Rencana Jaziel

40 5 3
                                    

Situasi dari ruangan yang menjadi tempat istirahat Johnny, Yuta, Ara dan Alceena sudah tidak serapih sebelumnya. Beberapa tumpukan buku tebal yang bagian sampulnya hampir lepas terbuka lebar di atas meja. Baik Johnny, Yuta, Ara dan Alceena tampak serius mempelajari buku-buku yang ada di hadapan mereka.


Keheningan mereka kemudian terganggu dengan suara desahan Ara yang disusul dengan suara buku yang ditutup dengan kasar.


"AARRGGHHH !!!! Aku menyerah..... Rasanya huruf-huruf itu sedang menari-menari di depan mataku. Kepalaku sakit jadinya...." Ara mengeluh. Dia meluruskan tubuhnya yang dalam beberapa jam ini terus-terusan dalam posisi sedikit membungkuk. Dia mengedarkan pandangannya, melihat ketiga orang temannya yang lain masih terlihat serius menatap buku-buku tebal yang ada di tangan mereka masing-masing.


"Mata kalian nggak capek apa dari tadi ngeliatin buku-buku yang umurnya mungkin lebih tua dari umur kita ? Dan sejauh ini, dari semua buku yang sudah kita baca, nggak ada satupun buku yang menjelaskan soal keberadaan Ksatria Penjaga atau menyinggung sedikit soal itu. This is a dead end, men !!!" ucap Ara.


"Kalau capek ya istirahat. Jangan bikin orang patah semangat...." tegur Yuta tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dia baca. Entah sudah buku keberapa.


Ara berdecak pelan. Dia kemudian berdiri dari kursi, melakukan sedikit peregangan sebelum dia berjalan menghampiri tiga temannya itu.


Dia berhenti di belakang kursi Johnny. Menjulurkan sedikit lehernya untuk melihat buku yang sedang dibaca oleh pemuda itu.


"You speak Spanish ?" tanya Ara ketika dia melihat tulisan di halaman yang terlihat olehnya.


"Heuummm...." jawab Johnny singkat. Sama seperti Yuta, dia tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca.



"Ngomong-ngomong..... Sudah berapa lama kita disini ? Kalian nggak merasa aneh ? Si Pak Toreto itu sama sekali nggak datang mengecek keadaan kita di ruangan ini...." cetus Ara heran. Ketiganya kemudian mengangkat kepala mereka lalu saling berpandangan satu sama lain.


"Betul ju....."


BRAAAAKKKK !!!!


Belum selesai Yuta bicara, mereka berempat dikejutkan dengan suara pintu yang terhempas dari luar. Tampak beberapa pria dengan setelan jas hitam muncul di depan mereka dengan dipimpin oleh pria paruh baya yang disebut Pak Toreto oleh Ara.


Trotte Winterthur.


"Here they are...."


Setelah mengucapkan hal itu, Trotte bergerak ke samping. Memberikan akses kepada pria-pria berjas hitam. Yuta dan Johnny berdiri berdampingan. Mereka menyembunyikan Alceena dan Ara di balik punggung mereka.


Tiba-tiba saja, para pria berjas hitam itu menyerang Yuta dan Johnny. Mereka berdua gelagapan menghadapi serangan yang bertubi-tubi. Ditambah lagi, mereka berdua harus bertarung dengan tangan kosong sambil melindungi Ara dan Alceena.


Para pria berjas hitam itu seperti tidak punya rasa lelah. Mereka terus saja menyerang Johnny dan Yuta yang mulai kehabisan tenaga. Saat keduanya lengah, Ara dan Alceena berhasil direbut oleh para pria berjas hitam itu.


"LEAVE THEM ALONE !!!!" seru Yuta marah. Dia dan Johnny kembali maju menyerang. Namun salah satu pria berjas hitam mengeluarkan senjata dari balik jasnya kemudian meletuskannya ke arah Yuta dan Johnny bergantian.


Kedua pemuda itu kemudian tersungkur di lantai. Ara dan Alceena juga dihempaskan ke lantai. Senjata yang tadi menembak Yuta dan Johnny juga ditembakkan bergantian ke arah Alceena dan Ara. Mereka berempat bersama-sama tersungkur tidak sadarkan diri.


Para pria berjas hitam itu kemudian maju dan menarik salah satu tubuh yang tersungkur di lantai.


Sebelum mereka pergi, salah satu pria berjas hitam menoleh ke arah Trotte.


"Senang berbisnis denganmu...." ucap pria itu.


"Sebuah kehormatan untukku, Armaros...." balas Trotte.


💎💎💎💎💎💎💎


Sudah setengah jam Thea berada dalam kondisi astral projection. Kedua bola matanya memutih. Dan mulutnya tidak berhenti mengucapkan kata-kata dalam bahasa Semit kuno.


"Mereka sudah membawanya...." ucap Thea memberitahu Jaziel yang berdiri di sampingnya setelah kedua bola matanya kembali normal.


Nediva yang berdiri di depan Thea maju selangkah mendekati Thea. "Hanya dia yang dibawa kan ?" tanya Nediva. Thea mengangguk sebagai respon atas pertanyaa Nediva.


"Iya. Mereka meninggalkan yang lain. Hanya dia yang dibawa...."


Kenaz menghembuskan napas dengan keras. "Apa kau yakin ini tindakan yang tepat, Jaz ?"


Jaziel menoleh ke arah Kenaz. "Aku sudah memikirkannya. Aku tahu Trotte adalah antek-antek mereka. Ini satu-satunya cara untuk meyakinkan Lael. Dia tidak mungkin membiarkan pengganti Aiden berada dalam bahaya."


"Semoga saja...." lirih Nediva.


"Ayo.... Samyaza sudah menunggu kita...." ajak Jaziel.


(TBC)

Ay nulis apaan sih ini ?

Masih ada yang nunggu book ini nggak sih ?

 SEVEN UNKNOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang