13. teman bermain (3)

2.4K 198 1
                                    

Keren, satu kata yang ada di dalam pikiran Alsia saat melihat tempat tinggal keluarga Marquess Sagala. Sebuah bangunan megah yang terbuat dari batu granit.

Begitu kereta kuda memasuki bagian halaman depan Alsia langsung disuguhkan pemandangan indah. Jejeran tanaman bunga memenuhi pinggir jalan.

"Alsia, kau ingat apa yang ayah katakan, bukan?"

"Tentang jangan bolos kelas?" tanya Alsia, dia berpura-pura tidak tahu.

Mikael mengerutkan keningnya sebal, "anak ini."

Akhirnya Arsa angkat suara, "jangan membuat masalah, kak."

Alsia memutar bola matanya malas, "iya iya, khusus hari ini aku akan jadi anak perempuan yang polos."

Ucapan yang terdengar tidak sungguh-sungguh seperti itu tentunya malah membuat Mikael dan Arsa menghela nafas panjang bersama. Mereka sudah menyiapkan hati dan mental bila masalah benar-benar terjadi karena ulah Alsia.

Sayangnya itu sia-sia, di luar dugaan ternyata Alsia melakukan hal yang sama dengan yang ia ucapkan tadi. Berawal dari memberikan salam yang sopan dan menunjukkan senyuman polos anak kecil.

"Wah, rupanya putrimu anak yang sopan, Mikael."

Mikael tertawa hambar mendengar pujian temannya itu. Marquess Edgar Sagala, tubuhnya yang saat ini sedang terkena suatu penyakit membuat tidak bisa berpergian jauh.

Saat ini hati Mikael diisi penuh dengan rasa khawatir. Di satu sisi dia khawatir tentang perubahan sikap Alsia yang tiba-tiba. Raut wajah Arsa juga tak jauh berbeda dengan sang ayah.

"Kalian terkejut kan?" Batin Alsia yang masih memasang senyuman polos.

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka. Seorang pelayan mengatakan jika nona Yura Sagala sudah tiba bersama dengan adiknya, nona muda Ira Sagala.

Alsia melirik sekilas pada dua anak perempuan dengan selisih umur 5 tahun itu.

Yura memberikan salam kepada Mikael dengan sempurna, sedangkan sang adik, Ira yang masih berusia 7 tahun memiliki beberapa kekurangan dalam gerakan salamnya.

Mata Ira dan Arsa bertemu, ada sebuah kerinduan yang terlihat di mata keduanya dan Alsia menyadari hal itu. Perasaan curiga yang hampir hilang kini muncul kembali di dalam hati Alsia.

"Memangnya mereka pernah bertemu sebelumnya?" Pikir Alsia kebingungan.

"Nah, bagaimana jika kalian menemani tamu kita untuk bermain," ujar Marquess Edgar.

Anak-anak ini peka, para orang dewasa tidak ingin pembicaraannya di dengar oleh anak-anak. Segera, Yura selaku anak tertua mengantarkan Alsia dan Arsa menuju rumah kaca.

Selama perjalanan, hanya Arsa dan Ira yang melakukan percakapan ringan. Alsia dan Yura tetap diam sambil memperhatikan adiknya masing-masing. Begitu pun saat mereka sampai di rumah kaca, hanya para adik yang berbicara.

Yura dan Alsia duduk di kursi rumah kaca. Yura sebenarnya ingin berbincang bersama tapi dia terlalu gugup. Yura khawatir Alsia tidak menyukainya jika ia memilih bahan obrolan yang salah.

Sementara itu, isi pikiran Alsia dipenuhi dengan rasa curiga pada keakraban adiknya.

"Mereka cepat akrab ya ..."

Alsia menoleh pada Yura, "rupanya Ira anak yang mudah bergaul. Mirip dengan Arsa."

Mendengar itu Yura pun ikut memperhatikan sang adik, "em, sepertinya Ira menemukan teman bermain yang cocok. Dia jarang bermain dengan teman sebayanya."

"Omong-omong, nona muda, apa anda punya teman bermain? Saya jarang mendengar rumor tentang nona dan adik nona," Yura mengunakan bahasa formal meski tahu Alsia berasal dari keluarga bangsawan yang pangkatnya lebih rendah.

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang