TIGA PULUH DUA

1.7K 85 4
                                    

Tante Dilla menyambut mereka dengan senyuman bahagia yang menunjukkan semua giginya. Abel tidak menyesal memakai pakaian formal melihat gaun yang dikenakan Tante Dilla begitu mewah dan anggun. Moreno membimbing istrinya ke ruang makan.

"Happy anniversary, Pa, Tante Dilla." Sebelum duduk Moreno menyalami dan memeluk ayahnya yang sudah duduk lebih dulu. "Sepertinya Papa semakin awet muda saja." Mereka semua tertawa karena apa yang dikatakan Moreno begitu kontras dengan kenyataannya. Papa Gilang sudah semakin tua dengan kepalanya yang mengkilat tanpa rambut. Sejak kanker dan akhirnya selamat, Papa Gilang semakin kurus namun senyumnya semakin lebar atas perasaan bersyukur yang diberikan Tuhan padanya. "Ini. Abel membuatkan lasagna untuk kalian semua." Moreno meletakkan sewajan lasagna di atas meja makan dan duduk di dekat ayahnya, sementara Abel dan Tante Dilla duduk bersebelahan di seberangnya. "Apakah ada tamu lain selain kita, Pa?"

Tolong jangan katakan Jonas adalah tamu spesialnya.

Atau Moreno akan menghabiskan malam ini di kamar mandi membuang semua isi perutnya. Dia tidak sudi satu meja makan dengan adiknya lagi.

"Halo, semuanya."

Mereka menoleh pada sosok lelaki tua di ujung ruangan. Lelaki itu mirip Moreno versi dengan rambut beruban. Moreno menghela napas lega. Kakek Sasmito? Yang menjadi pertanyaan, dengan apa Papa mengundang Kakek Sasmito yang benci setengah mati dengan ayahnya?

Papa Gilang berdiri menyambut mantan mertuanya dan menyilakannya duduk. Moreno tidak tahu harus bilang apa. Rasanya tidak pernah dalam hidupnya dia satu ruangan dengan Papa dan kakeknya. Selain itu, Tante Dilla kan mantan pacar sang kakek.

"Oke. Apakah ada masalah dengan perusahaan hingga Kakek ke sini?"

Kakek tertawa mendengar pertanyaan sinis itu. "Jangan bawa-bawa pekerjaan di suasana yang hangat ini, Reno," tanggapnya. Dia menoleh pada Gilang. "Benar kan, Lang? Anakmu ini pasti terkejut melihat kedatanganku."

"Terkejut sekali," sambung Moreno sambil menunjukkan tatapannya pada Tante Dilla.

"Kenapa harus terkejut, Ren? Kakek dan ayahmu sudah sering bertemu beberapa tahun terakhir ini." Kakek Sasmito tersenyum. "Tentu saja kau tidak tahu. Yang kau pikirkan kan pekerjaan terus."

"Pekerjaan yang Kakek serahkan padaku tanpa persetujuanku dan akan menuntutku jika menolak." Itu benar. Kakek punya beberapa fotonya ketika berjudi dan siap melaporkannya hingga Moreno melepaskan usaha ternak telurnya.

"Ah, kau suka menampik sesuatu berlebihan, deh." Tawa Kakek yang menyebalkan semakin menggema. Kakek menoleh pada Abel. "Sudah berapa bulan?"

"Ngg...?"

"Kau gemukan. Muka membulat. Hamil, toh?"

"Oh," jawab Abel diiringi gelak. "Hopefully. Belum aku cek." Eh, itu juga benar kan? Kan iya belum mengecek ke dokter kandungan?

"Ah, sebentar lagi akan ada anggota keluarga baru." Sejak cucunya menikah Kakek Sasmito lebih menghargai Abel daripada cucunya sendiri lantaran sifat Moreno yang mirip sekali dengan kakeknya. Sinis, menyebalkan, penuh dengan dugaan buruk. "Oh ya, happy anniversary ya, Gilang dan Dilla. Katakan saja ingin apa, akan kuberikan."

"Cukup saham saja, Pa," sahut Papa Gilang bergurau.

Apa? Papanya memanggil Pa pada Kakek? Sudah berapa tahun yang Moreno lewatkan hingga tidak tahu mereka sudah sangat berdamai?

"Tenang saja, Moreno suka berbagi sahamnya, kok!" jawab Kakek. "Mana nih makan malamnya? Aduh, tidak memakai katering, nih?"

"Sebentar lagi, Pa," jawab Gilang.

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang