"Aish.... Om Yohan ini terbuat dari apa sih ? Berat banget.... Kayak beban hidup aku...." Tendra tidak berhenti menggerutu sepanjang perjalanan dari ruang bawah tanah keluarga Arnault menuju ke rumah milik Yohan sambil membopong Yohan yang masih tidak sadarkan diri.
"Udah.... Nggak usah banyak ngomel.... Kan situ cowok...." timpal Ara yang berjalan santai di belakang Tendra bersama dengan Chenji. Raquel sudah tidak bersama dengan mereka lagi setelah membisikkan tugas penting pada Chenji.
Tendra menghentikan langkahnya. Membiarkan tubuh Yohan merosot ke lantai. Kemudian berpaling menatap Ara dan Chenji.
"Kita bisa lebih cepat membawa Om Yohan kalau kalian berdua ikut membantuku...." tukas Tendra sambil menunjuk Ara dan Chenji bergantian.
"Ogah ah.... Bukan muhrim...." jawab Ara.
"Ogah ah.... Nanti dia pingsan lagi...." Chenji membeo. Tendra mendelik.
"Ututututuuu..... Jangan ngambek begitu. Ayo buruan.... Diangkat lagi Om Yohannya. Malu sama tato kalo lembek begitu..." sambung Ara setengah meledek. Tendra memajukan bibirnya ke depan. Kalau tidak ingat peringatan Johnny untuk tidak macam-macam dengan si Arabelle ini-sebutan Tendra untuk Ara karena dia menakutkan seperti boneka Anabelle-sudah dia cipok bibirnya Ara. Tapi Tendra mengurungkan niatnya. Kata Johnny, Ara sudah ada pawangnya.
Pawang hujan.
Dengan setengah hati, Tendra kembali mengangkat tubuh Yohan yang masih tidak sadarkan diri dengan sekuat tenaganya yang masih tersisa. Jangan lupakan kalau dia juga sama sekali belum mengisi perutnya semenjak mereka melarikan diri dari bunker. Jadi sesungguhnya tenaganya sudah benar-benar terkuras saat ini.
Tendra melangkah sedikit terseok karena seluruh beban tubuh Yohan tertumpu pada tubuh kurusnya. Ara dan Chenji menyusul dari belakang. Saat mereka tiba kembali di dapur rumah Yohan, dengan tidak sopannya Tendra membiarkan tubuh Yohan kembali merosot ke lantai dapur. Dia membiarkan pria itu terbaring di sana.
"Heh !!! Angkat sekalian sampai ke kamar kek.... Masak dibiarin ngejogrok di situ aja...." omel Ara.
"Bodoh amat.... Paling juga entar bangun sendiri...." sahut Tendra. Dia berjalan menuju ke arah kulkas sambil meregangkan otot-otot pundaknya yang kebas. Perhatiannya kemudian teralih saat melihat bungkus cokelat, jar es krim serta kaleng bir yang masih berada di atas meja mini bar.
"Kelakuan anak setan pasti nih...." gumam Tendra. Pelan. Tapi Ara masih bisa mendengarnya.
"Iya.... Kamu itu bapaknya setan..."
"Ssttt....." Chenji yang sejak tadi diam ikut-ikutan buka suara. "Jangan dipanggil. Nanti datang beneran...." ucap Chenji.
Ara bergidik pelan. Dia kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah.
"Sepi banget. Kemana si kembar siam itu ya ? Nggak mungkin mereka tiba-tiba kabur dari rumah ini kan ?" ucap Ara. Tendra yang sedang merapikan meja mini bar ikut mendongakkan kepalanya.
"Atau jangan-jangan, yang ngejar kita di bunker kemarin datang kesini juga. Terus itu dua anak setan diculik, dibawa ke bosnya...." sambung Tendra.
"Enggak. Mereka masih ada di sini kok...." Chenji menengahi. Sontak, Ara dan Tendra menoleh bersamaan ke arah Chenji.
"Tahu dari mana ?" tanya Ara.
"Jichen yang bilang. Mereka ada di salah satu ruangan di rumah ini. Ruang kerja pria ini katanya. Aku ke sana dulu." jawab Chenji. Dia kemudian berjalan meninggalkan Ara dan Tendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN UNKNOWN
FanfictionJatuh cinta itu hal biasa. Lantas bagaimana jika orang yang kau cintai bukanlah seseorang yang kau pikirkan selama ini? Bagaimana bila seseorang yang kamu cintai mendadak memiliki rahasia tergelap? Rahasia yang jauh menembus nalar mu. Rahasia yang...