Philip Sadrin." Moreno mengangkat bahu. "Dia masih terlalu muda untuk mengerti yang namanya tanggung jawab. Begitu Helen melahirkan, dan itu tak lama lagi, aku akan minta Philip menikahinya secara resmi dan membawanya pergi dari rumah." Moreno terdiam sejenak. "Bel. Kau masih berhubungan dengan Jonas?"

Abel berusaha untuk tidak mengingat pertemuan terakhirnya bersama Jonas Murti. "Hanya di restoran saja. Ada apa?"

"Aku tidak bisa membatalkan kepergianku ke Amerika dan aku khawatir meninggalkanmu sendiri." Moreno tidak bisa membayangkan dia jauh di benua lain sementara istrinya mengurus restorannya yang akan dibuka seorang diri. Tidak seorang diri karena ada Satria di sana. Moreno tidak takut Satria akan menyakiti istrinya, hanya saja meninggalkan istrinya bersama bedebah penipu itu.... "Kau benar-benar tidak bisa menundanya, Bel?"

"Aku akan bicara pada Chef Deni untuk mengaturnya kalau itu maumu, Reno." Abel sama sekali tidak keberatan untuk melakukannya. Toh selama ini semuanya mengenai apa yang diinginkan suaminya. "Masalahnya, kita sudah mengumumkan pembukaan restoran itu di media elektronik dan..."

"Kalau begitu aku yang akan pulang lebih cepat," kilah Moreno. "Brengsek Eltor. Meninggalkanku di saat seperti ini." Dia menggerutu pada dirinya sendiri.

"Dia benar-benar pergi?"

Moreno mengangguk.

Namun bukan hanya Eltor saja yang pergi meninggalkan Moreno. Moreno sendiri tampak kehilangan jiwa dalam raganya. Dia tidak bersikap seperti Moreno yang biasa. Yang penuh dengan rasa humor dan santai. Abel memperhatikan perubahannya hari demi hari. Moreno tidak lagi sarapan di rumah. Sebelum jam enam dia sudah berangkat dan terkadang membiarkan istrinya tidur. Dia pulang lebih cepat namun tidak menghabiskan waktu bersama istri atau sepupunya. Lebih banyak waktu Moreno mengurung dirinya di ruang kerjanya. Dan dikunci. Malamnya pun Moreno hanya sekadar tidur di kamar tanpa bicara apa-apa dengan istrinya.

Sampai hari itu tiba. Hari di mana Moreno sudah siap dengan keberangkatannya ke Amerika, beberapa hari sebelum pembukaan restoran Abel.

"Moreno, katakan apa salahku hingga kau mendiamkanku seperti ini," Abel menahan lengan suaminya sebelum masuk ke mobil. "Kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini."

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang