EMPAT PULUH ENAM

1.2K 83 6
                                    

"Maksud Kakek?"

"Cepat atau lambat kalian akan seperti orangtua Moreno. Annet begitu hebat di perusahaan sementara karir Gilang tak bisa mengimbanginya. Mereka sering bertengkar hingga Gilang sering mengancam pada saya akan memulangkan Annet jika saya tidak mengeluarkan Annet dari perusahaan." Kakek tertawa sinis pada kebodohan Gilang kala itu. "Dia salah orang untuk diancam. Hanya Annet yang punya insting yang kuat dalam berbisnis saat itu. Karena itu kutawarkan kehidupan yang lebih baik pada Gilang jika dirasa kehidupannya dengan Annet tidak membahagiakannya."

Ya, kehidupan yang lebih baik dengan perempuan lain, yang menyebabkan kemarahan besar di hati Moreno. Dan jika maksud Kakek adalah menawarkan kehidupan itu pada Abel, Abel akan segera menolaknya dengan tegas. "Lalu apa maksud kedatangan Kakek kemari?"

"Moreno jauh lebih hebat daripada ibunya. Tapi sayang, akhir-akhir ini dia melakukan kebodohan yang sangat fatal." Kakek menghela napas kesal. "Dia membiarkan Eltor pergi dari perusahaan. Helen kini diizinkannya tinggal bersama keluarga Sadrin. Dua cucuku mengabdi pada keluarga laknat itu! Padahal aku memercayai sepenuhnya padanya. Dan setiap Kakek cari, Moreno tidak berada di kantor atau di tempat judinya. Rumahnya pun tertutup rapi tanpa satpam. Tanpa pembantu dan satpam sampai aku harus meminta satpam rumahku untuk mengawasi rumahnya! Dan tahu bagian terburuknya selain dia menghilang? Dia mengabaikan proyek yang ditawarkan dari perusahaan Agraprana, dan selain itu minggu ini kehilangan empat investor!" Kakek merasakan istri cucunya tersentak. Dia tersenyum sarkastis. "Dan kau istrinya pasti tahu di mana keberadaannya, kan?"

Pertanyaan sang kakek mengandung nada perintah. Kakek ingin Abel menemukannya. Itulah masalahnya. Sudah hidup bersama Moreno untuk waktu yang lama, hanya tempat judilah yang Abel tahu sebagai tempat favorit Moreno. Dan jika Moreno tidak ditemukan di sana, bagaimana dia bisa menemukan Moreno?

"Kakek sudah mengecek Madura?"

"Dia tidak akan pernah ke sana kecuali mau aku getok dengan tongkatku." Kakek tertawa nyinyir. "Kau benar-benar tidak tahu di mana keberadaannya. Kalau begitu lanjutkan saja hidupmu, Bel. Kalau Moreno sudah membiarkanmu pergi dari rumah, itu artinya dia memang benar-benar tidak ingin kembali."

Kakek meninggalkannya tanpa memedulikan luka yang mengaga di hatinya. Dia sadar betul bahwa yang diucapkan Kakek benar adanya.


**


Moreno berdiri mematung di ujung pintu dengan tenggorokan kering. Kamar itu terasa pengap tanpa udara yang masuk. Jendela yang dilapisi tirai beludru tebal tertutup rapat. Tempat tidur tertata rapi dengan posisi bantal yang sama. Bedanya hanya jumlah bantalnya saja. Moreno biasa tidur di sebelah kanan dengan satu bantal saja karena dirasa tak perlu dengan matras ranjang yang empuk. Kini dua bantal sama-sama menumpuk di kedua sisi.

Dia menoleh pada meja rias. Meja yang biasa dipenuhi dengan perlengkapan make up istrinya kini kosong melompong. Abel tahu Moreno tidak perlu memerlukannya. Di atas meja hanya ada beberapa parfum Moreno saja. Moreno mendekati meja rias, duduk di dekatnya. Dibukanya laci meja. Beberapa kotak jam bermerk miliknya masih ada di sana. Dia tersenyum miris. Barang kesukaan Abel, sisir yang mereka beli di Venesia, tidak ada di sana. Ikut dibawa pergi seperti make up istrinyakah? Atau dibuang? Moreno tidak pernah menunjukkan ketertarikan atas benda itu, tapi dia tahu Abel sangat menyukai sisir bergerigi tebal berlapis emas itu. Dia bangkit dari tempat duduk, menghampiri lemari dan baju-baju bermerk istrinya masih ada di sana. Semuanya tanpa kurang satu pun karena Moreno selalu ingat model baju yang dibelikannya untuk sang istri. Hatinya berjengit ketika dia membuka brankas.

Perhiasan-perhiasan yang biasa dibelikan Moreno di luar negeri tergeletak manis di sana. Perhiasan yang jarang dipakai istrinya. Bukan karena tidak bersyukur, Moreno tahu Abel tidak punya tempat untuk memamerkan perhiasannya. Kamar itu hampir sama seperti terakhir Moreno memasukinya. Hanya saja kamar itu terasa kurang bagi Moreno.

Dia mengulaikan tubuhnya di atas tempat tidur. Melentangkannya dan menjulurkan tangannya ke sisi sampingnya seakan dia ingin meraih Abel ke dalam dekapannya. Dalam hati dia tertawa sumir. Dialah yang meminta istrinya pergi, kenapa sekarang dia yang merana? Sebaliknya, Abel tak perlu sedih-sedih menangisi suaminya yang goblok karena dia sudah bertemu dengan orang yang tepat. Tidak peduli bahwa selama ini Jonas Murti yang menyukong mata-mata yang merusak nama baik banyak orang, di dasar lubuk hatinya yang terdalam Moreno tahu Satria tetap lebih baik daripada dirinya. Setidaknya ada di dalam diri Moreno yang percaya bahwa Satria akan semaksimal mungkin tidak mengecewakan Abel. Entah kepercayaan dari mana itu. Moreno hanya tahu saja.

Sambil tiduran Moreno meraih ponsel dari kantong celananya. Diteleponnya ayah mertuanya. "Saya tidak bermaksud mengganggu Ayah. Saya menelepon hanya ingin menanyakan kabar istri saya."

"Istri apa!" dengusan August terdengar di ponselnya. "Kau sudah mengakhiri pernikahan kalian sejak kau meniduri perempuan sundal itu, kau mengerti?!"

"Saya tahu, Yah. Tapi kita berdua juga tahu bahwa Abel tengah mengandung anak saya."

"Lalu kau mau apa? Mengasihani anakku dengan memintanya kembali padamu? Anak dan cucu saya tidak membutuhkan pria sepertimu dalam hidup mereka!"

Moreno mendalami kata-kata itu. Ayah menusuknya dengan kata-kata yang tepat. Abel dan anaknya tidak memerlukan kepala keluarga yang bahkan tidak bisa setia. "Saya hanya ingin menebus kesalahan saya terhadap Abel, Yah. Anak saya perlu mendapatkan hidup yang layak."

"Well, kau sudah memutuskan untuk membuat hidupnya jauh darimu karena kebusukanmu," kata August sinis. "Aku takkan membiarkan cucuku kekurangan apapun. Kau tak perlu repot-repot khawatir!"

"Saya tahu Ayah bisa menghidupi anak saya, tapi dia tetap memerlukan seorang ayah."

"Apa itu perlu? Kau dibesarkan tanpa figur ayah, bukan? Dan terbukti kau bisa sukses, kenapa cucuku tidak?"

Moreno ingin sekali membanting ponselnya. Ayah mertuanya sungguh keterlaluan dan tidak tahu diri! Berani sekali menghina kehidupan Moreno seperti ini. Padahal selama ini Moreno sudah menyediakan apa yang dibutuhkan ayah Abel. Moreno takkan menyebut satu per satu kebaikannya, tapi yang jelas dia tidak bisa mendapatkan apa yang dia dapat saat ini dari Pak August!

Brengsek.

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang