DUA

5.6K 291 18
                                    

Di balik serabutnya rangkaian bunga di depannya, Asha Bella menariknya satu per satu bunga yang sudah layu. Bunga mawar putih yang dibeli suaminya dua bulan lalu sudah menemukan jalan ajalnya. Abel menghela napas, menyadari hobi suaminya yang rutin-membelikannya bunga-sudah tidak dilakukannya lagi.

"Is everything all right, my dear?" Marie, kakak iparnya, menegurnya.

Sejak ditinggalkan anak pertamanya, Abel membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk keluarganya tinggal di sana. Hidup berdua saja dengan suami di rumah sebesar itu hanya melahirkan rasa sepi. Apalagi sekarang Moreno lebih banyak di luar daripada menemaninya.

Memang dari awal gaya hidup mereka berbeda. Moreno Danishwara tidak pernah betah tinggal di rumah. Hidupnya selalu penuh dengan petualangan entah di kantor, perkebunan tembakau, atau tempat judi dan klub malam. Sementara istrinya lebih suka membaca buku di rumah, merangkai bunga, mengurus kebutuhan rumah.

"Of course," jawab Abel. "It's just... our anniversary."

"And your lovely husband is not home." Marie menyimpulkan. "Tapi kau tidak perlu khawatir, Sayang. Charles pun sudah sering melupakan tanggal pernikahan kami, dan sampai sekarang kita baik-baik saja."

Tentu saja itu masalah bagi Abel. Abangnya, Charles Jacob, bukan tipikal pria yang romantis. Hidupnya hanya dihabiskan untuk bekerja dan bekerja. Keluarga itu nomor dua. Sementara Reno.... Moreno memiliki keperibadian yang hangat dan romantis. Aneh bagi Abel jika suaminya tidak mengingatnya.

Dan ini pertama kalinya.

Dia tidak mau menjadi istri yang banyak menuntut. Sebagai istri dari direktur perusahaan besar Abel harus mengerti betapa sibuknya Moreno. Dan di rumah tidak ada hal yang baru. Wajar saja Moreno mati bosan jika berlama-lama di rumah. Orang dinamis sepertinya takkan biasa dengan kehidupan monoton yang dia bangun bersama Abel.

"Dan kulihat kau tidak mempersiapkan apa-apa untuk merayakan hari jadimu dengan Moreno," komentar Marie. "Apakah semuanya baik-baik saja, Sayang?"

Tidak. Perasaan Abel begitu rumit hari ini. Mungkin ini pertama kalinya tidak ada kecupan suaminya sebelum pergi bekerja. Tidak ada pesan yang masuk ke ponselnya hanya untuk mengingatkannya makan. Atau telepon yang mengabarinya akan pulang sebentar lagi. Dan tahun-tahun sebelumnya Moreno tak pernah absen mengirimkannya sebuket bunga serta hadiah pernikahannya.

Dan mustahil jika orang seperti Moreno melupakan hal semacam itu.

Moreno punya ingatan yang luar biasa. Itu salah satu kelebihannya, yang membuat banyak orang tersanjung karena ingatannya yang tak terbatas, meski tak sedikit yang kesal karena dia juga ingat hal-hal buruk tentang orang lain. Dan orang seperti itu, luput dari hari pernikahannya dengan sang istri?

"Akhir-akhir ini Moreno sangat sibuk dengan pekerjaannya, Marie. Aku sudah punya firasat untuk menunda saja perayaan hari jadi kami."

"Kau tidak berpikir suamimu selingkuh, kan? Karena itu yang kurasakan setiap Charles berada di luar rumah," kata Marie, kemudian tertawa kecil. "Tapi itu tidak bertahan lama. Begitu dia sampai rumah, kecurigaan itu hilang."

"Tidak perlu khawatir. Charles orang yang setia." Dia dapat mencintai wanita saja sudah bagus! Dulu Abel sempat waswas jika abangnya yang gila kerja ini takkan tertarik pada wanita. Untung saja perempuan baik seperti Marie mau menerima abangnya. "Apalagi Ethan sekarang sudah punya adik lagi."

"Anak ketigaku Rosenda lagi bandel-bandelnya. Kalau kau liburan ke Paris, kau akan kewalahan mengurus mereka berdua. Kuharap adikku sabar mengurus mereka."

"Sampai kapan kau dan Charles di Jakarta?"

"Urusan Charles di sini akan selesai minggu depan. Kami tak bisa meninggalkan anak kami lama-lama. Kalau dua anak pertamaku belum masuk elementary dan Rose sudah cukup besar untuk diajak naik pesawat, barangkali sudah kuboyong mereka ke sini." Marie terdiam, memperhatikan ekspresi Abel yang semakin pundung. "Hey. Dokter bilang apa mengenai rahimmu...?"

"Semuanya baik-baik saja. Mungkin Allah belum mau menitipkan anak padaku dan Moreno," jawab Abel, mengulum senyum tipis. "Moreno juga tak terlalu menuntut walaupun tak jarang dia meminta anak setiap kami melakukannya." Ya, Moreno tak pernah lagi bilang I love you saat melakukannya. Yang terucap dari bibirnya hanya "Give me a son, Asha Bella...". Ego tinggi yang dimiliki Moreno-lah yang memaksakan dirinya untuk terus berusaha mendapatkan anak, dan Abel sudah berusaha sebisanya untuk dapat mengandung.

"Kau tidak berniat untuk mengadopsi Janina, cucu pembantumu? Kata pekerja-pekerja di rumahmu, ibu Janina meninggal saat melahirkan?"

Abel melirik sofa di mana Janina tengah tertidur pulas. Pernah sekali Abel berdiskusi dengan suaminya mengenai adopsi, tapi Moreno menolak mengingat mereka tak pernah bertemu ayah dari Janina yang kabur setelah istrinya meninggal. Moreno tidak mau gen jelek ayah Janina turun pada anak yang akan diadopsi mereka.

"Banyak yang harus dipertimbangkan, Marie," sahut Abel pelan. "Aku dan Moreno masih bersabar untuk memiliki anak."

"Tentu saja. Lagipula, kau ingat kan aku juga susah hamil? Setelah empat tahun menikah, aku baru bisa mengandung. Itu semua hanya mengenai kesabaran, Sayang."

Iya, semua itu mengenai waktu. Abel harus menepiskan semua kecurigaannya terhadap sang suami dan mulai rajin berolahraga agar cepat memiliki anak. Hanya seorang anak yang dapat mengembalikan suaminya seperti dulu.

"By the way, Abel, tadi Charles meneleponku. Dia menanyakan apakah Moreno bisa gamble dengannya atau tidak. Katanya Danishwara Casino sepi sekali."

"Moreno sudah ada di sana, Marie."

"Kalau begitu Charles pasti kurang jeli," kata Marie, tertawa kecil. "Tidak biasanya Charles melewatkan momen berduel bersama suamimu di meja judi."



** Semoga kalian suka cerita ini **

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang