Duka dan Rahasia?

64 2 0
                                    

~hanya saja ada luka yang tidak harus di bagi, melainkan hanya di simpan sendiri~

*-*-*-*-*-*

Saat ini pemuda itu yang tengah berada di rumah sakit.

Setelah beberapa pekan terakhir dirinya merasakan gejala mimisan lagi.

Dirinya bukan takut akan usianya yang tak akan bertahan lama, melainkan gadisnya.

Dia akan sendirian seperti dulu, dan dirinya takut hal buruk itu kembali terulang.

Gadis itu akan kembali jatuh terpuruk.

Dokter memasuki kamar inap Arga.

"Selamat siang tuan Raqenza, apakah masih ada keluhan setelah beberapa hari ini?" Tanya Dokter Tirta setelah duduk di kursinya.

Pemuda itu tersenyum tipis.

"Dokter, saya mimisan lagi apa tidak masalah?" Tanya Arga.

Dokter Tirta tersenyum tipis.

"Hal ini biasa terjadi Ga, saudara kembar mu juga merasakan hal yang sama. Sebaiknya kamu rawat inap saja, karena saya lihat kamu terlalu lelah akhir-akhir ini. Bahkan dua hari yang lalu kamu tidak menemui saya. Jadi untuk jaga-jaga, sebaiknya kamu istirahat dulu di rumah sakit ini. Biar saya siapkan kamar VVIP untuk kamu." Ujar Dokter Tirta lalu dirinya menelepon seseorang.

Pemuda itu menghela nafasnya pelan. Itu artinya dirinya akan memiliki jarak yang lebih jauh dari gadisnya.

"Eugh, dok apa saya boleh meminta agar rawat jalan saja. Maksudnya, saya masih bisa berangkat sekolah seperti biasa." Ujar Arga.

Tirta tersenyum tipis.

"Boleh, asal jangan kelelahan. Kamu ingat kapan terakhir kali kamu bertemu saya, kamu sedikit kesulitan untuk bernafas." Ujar Dokter Tirta.

"Saya ingat, terimakasih dok. Kalau begitu, saya masuk kamar dulu. Permisi." Ujar Arga lalu dirinya bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan dokter Tirta.

Pemuda itu berjalan dengan langkah gontai.

Semuanya terasa seperti mimpi buruk bagi nya.

Arga mengusap air matanya yang menetes.

"Gue takut, enggak bisa bertahan lama. Lo masih belum bahagia My Little Girl, gue enggak tahu lagi harus gimana. Hubungan kita barusaja membaik, lalu kenapa luka ini harus hadir." Ujar Arga pelan.

Jujur dirinya juga rapuh.

Tak berselang lama ponselnya berdering.

Arga merogoh ponsel dari saku celananya dengan malas.

"Gue di teror kuyang." Gumam Arga pelan.

Dylan Sengklek is Calling

Pemuda itu menggeser logo hijau pada ponselnya.

"Hallo beban keluarga."

"Hallo juga jelek. Nongki yuk, kemana gitu. Ada cafe baru buka, om yang jemput."

"Rese lo, gue malas."

"Jangan nolak, gue tlaktir. Kapan lagi coba di tlaktir om ganteng."

"Ngaca tuh di kaca bukan di batu.."

"Kalau enggak mau ya udah. Padahal mau di kasih tips buat luluhin hati doi wkwk."

CALANDRA (Slow UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang