Atau salah seorang kenalan Satria? Ya, mungkin saja, teman-teman Satria di SMA dulu lumayan banyak. Teman-teman Rohis-nya. Tapi itu kan sudah lama sekali, masa iya sih masih ada yang mengingatnya?
Moreno terkejut ketika dia merasakan ketegangan yang dirasakannya di bahu istrinya. Abel tengah berjengit melihat siapa orang yang berdiri di dekat mereka.
Dia tidak tahu siapa orang itu. Sepertinya bukan teman Abel juga. Kalau iya, dia pasti tentu tahu. Sebelum menikah dia menyelidiki semua tentang Abel, termasuk tentang teman-temannya. Hasilnya tidak banyak mengingat istrinya begitu introvert.
Lelaki asing itu tersenyum pada mereka.
"Saya Jonas Murti*," kata Jonas dengan suara berat yang menjadi khasnya. Diulurkannya tangannya pada Moreno kemudian Abel. "Teman Satria di SMA dulu."
"Teman SMA?" tanya Moreno, mengangkat alis. Sebagai ketua OSIS dulu dia hampir mengenal semua murid. Pasti salah satu teman Satria yang freak, pikirnya. "Saya satu SMA dengan Satria dan..."
"Moreno Danishwara, bukan?" sanggah Jonas. "Saya mengenal-saya tahu kau, ketua OSIS dulu. Wajar kau tidak mengenal saya, saya sama sekali tidak terkenal di Bangsa Perdana."
Abel diam saja. Dia tidak tahu hatinya begitu merinding berada di dekat pria bernama Jonas ini. Sama dengan Moreno, dia tidak mengenal Jonas, bahkan mendengar namanya saja baru sekarang. Tapi ada sesuatu dalam pria itu yang membuatnya nyaris terpekik, dan teringat pada sesuatu.
Sekilas Jonas mirip dengan Satria. Sekilas saja. Jonas memiliki tubuh yang kekar di balik kaos hitam yang ketat di bagian dada itu. Tingginya nyaris mencapai tinggi Moreno hanya berbeda dua cm saja. Wajahnya dipenuhi dengan bulu-bulu tipis, dan matanya.... Mata itu yang selalu menatap lembut pada Abel dulu.
Dia pasti sedang bermimpi.
Tidak mungkin Kak Satria hidup lagi, kan? Hah, lupakan pikiran itu, Abel, bantahnya dalam hati. Masih jelas dalam ingatannya Satria yang menghembuskan napas terakhir di atas pangkuannya. Ya Allah, apakah ini hanya halusinasiku saja?
"Anda pasti Asha Bella," kata Jonas, memecahkan lamunan Abel. "Saya banyak membaca koran. Istri Moreno lebih cantik di aslinya daripada foto di koran. Maafkan saya, Moreno."
"Terima kasih," jawab Moreno ramah. "Di mana Anda tinggal, Jonas?"
"Saya menetap di London. Hanya saja ada urusan pekerjaan di Jakarta untuk sementara waktu."
Mereka bertiga berdoa sejenak. Baiklah, hanya Abel saja yang berdoa, sementara Moreno melamun memandangi semut-semut yang memanjat pepohonan. Di sebelahnya berdiri Jonas yang diam saja.
Tak ada yang menyadari betapa sulitnya bagi Jonas untuk menahan dirinya untuk menyentuh paras manis Abel. Tak ada yang menyangka ada segelembung kerinduan di balik tatapan datar Jonas terhadap Abel yang berhati selembut sutra. Heran. Bagaimana bisa perempuan seperti ini memiliki suami bajingan seperti Moreno yang sama sekali tidak punya hati?
Jonas menahan geram melihat Moreno yang berdiri tenang saja di sebelahnya. Urat-urat di lehernya mengeras dan menegang. Suatu dulu dia pernah menaruh harapan pada Moreno. Harapan muluk, berharap Moreno akan menganggapnya sebagai adik.
Sekarang dia tak perlu berharap. Dia hanya harus menunjukkan pada Moreno siapa dia sebenarnya dengan cara yang dilakukan Moreno dulu terhadapnya.
Sama persis.
Tunggu saja tanggal mainnya, tekad Jonas.
**
Jonas Murti ini orang yang ramah, Abel berpendapat. Setelah mendoakan Satria, suaminya banyak ngobrol dengan Jonas. Lelaki itu tampak tenang bicara dengan Moreno untuk ukuran yang baru bertemu pertama kalinya. Biasanya kebanyakan orang agak segan ketika dihadapkan dengan Moreno, namun ada juga yang histeris. Walaupun Moreno tidak semuda dulu, penggemarnya banyak sekali hingga Abel seringkali jengkel melihat banyak wanita yang menyukai Moreno. Tidak heran. Suaminya sangat tampan serta mapan.
Sungguh kebetulan Jonas seorang chef. Setelah banyak yang dibicarakan, akhirnya sampai ke topik karir. Rupanya Jonas seorang chef yang memiliki tiga restoran di London. Apakah dia keberatan untuk membantu Abel membuka usaha barunya?
"Sebenarnya ini bukan pertama kali aku mengelola sebuah kedai," kata Abel. "Tapi sudah lama aku tidak bekerja lagi, dan banyak resep yang harus kupelajari lagi."
"Oh ya? Di mana saat pertama kali merintis karir?"
"Di Prancis," jawab Moreno menggaungkan nada kebanggaan dalam suaranya. Dirangkulnya Abel. "Istri saya ini sempat punya kedai di Paris. Namun sejak menikah, dia memilih untuk pindah ke Jakarta dan menjalankan tugas sebagai istri."
Itu bukan alasan utamanya. Alasan yang sebenarnya adalah kedai itu 'terpaksa' dijual untuk melunasi utang-utang Charles pada beberapa bank. Moreno memang sudah membayarkan utang kakak Abel, tapi tidak semua. Jumlahnya terlalu besar. Dan selain itu Charles masih punya harga diri.
"Wah, sayang sekali. Saya sempat ingin membuka usaha restoran di sana. Saya belajar kuliner di Paris juga," tampik Jonas.
"Di mana?" tanya Abel.
"Di Le Cordon Bleu. Setelah dinyatakan mampu untuk memasak, saya menjadi chef di Hotel Meurice. Tapi bertahun-tahun pengalaman saya di sana rupanya tidak berhasil untuk mendapatkan izin membuka restoran." Jonas mengangkat bahu. "Itulah sebabnya saya merantau ke Inggris."
"Kenapa tidak kembali ke Jakarta?"
Jonas terdiam. Kembali ke Jakarta di mana dia disingkirkan, dianggap anak haram, dan dibunuh lagi oleh orang yang seayah dengannya? Bukan ide yang buruk di saat dia punya pisau untuk menusuk orang yang menyakitinya dulu. Namun pada kebangkitannya dia tak punya apa-apa untuk menyerang.
"Pengalaman saya di Jakarta kurang bagus," jawab Jonas. "Selain itu saya tidak terlalu bisa memasak makanan Indonesia. Terlalu sulit."
"Makanan seperti apa yang biasa dimasak? Lobster?"
"Saya lebih suka membuat dessert," sahut Jonas, tersenyum.... Pada Abel. Dan melihat senyum itu Abel tak bisa melepaskan matanya.
Entahlah, dia seperti terlempar ke masa lalu. Dulu Kak Satria paling jago bikin kue dan makanan manis-manis yang biasa dimakan sebagai hidangan penutup. Dan itu membuat Abel merinding.
Pemuda itu menatapnya. Sangat dekat. Abel dapat merasakan mata itu menusuk sudut matanya, membuatnya dia tidak bisa berkonsentrasi untuk memasak.
"Begitu caramu memasak, Bel?" Satria memberi komentar melihat Abel mamasukkan adonan ke panci.
Abel mengangguk.
"Gimana kalau aku bilang kau salah?"
"Apa yang salah?" Abel menoleh padanya dengan panik.
Melihat kepanikan Abel, Satria mengulum senyum. "Ratakan semua adonan di panci, jangan setengah begitu. Nanti gosong sebelah, loh."
"Ah, memasak bukan keahlianku ya, Kak Satria? Aku selalu kalah bersaing denganmu, dalam hal apapun."
"Mengapa pesimis begitu, Abel?" Satria beralih menggantikan posisi Abel. Dia mengaduk adonan yang ada di panci. "Aku yakin, dengan lebih banyak belajar, kau bisa mengalahkanku, dalam satu hal."
Dia tahu mustahil jika Jonas adalah Satria yang hidup kembali. Tapi melihat sepasang mata yang menyorotkan ketenangan itu tak luput membuatnya teringat pada Satria-merasakan kehadiran Satria di dekatnya! Abel heran mengapa Moreno tidak menyadari ada yang aneh dari pria bernama Jonas ini.
Oh, bodoh sekali Abel baru menyadarinya. Tentu saja Moreno merasa tidak ada yang salah. Dia kan tidak punya hubungan dekat dengan Kak Satria dan tidak mengerankan jika dia tidak mengenali kesamaan yang dimiliki Jonas dengan Kak Satria.
***
** Semoga kalian suka cerita ini**
PS:
-- Jonas Murti ada di cerita No Longer in Love.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)
Romance"Kamu tidak bahagia, aku tidak bahagia. Tidak akan ada gunanya membangun rumah tangga yang sudah bobrok." Moreno sudah tidak bisa ditawar lagi. Ia meninggalkan istrinya disertai bantingan pintu. Moreno mengira hidupnya akan bahagia setelah ia memb...