DUA PULUH

3.1K 205 8
                                    

"Abel, I have some ideas for your restaurant..." Mulut Jonas menganga ketika tahu siapa yang ada di dalam restoran itu.

Sudah dua jam Moreno duduk di kursi meja bar. Ditemani tiga cangkir kopi dan koran di meja, menunggu siapa saja yang datang ke sana. Dia memberikan seuntai senyum yang sulit diartikan Jonas-hell no, Satria. Harus Moreno akui kemampuan Satria berakting tidak buruk, justru harus diacungi jempol! Kalau penyamarannya sudah terbongkar, akan Moreno kenalkan adik seayahnya itu dengan produser film.

Getaran itu masih ada. Bukan getaran karena terkejut, melainkan adanya tegangan yang dirasakan Moreno ketika Satria masuk ke dalam restoran. Mata Satria tidak bersorot kaget, malah tenang bagaikan air yang mengalir tanpa gangguan. Tapi mulutnya yang menganga, serta getaran setengah detik di jari-jari tangannya, memberi kesan pada Moreno dia tengah menutupi emosinya.

"Jonas!" seru Moreno, menepuk kursi di sebelahnya. "I'm glad that you came! I've been here for hours and finally.... You're coming!"

Kaku, Jonas duduk di sampingnya. "Where's your wife?"

"I didn't know she hired you," sahut Moreno, mengernyitkan dahi. "You don't like my wife, do you?"

"What? You're gonna kill me for that?" Jonas tertawa renyah, namun jauh di dalam dirinya merasakan ketakutan dan rasa traumatis. Orang yang di sebelahnya ini pernah mencoba membunuhnya, dan Moreno punya kemampuan untuk melakukannya lagi.

No, I'm not weak, dia mengingatkan dirinya sendiri.

Moreno memberikan tatapan tajam pada Jonas, dan kemudian dia tergelak. "Kidding, dammit! Why should I kill you? I know you, man. Who's that chick?"

"Who?"

"The one who makes you feel alive, man! Girlfriend or wife...." Moreno terdiam, menahan tawa yang tak bisa dilakukannya karena dia mengeluarkan suara tawa yang lebih kencang lagi. "Ok, sorry. I knew it! You're feeding a mistress?"

"Maybe." Aneh rasanya melihat Moreno tertawa di sebelahnya. Melihat orang yang sangat dibencinya begitu akrab pada orang lain seperti Jonas Mirano. Bagaimana bisa Moreno baik dengan orang asing, sementara dengan adik yang sedarah dengannya..... "Where's Abel?"

"We're doing this together. And I don't have any intention to let my wife work, at the kitchen." Membayangkan istrinya panas-panasan di dapur seharian membuat Moreno geli. Tidak, dia tidak akan membiarkan istrinya kelelahan, dan belum lagi jika ada keluhan dari pelanggan. Izinnya pada sang istri hanya sebatas pengelolaan saja. Kasihan sekali nasib Jonas ketika Moreno melihat ekspresinya yang kecewa. "So, tell me what ideas you bring."

"Nothing." Jonas menggeleng.

Pengecut, hina Moreno dalam hati. "Jo, this may sound crazy but I somehow think you remind me of someone. Someone who died years ago, many years ago. I don't know why I feel that way, but..." Moreno mengangkat bahu. "Nevermind. Want a drink?"

"May I know who?"

Lama Moreno terdiam sebelum akhirnya menjawab, "My half-brother. Satria." Dia menghela napas panjang setelah mengucapkan nama yang enggan dilisankannya itu. "Everybody knew he loved Abel so much, but he had no courage to againts me and my friends. I wish I could have let him alive, but..."

"Everybody also knew how you despised him."

"I protected him. Always." Moreno meneguk kopinya. "Semua orang mengincarnya, terutama yang seangkatan dengannya. Dia tidak banyak bicara tapi rankingnya selalu menyaingi saya. Dan orang yang seperti itu-yang terancam masuk universitas negeri dengan keperibadiannya yang baik, sangat mudah baginya untuk dibunuh. Omong kosong kalau kita tidak tahu betapa busuknya Bangsa Perdana dengan anak-anak borjunya."

Jonas mendengarkannya seksama. Moreno? Selalu menjaganya? Apakah definisi menjaga adiknya adalah dengan menggebukinya sampai nyaris mati dan membuangnya di pinggir pantai? Apakah definisi menjaga adiknya adalah membenci adiknya sampai tidak banyak orang yang tahu bahwa mereka kakak-beradik?

"Saya selalu ikut tawuran hanya untuk memastikan dia tidak terluka. Semua anggota geng saya menjaga solidaritas, dan mereka tahu bahwa dia adalah anak dari... Ya, mungkin Satria pernah mengatakannya padamu. Dengan saya berada di ruang lingkup kejahatan sekolah, saya bisa tahu dia aman."

"Tapi bukankah dia dicelakai oleh anggota geng Rebellious sebelum plus? Kita semua tahu itu," Jonas memberikan alibi.

"Yang jelas, jika dia masih hidup, saya hanya bisa minta maaf dan menjelaskan semuanya. Pengakuan ini tidak akan berujung sampai saya bertemu Satria di akhirat, itu pun kalau saya bisa masuk surga." Moreno tertawa kecil. "Jadi, katakan... Oh, Chef Deni! Thanks for your coming!" Moreno melambaikan tangannya, berdiri dan menyalami kakek tua itu. "Apa kabar?"

"Hanya tempat tidur yang bikin saya sakit. Terima kasih, Pak Moreno dan Ibu mengizinkan saya bekerja lagi!" Mereka saling tertawa. "Andrea dan Niko sedang on the way. Dan mumpung Bapak ada di sini, saya sudah membuat daftar pembiayaan resep menu-menu yang saya bikin."

"Sudah? Luar biasa!"

Seharian Moreno di restoran. Walaupun tidak terlalu tahu mengenai cara memasak, tapi dia tahu bagaimana caranya makan. Dia mengetes satu per satu makanan yang dibuat para chef, dan harus memuji chef-chef pilihan istrinya yang bukan main!

Giliran Jonas membawakannya makanan penutup-Moreno tidak tahu apa itu, hanya kue kental hijau dengan beberapa irisan buah yang menggumpal di dalamnya. "It looks incredibly great." Moreno menyicipi makanan itu dengan satu sendok saja. "Awesome! Bring me lot of this to my home!"

Moreno sangat mudah menjalin hubungan dengan para chef. Mereka berdiskusi mengenai konsep yang hampir jadi dan Moreno juga mengeluarkan beberapa strategi untuk membuat restoran ini laku. Pertama-tama, dia harus mendapat izin usaha ini dulu, dan kemudian dia akan mempromosikan restoran ini pada relasinya yang bejibun. Itu tidak terlihat sulit.

Dari kejauhan, Jonas memperhatikan gestur kakaknya yang berubah-ubah; serius, tertawa, serius lagi! Pada saat itu Jonas tahu dia tidak akan bisa mengalahkan kakaknya, dan fakta itu melecutkan kesadarannya untuk menjadi yang lebih tangguh lagi untuk membalaskan dendamnya.

Dia tidak akan pernah melupakan apa yang telah dilakukan Moreno Danishwara padanya. Moreno bukanlah kakaknya, dia adalah monster! Tidak ada kakak yang sampai hati membunuh adiknya sendiri, dan penyesalan yang dirasakan Moreno memang pantas menggerogoti hati Moreno!

Sore mulai menjelang. Moreno melirik arlojinya dan menoleh pada Jonas. "Thanks for the help, Jo. Aku tidak menyangka akan berjalan sebegini cepat." Dia mengulurkan tangannya yang disambut baik oleh Jonas.

"Aku senang melakukannya, Moreno. Lagipula, kontribusimu lebih besar." Lebih besar daripada yang kubayangkan! Aku mematahkan tulangku untuk membangun bisnis restoranku yang sukses setelah bertahun-tahun menghadapi masa susah. Tapi Moreno... Pernahkah dia punya kekurangan dalam hal apapun?

"Sampai kapan kau di Jakarta? Aku ingat kau tinggal di Inggris."

"Belum kuputuskan," jawab Jonas, mengangkat bahu. "Sudah lama aku tidak datang kemari. Banyak yang harus kulakukan."

"Seperti bertemu orangtuamu."

"Ya..., tidak." Jonas terdiam mengutuki lidahnya yang keceplosan. "Orangtua saya tinggal di Inggris."

"Tidak ada yang tinggal di sini, apakah sedang mencari istri? Kebetulan aku punya banyak teman wanita." Moreno menyeringai. "Aku tidak keberatan untuk jadi biro jodoh."

"Ya aku dengar perempuan Asia banyak yang ramah dan cantik-cantik. Tapi untuk saat ini aku lebih suka pekerjaanku."

"Ah, kau benar-benar mengingatkanku pada Satria."

"Bagaimana?"

"Dia lebih suka belajar daripada pacaran padahal dia punya modal yangbesar untuk menggaet wanita." Moreno berdecak penuh rasa simpati, kemudianmelirik arlojinya. "Saya harus pergi. Sampai ketemu, Jonas." -Satria, whatever! Dibohongi oleh kakek yangdisayanginya membuatnya lebih waspada pada penipu ulung semacam adiknya.

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang