Judith menyudutkan Anya ke tembok gudang, tatapannya begitu menggambarkan ketidaksukaan. Anya hanya menatap malas Judith "mau apa?"
"Lo tau? Nova suka sama lo!"
Anya berdecih, mendorong bahu Judith agar menjauh darinya "bullshit! Gue ngikut lo ke sini bukan buat denger lo ngomong omong kosong kayak gitu, lo sendiri juga tau seberapa bucinnya cowok tolol kayak Nova ke Alice!"
"Dan lo bilang dia suka sama gue?" Anya terkekeh mengejek.
Judith mendengus "lo kurang peka Anya—" tangan Anya terangkat menghentikan ucapan Judith "udah ya, gue gak mau denger apa-apa lagi tentang Nova. Muak gue!"
"Alice hilang!"
"Terus? Gue harus peduli gitu?"
Judith menggertakkan giginya "ITU ULAH LO KAN?!"
"Atas dasar apa lo nuduh gue?"
"Karena lo mau nyingkirin dia!" Tekan Judith.
Anya menaikkan sebelah alisnya "kenapa nanggung?"
"Ha?"
"Iya, kalo gue mau nyingkirin Alice kenapa gak sekalian sama lo?!"
Judith semakin di buat emosi "eh? Tapi lo harus bersyukur dong, kan Alice ilang nih gak ada kabar nah kesempatan buat lo tuh deketin Nova mereka juga udah putus kan tuh. Nah, Lo juga gak usah capek-capek buat rencana gimana caranya nyingkirin saingan lo itu—" Anya tersenyum lebar sambil menepuk pundak Judith "Semangat bestie!"
Anya pergi meninggalkan gudang tak peduli suara raungan Judith yang menggema, Anya cukup senang karena bisa memukul telak Judith. Tetapi, kenapa bisa Alice tiba-tiba menghilang seingatnya sejak terakhir pertemuan mereka yang tidak baik— ah bukan, sangat tidak baik mana ada yang dikatakan baik saat Alice berencana ingin melenyapkannya, sejak saat itu Anya tak pernah lagi bertemu dengan Alice.
Dan masalahnya kini adalah seseorang yang berdiri di depannya dengan wajah keruh tak lupa kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celananya, "kenapa gak jawab telpon gue?"
Anya mengerutkan keningnya lalu mengecek ponselnya sungguh di buat terkejut kala melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Lian. Anya tersenyum canggung "hp gue di silent, em.. kenapa?"
Lian mendengus "ikut gue!" Dia menarik Anya dengan langkah cepat.
Anya menggigit bibirnya pelan desiran aneh yang muncul setiap berdekatan dengan Lian kembali, bahkan rasanya semakin terasa. Wajahnya akan tiba-tiba panas, jantungnya berdetak tak karuan, suaranya bergetar gugup, Anya selalu menepis jika ia menyukai Lian. Karena baginya Lian hanyalah karakter novel sedangkan dirinya hanya jiwa yang tersesat dan tak sepatutnya rasa itu hadir.
Tapi, apakah Anya boleh egois?
"Lian ini mau kemana sih?"
Sayangnya cowok itu tak menggubris, terus menarik Anya menuju ke area parkiran. Hei, bukankah ini belum waktunya pulang?
"Pake!"
Anya menatap helm yang disodorkan Lian "kenapa—"
"Ck, lama!"
Anya terkesiap saat Lian tanpa aba-aba memasangkan helm itu pada kepalanya "naik!"
Lagi, kenapa sih dengan cowok satu ini "naik Anya, apa perlu gue angkat?!"
"Iya-iya dasar gak sabaran!"
Lantas motor itu keluar dari gerbang sekolah dengan gampangnya, Anya memeluk pinggang Lian erat karena laju motor yang kencang Anya takut jika terjatuh. Kendaraan beroda dua itu berhenti di sebuah pantai, Anya langsung turun dan membuka helmnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Character's [END]
Romance[16+] Jihan tiba-tiba masuk ke dalam sebuah novel di mana ia menjadi tokoh antagonis yang akan berakhir menyedihkan. Ia tak punya pilihan lain selain merubah alurnya dan membuat isi dari novel itu kacau karenanya. Perannya pun berganti, Jihan bahk...