"Reno....." Abel menahan air matanya mati-matian. Tidak bisa, pertahanan dirinya bobol dengan Moreno yang terus menatapnya. "Selamat ulang tahun." Dia hendak memberitahu suaminya perihal kehamilannya, dan dia tersentak melihat Moreno mengambil jasnya. "Kau mau ke mana?"
"Malam ini aku menerima surprise yang sangat tidak kuduga," jawab Moreno. "Aku ingin menghabiskan waktu bersama teman-temanku di klub."
"Reno, kau tidak bisa pergi! Ada satu hal yang harus kuberitahu padamu!"
"Apa lagi?" dengus Moreno bosan. "Kalau kau selama ini mengira aku malaikat yang bisa dengan senang hati mendengar ceritamu tentang Kak Satria-mu itu, kau salah besar, Bella! Aku sama sekali tidak tertarik dan kau bisa tuangkan ceritamu dalam buku harian atau ceritakan saja pada Satria-nya langsung! Aku sudah tidak peduli lagi! Bahkan, aku sudah mempersiapkan apa yang kau butuhkan."
"Apa?"
Moreno kembali pada brankasnya dan mengeluarkan surat ajuan cerai. "Kau hanya perlu datang ke pengadilan agama sesuai di dalam surat itu. Besok akan ada orang yang akan bantu mengepak." Dia terdiam sejenak, menggigit bibirnya. "Aku kira tidak satu pun dari kita berdua ingin menempati rumah ini lagi, bukan? Kau bisa kembali pada ayahmu, dan aku akan hidup dengan diriku sendiri. Semuanya sudah selesai."
"Tidak! Kau tidak bisa menceraikanku, Moreno!" teriak Abel dengan tangisannya yang meledak. "Aku hamil! Aku tidak mau anakku kehilangan sosok ayah seperti yang kau alami dulu." Aku juga tidak akan tahan melihatmu menikah lagi dan membiarkan anakku iri pada anakmu dengan wanita lain!
Moreno tersentak. "Kau... hamil?"
"Dokter Hermawan mengatakan sudah empat minggu, Reno," jelas Abel. "Dia juga bilang kandunganku kali ini sehat. Tidak ada sama sekali masalah, dan kemungkinan untuk miscarriage tidak sebesar dulu."
"Benarkah?" Moreno mendekati Abel dan menatapnya lekat-lekat. Tiba-tiba saja suara Abel mengatakan, bukan aku yang bermasalah dengan rahimku, muncul di benaknya. Dia menjauh dari istrinya, menggeleng tegas. "Lalu kau kira anak akan menyelesaikan masalah kita? Membuat keluarga kita harmonis? Kini aku mengerti mengapa ibuku memilih bercerai daripada bertahan. Dia tidak menganggap seorang anak menjadi penghalang orang yang dicintainya untuk bahagia. Aku pun juga begitu."
"Apa maksudmu, Moreno?" tanya Abel bingung sekaligus takut.
"Kita akan bercerai setelah bayi itu lahir. Kau tidak perlu khawatir soal uang dan kesejahteraan anakmu, aku takkan lari. Aku akan memastikan anakmu tidak kekurangan apa-apa, dan tentu saja kau akan memberikan hak padaku untuk menemui setiap saat aku mau, bukan?"
"Moreno...."
"Aku tetap berkeras dengan keputusanku. Rapikan semua barangmu, dan kembali pada ayahmu." Moreno menghela napas panjang. "Kau tidak bahagia, aku tidak bahagia. Tidak akan ada gunanya membangun rumah tangga yang sudah bobrok." Dan Moreno sudah tidak bisa ditawar lagi. Dia meninggalkan istrinya disertai bantingan pintu.
Begitu Moreno pergi, Abel menangis sekuat yang dia bisa. Dia menangisi kepergian suaminya yang takkan kembali padanya. Tidak akan pernah.
**
Decitan mobil itu membirit-biritkan sepasang kucing yang tengah bergumul. Udara pagi itu begitu sejuk dengan belaian angin yang mengusap wajah siapa saja yang menyambutnya. Menyambut hari yang baru. Tidak ada suami. Tidak ada tekanan. Hanya Abel yang turun dari mobil Lexus hitam dengan dua kopor di kedua tangannya.
Dia melewati pagar rumah ayahnya kemudian meletakkan kopor-kopornya di atas teras. Entah apa reaksi ayahnya ketika melihat dirinya di dini hari begini. Cuaca tidak akan berawan hari ini, pikirnya. Kegelapan mulai menauingi bumi seakan malam tak pernah pergi. Abel mengetuk pintu rumah ayahnya tiga kali, dan tak lama kemudian ayahnya keluar hanya dengan piyama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)
Romance"Kamu tidak bahagia, aku tidak bahagia. Tidak akan ada gunanya membangun rumah tangga yang sudah bobrok." Moreno sudah tidak bisa ditawar lagi. Ia meninggalkan istrinya disertai bantingan pintu. Moreno mengira hidupnya akan bahagia setelah ia memb...