5. keluarga Acandra (2)

3.1K 301 3
                                    

"aku tidak tahu harus memilih yang mana. Apa ibu ada saran?"

Alsia menatap ibunya bingung. Farah mengamati jejeran meja kaca yang di dalamnya berisi aneka ragam mainan anak-anak.

"Bagaimana jika kita membeli hewan peliharaan saja? Lagipula Alsia tidak terlalu suka mainan anak-anak bukan?"

"Ide bagus," balas Mikael.

"Boleh saja, tapi aku tidak mau hewan peliharaan yang pendiam."

"Kalau kau, Arsa?" Tanya Farah pada Arsa yang sedang memperhatikan lemari kaca berisi kerajinan kaca.

"Aku mau sesuatu yang bisa menghias kamarku. Seperti patung kaca ini, mungkin," Arsa menunjuk pada sesuatu berwarna biru di dalam lemari kaca.

Farah melihat benda yang menjadi perhatian Arsa. Sebuah patung kaca ubur-ubur berukuran sebesar tangan anak kecil dengan warna biru tosca.

Mikael kemudian mengalihkan pandangan pada sang istri. Farah menatap patung kaca ubur-ubur itu dengan lekat. Wanita itu kemudian mengalihkan pandangannya pada Mikael dan mengangguk pelan.

"Pelayan, aku beli semua patung kaca yang ada di lemari ini!" Titah Mikael.

"Baik, Tuan Count."

Pelayan itu pergi menuju area pendaftaran.

Sekarang tinggal memilih hadiah untuk Alsia. Sepasang suami istri itu menatap Alsia bersamaan. Yang ditatap malah mengangkat bahunya, bingung harus membeli hewan peliharaan macam apa.

"Kau mau hewan peliharaan seperti apa, Alsia?" Farah bertanya dengan senyum di wajahnya.

"Yang tidak membosankan, tidak merepotkan, dan unik."

"Kalau kucing?" Saran Arsa.

Alsia menggeleng. Kucing memang imut tapi bulunya yang rontok merepotkan.

"Tupai terbang?" Saran Farah.

Bola mata Alsia sedikit membulat, "tupai terbang? Hewan seperti apa itu?"

Ia pura-pura tidak tahu.

"Seperti tupai tapi bisa terbang, sayangnya ibu tidak tahu apa di sini ada yang menjualnya atau tidak?"

Farah menatap suaminya. Mikael terlihat berfikir keras.

"Kalau di kota tidak ada. Kita cari di pedesaan saja sekaligus jalan-jalan."

"Dan piknik. Aku sudah menyuruh pelayan untuk membawa perlengkapannya," Farah menambah.

Mikael memutar bola matanya malas, "suka-suka kau sajalah."

.
.
.

Pemandangan desa pilihan Mikael sungguh menawan, hamparan rumput luas yang lembut, serta gunung-gunung yang bisa terlihat meski jaraknya amat jauh. Alsia memuji pilihan sang ayah dari dalam hati.

Farah dan Arsa memuji terang-terangan. Itu membuat rasa lelah Mikael sedikit hilang.

Karpet besar dilebarkan di bawah pohon yang rindang. Keranjang rotan berisi camilan, buah dan minuman diletakkan di tengah-tengah.

Begitu selesai Mikael menyuruh para ksatria penjaga untuk pergi dan mencari toko yang menjual Tupai terbang meski ia tahu itu tidak ada. Tupai terbang bukan hewan langka, mereka hewan lincah yang sulit tertangkap.

"Hukumanmu masih berlaku, Alsia."

Mikael menghentikan Alsia yang hendak mengambil kue kering dengan selai coklat. Alsia menatap ayahnya kesal.

"Lebih baik kau makan buah-buahan saja, Alsia," saran Farah.

Terpaksa, Alsia memakan sebuah Apel, namun lagi-lagi dihentikan oleh sang ayah. Sebelum sempat mengeluarkan Mikael berkata.

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang