Abel hanya merespons dengan senyum tipis. "Kau lupa janjimu hari ini, Moreno," dia mengingatkan.
"Oh ya." Sebelum masuk ke mobil, keduanya saling pamit dengan Jonas. Moreno berdecak melihat Rolls Royce yang dikemudikan Jonas. "He's flirty rich. Bagaimana bisa aku tidak mengenalnya saat SMA dulu?" Kemudian mereka masuk ke dalam mobil.
"Ini aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Setiap tahun aku selalu ke makam Kak Satria dan aku baru melihatnya hari ini," kata Abel jujur. "Maafkan aku tidak memberitahumu mengenai kunjunganku sebelumnya, Moreno."
Di dasar hatinya masih ada perasaan jengkel dan cemburu itu. Tapi Moreno mencoba untuk tidak menampiknya dengan berlebihan. Satria sudah mati. Tidak ada alasan baginya untuk mencemburui istrinya.
Hanya saja Satria ini sulit sekali untuk disingkirkan dari pikiran istrinya. Tak jarang Moreno mendengar nama Satria terucap dari mulut bibirnya di malam hari. Jelas sekali istrinya memimpikan Satria. Dan setiap Moreno menegurnya, Abel hanya menjawab dia tidak mengingat apa yang telah dimimpikannya.
"Dia tinggal di London, ingat?" kata Moreno tanpa menaruh curiga sedikit pun. "Pantas saja jika dia baru datang ke sini sekarang."
"Bukan hanya itu saja, Moreno. Entahlah...." Abel menghentikan omongannya. Dia takut jika dia melanjutkannya hanya menambah masalah di antara mereka saja. Moreno kan paling sensitif dengan segala yang berkaitan dengan Satria.
"Katakan saja, Sayang," sahut Moreno lembut. "Aku masih bisa membaca pikiranmu. Ada sesuatu yang tertahan di bibirmu yang mungil itu."
"Dia mengingatkanku pada Kak Satria, Reno. Caranya dia bicara, caranya dia menatap... Aku tidak tahu... Barangkali ada yang salah denganku."
"Well aku melihat Satria sudah dikubur dan Jonas bukanlah Satria. Tidak ada lagi yang harus kau cemaskan."
"Kak Satria pernah bilang jika dia tidak bisa menjadi dokter, dia akan berusaha untuk menjadi koki yang hebat."
"Lalu? Apakah intinya kau mengatakan kau masih mengingat kenanganmu dengan Satria?" desis Moreno geram.
"Bukankah ini seperti kebetulan? Jonas seorang chef."
"Tapi dia bukan Satria, Asha Bella!" bentak Moreno jengkel, membanting setir. "Sebaiknya mulai hari ini lupakan Kak Satriamu itu. Kau istriku, dan sudah sepatutnya kau menghormati perasaanku, kan?"
Lalu bagaimana dengan perasaan Abel? Dari pertama kali dia mengenal Moreno dia selalu mengikuti apa yang diinginkan Moreno. Yang diaturkan Moreno padanya. Dan sampai detik ini Abel memilih bungkam menahan perasaannya daripada membuat panas hati suaminya.
Fakta suaminya sanggup membunuh adiknya sendiri terkadang menakutkannya. Tidak menutup kemungkinan Moreno melakukan hal yang sama padanya, kan? Tidak, itu tidak benar, dia mencoba untuk membantah tudingan keji terhadap suaminya sendiri. Selama ini Moreno tidak pernah menyiksanya secara fisik dan selalu memperlakukannya dengan baik.
Hanya saja baik saja tidak cukup. Abel membutuhkan sebuah ruang di mana dia bisa membeberkan perasaannya yang sesungguhnya pada Moreno. Namun Moreno orang yang santai dan optimis, tak pernah menampik segala sesuatu dengan serius kecuali mengenai pekerjaannya. Abel tak pernah bisa membuka dirinya untuk menceritakan apa yang dia alami dalam kesehariannya, masakan apa yang baru bisa dibuatnya, atau hanya sekadar meminta karena Moreno telah memberikan apa yang dibutuhkannya tanpa peduli apakah dia menyukainya atau tidak.
Pernah sekali Abel semangat menceritakan cerita lucu yang dia dengar dari Marie, dan Moreno tidak begitu tertarik walaupun mengeluarkan tawa yang dipaksakan. Dia pria yang baik, tapi tidak pengertian.
Abel tidak tahu dia ini siapa Moreno. Sebuah tropi? Atau objek yang menjadi Moreno sejak SMA? Dia tak pernah masuk ke dalam kehidupan Moreno di luaran. Tak pernah dia menemani Moreno ke kasino atau tempat hiburan yang menjadi tempat singgah Moreno di luar rumah di kala bosan.
Tiba-tiba dia jadi teringat pada orangtuanya. Mama membunuh diri di kamar mandi karena Papa terlalu posesif. Papa mengingatkannya pada Moreno. Hanya saja Papa tidak sepopuler suaminya, dan tak pernah main perempuan-atau itulah yang Abel tahu. Papanya mencintai pekerjaannya sebagai dokter, profesi yang tidak dimengerti ibu Abel yang hanya lulusan SMA. Dulu Abel ingin sekali seperti Mama yang bangun siang dan hanya menghabiskan waktu di dapur dan memiliki suami setampan dan sesukses Papa. Tapi sekarang Abel merasa tidak nyaman.
Abel menyandarkan kepalanya ke jendela, memperhatikan apa yang ada di luar. Mereka sudah masuk ke jalan tol, dan hanya rumput-rumput di pinggir jalan tol saja yang dapat dilihatnya. Tapi dengan posisi seperti ini, Moreno tak dapat melihat air matanya yang setetes demi setetes turun ke pipinya.
Kenangan masa kecil yang buruk menyergapinya. Dulu Papa sering menghadiahi Mama dengan perhiasan-sama seperti Moreno. Mereka hanya membicarakan perkembangan Abel, tidak lebih. Papa sering tidak mendengar apa yang dikatakan Mama karena pemikiran mereka yang sering tidak nyambung.
Rasa takut menjalar di hati Abel. Dia kurang mempertimbangkan banyak hal sebelum menikah dengan Moreno. Banyak sekali perbedaan di antara mereka dan sepertinya memang tidak pernah ada persamaan. Cinta sudah tidak bisa membahagiakan keduanya. Mungkin ini sebabnya dia belum diberi anak karena akan menyakitkan jika anak itu ada. Fakta bahwa Moreno mempertahankannya hanya karena anak....
Tidak, lebih baik begini.
Lamunannya buyar ketika ponsel Moreno berbunyi. Entah siapa yang meneleponnya.
"Maaf, Ndra, gue lagi on the way ke Jakarta..... Dari Karawang.... Ngumpul hari ini? Kayaknya nggak bisa, gue lagi sama bini gue.. Minggu depan?.... Hahahaha.., boleh dong kencan sama bini gue sekali-kali. Oke, salam buat yang lain." Moreno kembali menyetir dan tanpa ditanya dia memberitahu, "Pashandra*, mengajakku main basket. Ada-ada saja."
Abel tidak bisa menyahut atau Moreno akan mendengar suara seraknya dan bertanya lebih lanjut. Dia memejamkan matanya, dan tertidur.
** Semoga kalian suka cerita ini **
PS:
-- Pashandra Hartanto Jusuf, karakter utama di Sampai Kau Mencintaiku
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)
Romance"Kamu tidak bahagia, aku tidak bahagia. Tidak akan ada gunanya membangun rumah tangga yang sudah bobrok." Moreno sudah tidak bisa ditawar lagi. Ia meninggalkan istrinya disertai bantingan pintu. Moreno mengira hidupnya akan bahagia setelah ia memb...