LIMA BELAS

3.1K 197 6
                                    

Seingat Abel, dia tidak mengundang pria ini. Tahu kontaknya saja tidak! "Maaf?" tanya Abel.

"Maaf, Chef Asha, saya yang mengundangnya," kata Chef Andrea. "Ini Chef Jonas, owner dari tiga restoran yang sukses di Inggris. Yang paling menarik, semua restorannya berbau masakan Indonesia yang dicampur dengan menu western. Apakah Anda keberatan, Chef?"

"Oh, sama sekali tidak." Abel berdiri untuk mengulurkan tangannya, namun Jonas menampiknya dengan senyuman.

"Saya dan Chef Abel sudah saling mengenal. Dan maaf, Chef, soal kebohongan saya. Saya pernah berbohong saya tidak bisa masakan Indonesia, dan itu sebenarnya memang benar, karena itu saya mix menu western dan Indonesia di restoran saya sendiri."

"Dan usaha itu terbilang sukses," kata Chef Deni. "Silakan duduk, Chef Jonas."

Entah sengaja atau tidak Jonas memilih kursi kosong di sebelah Abel. Mereka duduk bersebelahan. "Jadi, pembicaraan ini sudah sampai mana?" tanya Jonas.

"Sudah sampai pembagian tugas," sahut Abel. "Anda punya ide mengenai menu?"

"Sebelumnya saya ingin memberitahu apa fondasi untuk memiliki restoran yang sukses. Saya tidak tahu ini bisa diterapkan di Indonesia atau tidak, tapi hilangkanlah formalitas di antara sesama pekerja." Jonas tersenyum, mencoba untuk meredam kebingungan orang-orang di sekitarnya. "Kita bisa berbicara dengan santai dan seperti keluarga saja. Itu akan lebih baik untuk memajukan restoran baru."

"Ini kan baru awal-awal saja, ke depannya kita pasti akan lebih santai satu sama lain," kata Abel.

"Sebaiknya dimulai dari sekarang untuk menghindari pertikaian." Jonas mengangkat bahu. "By the way, I'm sorry for your loss, Chef Niko. Pelanggan Anda memang biadab."

"Well, saya tidak tahu kalau kita pernah saling mengenal," tampik Niko cuek. "Tapi terima kasih atas hiburannya."

"Bukan begitu. Itu memang benar. Saat itu yang menjadi pelanggan Anda, Sasmito Danishwara, kan?"

"How could you know that?!" tanya Niko kaget, begitupun Abel. Heran kenapa Niko masih ingin bicara Abel di saat semua orang tahu siapa kakek suaminya. Kakek Sasmito memang punya standar tinggi untuk memilih makanan, tapi sampai menyebabkan chef terbaik dipecat?

"Sebuah informasi mudah sekali tersebar. Saya kebetulan sering main golf dengan GM hotel itu. Untung saja Sasmito tidak menuntut Anda, karena jika dia benar melakukannya..."

"Ya, ya, saya bersyukur atas hal itu," jawab Niko. "Tapi tenang saja, Asha Bella, sebagai sejawat di sekolah dulu saya takkan mengaitkan masalah itu denganmu. Toh aku pikir kau juga tidak tahu mengenai itu. Itu semacam rahasia di antara chef-chef di hotel itu."

"Kalau begitu catatan untuk kita semua jika Sasmito Danishwara datang ke sini, kita harus memastikan makanan kita berkualitas baik," tanggap Abel. "Bukan hanya beliau saja, tapi setiap pengunjung yang datang berhak mendapatkan pelayanan terbaik."

"Kalau begitu kita bisa mulai mentoring pada adik-adik kita dari sekarang," saran Chef Deni pada asisten-asiten chef yang mengumpul di meja sebelah. Jumlahnya sekitar dua belas orang. "Let's make some inventions, guys. This is our first challenge."

Mereka membagi-bagi bagian tugas untuk para asisten. Abel sudah membuat konsep makanan-makanan penutup yang baru dengan bahan makanan yang sudah ada di sana. Bukan bahan organik, dan sulit membuat makanan penutup dengan bahan organik yang kebanyakan tidak manis. Tapi bukan berarti tidak bisa. Di kepalanya Abel sudah punya ide menu sendiri, yaitu kue berbahan dasar teh hijau dengan buah-buahan sehat seperti kale, kiwi, dan masih banyak lagi.

Prosesnya sudah setengah jalan. Dapur restoran itu begitu kotor dengan tepung, sisa potongan sayur, dan lain-lain, sampai mereka kelelahan di tengah penghujung hari. Sudah pukul enam sore, dan Abel meminta semua orang untuk beristirahat dan melanjutkan eksperiman mereka di rumah atau besok pagi.

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang