EMPAT PULUH DUA

1K 71 8
                                    

Sejak di perjalanan Moreno diam saja. Dia yang mengemudi, dan tak ada tanda-tanda dia akan meledak. Dia bahkan ikut bersenandung ketika Avril Lavigne menyayikan I'm With You di radio. Abel mengira Moreno akan marah, membanting setir, atau menurunkannya di tengah jalan. Tapi tidak. Mereka selamat sampai rumah.

Dan ini lebih buruk lagi.

Helen tidak kembali ke rumah. Sepupu Moreno itu telah memutuskan untuk bermalam di rumah ayahnya. Kini hanya Abel dan Moreno berdua dengan dua pembantu mereka yang sudah tidur. Mereka tidak langsung kembali ke kamar. Abel memasukkan beberapa makanan penutup yang didapatkannya dari restoran ke dalam kulkas. Sedangkan Moreno menonton pertandingan bola di ruang santai.

Lama Abel terpekur di meja bar. Dia tidak tahu harus seperti apa menghadapi Moreno. Marahkah dia? Duh, Abel merasa dia wanita yang sangat bodoh. Dia bukan hanya berselingkuh, dia juga tidak mengenal suaminya dengan baik! Sering Moreno membuat guyonan yang mengerikan terutama mengenai pria yang mulai menyukai istrinya, tapi sekarang dia tidak menunjukkan kemarahan yang signifikan. Dia cenderung tenang dalam pikirannya hingga Abel sulit menebak apa yang akan dilakukan Moreno setelah ini.

Selama ini Abel yang mencerca suaminya tidak setia. Dia sendiri telah menodai perkawinan ini dengan membiarkan dirinya dicium oleh pria lain! Akan lebih baik jika Moreno memukulnya atas kesalahannya, tapi tidak. Moreno tidak terkesan cemburu sama sekali!

Abel membawakan susu hangat dan beberapa cookies untuk suaminya yang masih menonton TV. Moreno sama sekali tidak fokus menononton, dia merenung dalam lamunannya. Tatapannya cenderung hampa bahkan nyaris kosong.

"Reno," Abel duduk di sebelah suaminya. "Makanlah." Dia menegur suaminya dengan sentuhan di lengan Moreno, tapi akhirnya Moreno merespons juga. Dia menjauh dari istrinya dengan bergeser beberapa centi.

Abel berusaha untuk meredam sakit hatinya.

"Aku tidak lapar," kata Moreno singkat.

"Kau tidak suka makanan pesawat, makanlah sedikit. Atau kau ingin aku membuatkan sesuatu?"

"Tidak perlu, aku bisa memasak sendiri."

"Reno. Aku minta maaf telah...."

"Tidak, kau telah melakukan sesuai isi hatimu. Akhirnya." Moreno menekan tombol turn off di remot TV. Dia menatap istrinya. "Kau membutuhkan Kak Satria, dan akhirnya dia kembali dan kalian saling mencintai. Kau tidak perlu memikirkan suamimu yang tolol, bebal, dan tidak tahu diri ini." Moreno berdecak-decak frustrasi. "Aku tidak bisa membuatmu nyaman dengan kehidupanku. Aku tidak bisa melindungimu karena aku lebih banyak selingkuh di luaran. Aku hanya bisa mendapatkan uang yang kukira bisa membahagiakanmu, tapi rupanya itu juga tidak berhasil. Aku tidak bisa membuat diriku berada di alam bawah sadarmu seperti yang Satria lakukan."

"Reno, kalau aku tahu kau sudah selama itu...."

"Kau akan kembali padaku, merasa di bawah tanggung jawab untuk mengabdi padaku dengan memberikan senyum palsu?" Moreno menggeleng. "Kalian terlalu asyik bernostalgia dan aku akui, itu cukup mengharukan. Satria telah berjuang dari kematian untuk kembali dengan wanita yang dicintainya. Bukankah itu terdengar romantis? Kalau Satria-atau lelaki mana pun yang membunuhku, belum tentu aku beruntung bisa bangkit dan melakukan hal yang sama." Karena kalau aku punya kesempatan hidup dan tak bisa hidup denganmu, sebaiknya aku mati.

"Reno, dengar dulu. Bukan maksudku untuk mengkhianatimu dengan cara seperti ini, bahkan aku tidak berpikir untuk kembali padanya!"

"Pikirmu aku akan percaya setelah ciuman mesra yang telah kalian lakukan? Hm?" Moreno mengangkat satu alisnya.

"Itu hanya.... Hanya....." Abel kehabisan kata-kata. Dia khilaf.

"Tak perlu kau jelaskan, Bel. Kau sudah tahu dia Satria, kalian saling merindukan, dan ciuman. Itu wajar saja dilakukan bagi sepasang insan yang saling mencintai, iya kan?"

"Tidak, aku tidak mencintainya, Moreno! Kau harus percaya padaku. Bahkan hari ini aku berniat untuk bicara denganmu mengenai kesepakatanmu dengan ayahku. Aku tidak mau itu. Aku tidak mau ada kata perpisahan!"

"Siapa yang bilang divorce duluan?" tandas Moreno. "Kau memintaku untuk menceraikanmu, dan tenang saja tak perlu menunggu tiga bulan dari sekarang aku akan memberikanmu, Abel. Sepanjang perjalanan dari LA ke sini, aku memikirkan bagaimana caranya untuk meminta maaf darimu. Aku kira tidak perlu karena setelah kita berpisah, kau akan mendapatkan lelaki yang kau cintai, yang kau impikan, dan hidupmu menjadi bahagia selamanya. Oh, jangan, jangan pedulikan aku! Aku ini lelaki tolol, dan tak perlu belas kasihanmu sama sekali!" Dan begitulah Moreno menunjukkan harga dirinya. Dia sudah merasa jatuh melihat istrinya berciuman dengan orang yang sangat dibencinya, dan itulah penghinaan terbesar dalam hidupnya. Moreno bangkit dari duduknya dan beranjak ke kamar.

Abel mematung di tempat duduknya. Ruangan itu terasa panas meski AC menyala dengan suhu rendah. Ya Tuhan, apa yang telah dilakukannya? Kenapa dia begitu bodoh, terbuai oleh ciuman yang memabukkan, yang diberikan Satria? Seluruh dunia tahu betapa bencinya suaminya pada adiknya sendiri, dan Abel telah menusuk Moreno di titik yang tepat. Dia telah meruntuhkan pertahanan diri suaminya.

Ini perang yang sesungguhnya.

Dia teringat pada laporan hasil kandungannya dari Dokter Hermawan. Hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun Moreno, dan seharusnya itu akan menjadi kado untuk suaminya. Siapa yang mengira dia juga tolol, mencetuskan perang di dalam rumah tangganya, dan membuat semuanya begitu berantakan!

Dua jam Abel merenungkan kesalahannya, akhirnya dia beringsut dan masuk ke kamarnya. Hatinya begitu teriris melihat Moreno yang tengah duduk di atas sofa dengan kaki menyilang, belum berganti baju, tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Abel duduk di depan meja rias, menghapus make up-nya, dan rona merah menghiasi wajahnya. Dia telah menyembunyikan kesedihannya selama ini.

"Hari ini hari ulang tahunku," cetus Moreno dengan suaranya yang lirih. "Aku membeli sesuatu untuk kita berdua. Sayang jika harus kulepaskan hanya karena kita bertengkar." Ucapannya begitu tajam dan menyakitkan, tapi Abel berusaha untuk mengesampingkannya dengan bertanya,

"Apa itu?"

Moreno turun dari kursi dan membuka kopornya yang digeletakkan di atas lantai. Dikeluarkannya sebuah map dan disodorkannya pada Abel "Aku ingat kau begitu menyukai villa Charles di Monte Carlo dan villa itu harus dijual oleh kakakmu. Adrian Agraprana telah merebut villa itu kembali di acara lelang, dan aku membelinya. Atas namamu."

"Moreno, kau tidak perlu melakukan ini...." Air mata mulai menggenangi mata Abel. Kau tidak perlu begitu baik padaku di saat sebentar lagi surat cerai yang kau berikan padaku!

"Villa ini mahal sekali dan aku akhirnya bisa membelinya dengan uang dalam depositoku. Aku tidak bisa menjualnya, atau menikmatinya seorang diri. Aku tidak punya kenangan manis dengan villa itu. Tapi jelas villa itu punya kenangan tersendiri untukmu." Moreno perlahan tersenyum. "Villa itu tadinya akan diberikan Charles untukmu jika dia tidak terlibat masalah. Saat aku menjadi Alex, Charles banyak cerita tentangmu. Tentang bagaimana dia ingin sekali membahagiakan adik kecilnya, dan kalau kau sudah menikah, dia akan memberikan villa itu untukmu. Sayang sekali saat kita menikah, dia sudah kehilangan villa itu. Sekarang, aku memberikannya untukmu." Jelas Abel tidak bisa menutupi penolakannya melalui expresinya. Moreno melanjutkan, "Kau bisa melakukan apa saja dengan villa itu, Abel. Aku takkan ikut campur lagi."

Itu yang paling ditakuti Abel. Keengganan suaminya untuk menjadi bagian dari hidupnya. Ini adalah mimpi buruk yang Abel tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya.

"Moreno, ini villa yang kau beli dengan jerih payahmu. Aku tak bisa menerimanya." Tidak sanggup.

"Tidak bisa ya.... Oke." Moreno menarik lagi map itu dan memasukkannya ke brankas. "Mudah saja untuk menawarkannya lagi. Sekarang hidup lebih gampang, taruh saja iklannya di internet, langsung mendapat call. Mungkin ini agak lama karena terlalu mahal, dan harus melalui situs shopping internasional. Tapi itu bukan masalah." Moreno berusaha untuk baik-baik saja. "Tidak ada ucapan ulang tahun untukku? Umur semakin tua, masalah semakin banyak saja." Dan dia tertawa mencoba untuk sekadar menghibur diri.

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang