Bronx

35 8 0
                                    

Jaziel berdiri di depan sebuah gudang tua yang ada di kota Bronx, sebuah kota yang terletak di ujung pulau Manahattan New York. Di samping Jaziel ada Kenaz sedangkan Yuta, Jeffrey dan Johnny berada di belakang para ksatria abadi itu. Lengkap dengan senjata yang mereka bawa dari rumah Kenaz. Selaphiel dan Jerahmeel berdiri di atap sebuah gedung tua yang berjarak beberapa ratus meter dari posisi Jaziel dan yang lainnya sekarang. Namun kedua pasang mata Archangels itu mengawasi dengak lekat setiap pergerakan dari Jaziel, Kenaz, Yuta, Jeffrey dan Johnny.


Sebagai salah satu dari lima distrik termiskin di Amerika Serikat, Bronx adalah kota yang kotor dan kumuh serta rawan dengan tindak kejahatan. Sebuah alasan yang masuk akal kenapa Candice memilih gudang tua di kota ini untuk menyekap Trey. Dia bisa membayar orang-orang yang mau membunuh untuk dirinya dengan harga yang murah. Asalkan cukup untuk membeli setengah sampai satu gram ganja.


"Tiga puluh menit ?" cetus Kenaz tiba-tiba. Membuat Jaziel menoleh ke arahnya.


"Apa kau sudah kehilangan sentuhanmu ? Aku pikir, lima belas menit saja sudah cukup." balas Jaziel. Kenaz menoleh. Menyeringai saat berhadapan dengan Jaziel.


"Fiveteen minutes it is...." final Kenaz. Dia kemudian menoleh ke belakang. Ke arah Yuta, Johnny dan Jeffrey.


"Orang-orang yang menculik temanmu biar jadi urusan kami. Kalian bertiga cukup cari temanmu dan bawa dia keluar dari sini. Mengerti ?"


Yuta dan Johnny mengangguk paham. Tersisa Jeffrey yang masih tercengang. Dia masih takjub dengan kondisi dimana dia bisa mengerti bahasa asing yang diucapkan oleh Jaziel dan Kenaz. Itu bukan bahasa yang dia pahami, tetapi dia bisa mencerna dengan baik apa yang baru saja dikatakan oleh Jaziel dan Kenaz.


Lengan Jaziel terulur ke atas pundak Jeffrey. "No need to worry... Kau akan terbiasa juga nantinya. Sebelum menara Babel diruntuhkan, semua manusia menggunakan bahasa yang sama."


"Tidak usah bicara masa lalu, Jaz. Kita harus bergerak sekarang. Waktu tinggal dua puluh sembilan menit lagi." potong Kenaz tidak sabar. Jaziel terkekeh. Sejak dulu, Kenaz memang seperti itu.


"Baiklah.... Kita mulai...." ucap Jaziel.


Dia dan Kenaz berlari mendahului Yuta, Johnny dan Jeffrey yang masih berdiri di tempat awal mereka. Jaziel membuka telapak tangan kanannya dan dari sana muncul Shotel, pedang dengan bentuk kurva meliuk dari bahan tembaga, yang diselimuti cahaya berwarna ungu. Jaziel mengayunkan pedang tersebut. Sekali saja. Namun bisa membuat pintu gudang yang terbuat dari besi terbelah menjadi dua.


Orang-orang bayaran Candice terkejut melihat kedatangan Jaziel dan Kenaz. Mereka langsung mengeluarkan senjata dan menodongkan benda itu ke arah Kenaz dan Jaziel.


"Dasar manusia bodoh...." gumam Kenaz. Dia membuka telapak tangannya. Dari sana muncul Haladie, senjata dengan dua ujung mata pisau yang tajam. Warna biru muda berpendar saat Kenaz mengeluarkan senjatanya itu. Dia berlari secepat kilat, menggerakkan senjata di tangannya ke arah leher para orang-orang bayaran yang menodongkan senjata ke arah mereka. Dalam hitungan detik, kepala orang-orang itu jatuh berguling di lantai sementara tubuhya bermandikan darah segar.


"Ugh.... Kau membuat nafsu makanku hilang, Kenaz...." Jaziel berkomentar.


"Tutup mulutmu. Dua puluh lima menit lagi." sahut Kenaz.


Yuta, Johnny dan Jeffrey menyusul kemudian. Mereka berjengit saat melihat kepala-kepala yang terpisah dari badan serta rembesan darah yang membentuk genangan berwarna merah pekat.


 SEVEN UNKNOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang