11. teman bermain (1)

2.5K 215 2
                                    

"Dasar wanita," Mikael menghela nafas pasrah sambil menyibakkan rambutnya kebelakang.

"Tuan Count," seorang ksatria memangilnya.

Mikael menoleh dengan tatapan tajam, "ada apa, Arief?" suaranya dingin.

Arief menyerahkan sebuah berkas yang berisi sekitar 3 sampai 5 halaman.

"Ini laporan daftar kenakalan yang dilakukan oleh nona muda selama anda pergi."

"Wow," Mikael tidak tahu harus berkomentar apa.

Dia kesal, di satu sisi lain Mikael tidak berniat memberikan Alsia hukuman apapun tapi di sisi lain dia harus memberikan hukuman agar Alsia sadar. Yang menjadi masalahnya hanya satu, anak perempuannya ini keras kepala.

Mikael menerima berkas itu dengan wajah lelah kemudian berjalan kembali menuju ruangannya.

"Bagaimana dengan anak laki-laki itu?" Tanya Mikael saat sedang berjalan.

"Dia sudah dibawa ke kamar pelayan. Sekarang mungkin dia sedang bersiap-siap."

"Awasi dia, jika ada sedikit saja tindakan anak itu yang membahayakan Alsia dan Arsa langsung eksekusi," Mikael berkata dengan datar.

Seolah dia tidak tahu apa arti dari kata eksekusi itu.

"Baik, tuan."

.
.
.

"Siapa namamu?" Arsa bertanya pada anak jalanan yang dibawa oleh Mikael tadi.

Wajahnya tersenyum, tapi tidak ada ekspresi senang sedikitpun di matanya.

Mereka tengah berada di bangku dekat kolam, tempat Alsia pernah menemukan ular dulu.

"... Raden," anak laki-laki itu menjawab dengan suara kecil.

Dia menjawab tanpa menatap wajah Arsa ataupun Alsia. Dia takut dan Alsia tahu itu.

"Apa hal yang kau takuti?"

"Kak, jangan menanyakan hal seperti itu. Kita baru berkenalan dan kau langsung ingin merencanakan kejahilan lagi?"

"Hehe," Alsia tertawa kecil dengan wajah seolah tidak berdosa.

"Harimau."

Di luar dugaan Raden tetap menjawab pertanyaan Alsia. Arsa menghela nafas sambil menepuk dahinya, sedangkan Alsia sekarang menatapnya dengan mata berbinar-binar.

"Harimau? Kau pernah melihat hewan itu? Apa mereka semengerikan yang ditulis di buku?"

Alsia mendekati Raden. Dia menggenggam tangan Raden erat. Sesaat, mungkin sekitar sepersekian detik, Raden menatap Alsia tajam. Dia kesal.

"B-begitulah, dulu tempat tinggalku dekat dengan hutan belantara."

Raden memperlihatkan wajah sedihnya. Sebagai anak yang peka, Arsa langsung berkata.

"Tidak usah kau ceritakan jika itu menyakitkan. Kakak juga harusnya menanyakan pertanyaan yang sewajarnya dong."

Alsia menatap adiknya tidak percaya, "apa salahku?"

"Oh, ya. Raden," Alsia menatapnya dengan mata yang berkedip-kedip, "permainan apa yang biasa kau lakukan?"

"Mencari ... harta karun."

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang