Tenggorokan Moreno mengering saat dia melihat istrinya memakai lingerie tipis. Dia hendak mengambil haknya sebagai suami, tapi sebelumnya dia ingin memastikan perihal Jonas Murti.
"Abel. Hm," kata Moreno berupaya tenang. "Adakah sesuatu yang belum kau sampaikan padaku?"
"Tentang?" Satu alis Abel naik.
"Tentang pria yang kita temui di makam Sat-adikku." Moreno merasa lidahnya kelu melisankan nama Satria. "Pria bernama Jonas Murti itu. Aku tahu dia menemuimu di kedaimu. Mohon jangan elak aku."
Abel mengangguk-angguk tenang. "Itu benar. Dia kenalannya salah satu chef yang di-hire di kedai, dan membantu membuat konsep. Menurutku tak ada salahnya kan mendapat masukan dari chef yang profesional seperti dia?"
"Benar hanya itu? Tak ada yang kau sembunyikan?"
Cara Moreno menatapnya sangat tajam, namun Abel malah tertawa tipis. "Kenapa? Kau cemburu? Kau Moreno Danishwara, bisa cemburu?"
"Aku tetaplah laki-laki dan aku suamimu, tentu aku bisa cemburu jika ada pria yang mendekati istriku."
"Well, aku tidak tertarik padanya."
Sedetik setelah dia mengucapkannya, Moreno menggaet tubuhnya dan membawanya ke atas ranjang. Di sana mereka memadu kasih sampai dini hari. Dipeluknya Abel setelah keduanya mencapai puncak kenikmatan.
Moreno tidak terlalu suka bangun di pagi hari kecuali untuk shalat dan pergi bermain golf. Dia merasakan getaran ketegangan istrinya yang merintih penuh keringat. Wajahnya yang mungil pucat pasi. Dia pasti memimpikan Satria lagi, pikir Moreno. Dia sudah terbiasa dibangunkan oleh teriakan dan gumaman istrinya, tapi itu pun jarang. Hanya beberapa kali dalam sebulan.
Ya, dan kali ini termasuk beberapa kali dalam sebulan itu. Hell, Moreno tidak suka melihat istrinya begitu melawan fakta Satria sudah meninggal di alam bawah sadarnya, dan Moreno tidak bisa menyalahkannya karena setiap istrinya bangun, dia pasti lupa apa yang telah dimimpikannya.
Moreno yang tidak terbiasa tidur dengan pakaian, dapat merasakan hangat tubuh istrinya. Sangat hangat, oke bukan, melainkan panas! Perlahan dia mengulurkan telapak tangannya ke dahi istrinya. Damn.
Dia turun dari tempat tidur dan mengambil termometer dari lemari obat. Dimasukkannya termometer itu ke mulut istrinya secara hati-hati agar istrinya tidak terbangun. Tiga puluh sembilan celcius.
"Abel, honey, are you okay?" Moreno mengecup dahi istrinya. Abel sering memimpikan Satria, tapi tidak pernah sampai membebaninya seperti ini hingga dia terjatuh sakit. Tak mendapat respon apa-apa selain gumaman yang memanggil nama Satria, Moreno ke kamar mandi mengambil handuk dan membasahinya dengan air hangat. Dilapnya wajah istrinya yang penuh keringat.
Moreno menelepon dokter pribadinya-ayah mertuanya sendiri, Dokter August, dan tak lama kemudian Dokter August datang dengan susternya. Setelah diperiksa, Dokter August memutuskan untuk menusuk selang infus pada tangan Abel. "Dia kelelahan dan membutuhkan banyak air, Reno. Dan selain itu dia harus menjaga pola makannya." Dokter August berdecak. "Dia jarang sekali sakit seperti ini."
Apakah Dokter August bermaksud sejak menikah dengan Moreno istrinya lebih sering stres? Perasaan bersalah melilitkan perut Moreno. Tapi mau bagaimana lagi. Kehidupan pernikahan kan tidak selamanya manis! "Saya tidak tahu apa yang membuatnya kecapekan, Yah. Aku rasa aktivitasnya tidak terlalu memaksanya untuk bekerja keras."
"Ayah dengar dari Charles bahwa Abel mulai membuka restoran, dan kita berdua tahu betapa excited-nya Abel jika itu menyangkut usaha semacam itu," jawab August. "Dan beberapa tahun terakhir ini cobaan selalu melandamu dan Abel. Wajar jika Abel merasa depresi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketidaksetiaan Pak Direktur (COMPLETED)
Romance"Kamu tidak bahagia, aku tidak bahagia. Tidak akan ada gunanya membangun rumah tangga yang sudah bobrok." Moreno sudah tidak bisa ditawar lagi. Ia meninggalkan istrinya disertai bantingan pintu. Moreno mengira hidupnya akan bahagia setelah ia memb...