LIMA PULUH DUA

1K 45 3
                                    

Satria tidak memandang penjara sebagai sesuatu yang buruk. Dia pernah mengalami hal yang jauh lebih menyakitkan. Dibuang kakaknya di tepi pantai dengan sekujur luka lebam yang masih membekas di badannya.

Masih dengan kemeja dan celana yang terakhir di pakainya, dia duduk di ranjang besi dengan intensitas cahaya yang minim. Hanya wajahnya yang tampak dari luar jeruji. Mereka mengambil semuanya; ponsel, jam tangan, dan bahkan iPod! Akan beginikah nasibnya untuk... berapa lama?

Jangan bermain-main dengan kakap. Dia tertawa.

Masih jauh dirinya dari puncak. Posisinya masih mendaki di bawah sana, jauh dari orang-orang yang dia jatuhkan di website Mr. X! Jauh dari Moreno yang sudah lama menghuni posisi atas tidak peduli betapa kayanya Satria sekarang. Dia tidak punya pengalaman sebagai orang cerdik yang dalam beberapa hal lebih pintar.

Penjaga memberitahunya ada yang datang.

Elizabeth.

Satria bergegas ke jeruji dan mendesak, "Liz! You have to take me out from here!"

"Calm down. I'm doing you a favor.... Look who's coming!" Muncul Asha Bella yang mendekati Elizabeth. "Aku tinggal kalian berdua. Bye."

Abel berdiri di luar jeruji dengan sorotan kecewa dari matanya. Entah apa alasannya untuk kecewa karena Moreno sudah memberitahu yang sebenarnya terjadi. Kemungkinannya kecil jika Satria terbukti tidak bersalah karena biasanya penyidik sudah memastikan betul-betul bahwa tersangka melakukan tindak pidana.

Ini seperti menjilat ludahnya sendiri. Moreno marah padanya karena dia tak memercayai suaminya sendiri. Sekarang dia menyaksikan kesalahannya. Satria berada di dalam penjara.

"Abel....." Pertahanan Satria runtuh ketika melihat bagaimana cara Abel menatapnya. Dingin namun terdapat amarah di dalamnya. Hanya nama wanita itu yang bisa diucapkannya. "Abel...."

"Kenapa kau melakukan semua ini, Satria?" tanya Abel, mencoba untuk tidak terikat pada emosi yang berlebihan melihat air mata pria itu. Selama ini yang menjatuhkan nama suaminya di situs menjijikkan itu benar... Satria. Orang yang tak pernah diduganya akan melakukan hal semacam itu. "Kenapa?"

Satria menggeleng, menyanggakan kepalanya di sela jeruji, dan merasakan Abel menjauh darinya. "Aku hanya ingin terlihat lebih baik dari Moreno," jawabnya pelan. "Dengan menjatuhkannya akan membuatnya jauh darimu, Bel."

"Apa?" desis Abel tak percaya.

"Aku mencintaimu. Sangat." Satria menatap Abel masygul. "Sembilan belas tahun aku berada di tempat persembunyianku, menghabiskan waktu untuk membanting tulang agar aku bisa lebih baik daripada Moreno."

"Kau bisa kembali kapan saja, bahkan tidak perlu pergi sekali pun, Satria," jawab Abel lirih. "Tapi kau memilih untuk meninggalkanku, membiarkanku terjerembap dengan perasaan bersalah. Aku mengira diriku gagal menolongmu dan sampai sebelum kau kembali, aku tetap menyalahkan diriku!"

"Bagaimana aku bisa kembali saat aku tahu kakakku mencoba menyingkirkanku, Abel? Tempatkan dirimu pada posisiku! Kesalahanku hanyalah memiliki perasaan yang tidak bisa kucegah terhadapmu. Perasaan yang kumiliki sejak aku melihatmu di kelas, saat Moreno menegur pakaianmu yang kebesaran!" Satria mengelap air mata yang bercucuran ke pipinya. "Tidak. Lebih lama dari itu! Aku sudah memperhatikanmu sejak kau pindah ke depan rumahku."

"Aku baru ingat, rumahmu di Menteng, kan?" tanya Satria. "Sadar tidak, rumahmu bersebrangan denganku?"

Wajah Abel memerah. Apa? Dia bertetangga dengan Satria? Dia mengutuk dirinya sendiri, mengapa tidak pernah tahu soal itu. "Tidak, aku jarang keluar rumah."

Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang