"Ini adalah bentuk kasih sayang ayah padamu, nak."
Mikael mengepalkan tinjunya dengan erat saat mendengarnya.
"Semua ini untuk kebaikanmu."
Setelah mengucapkan kalimat terakhir itu, sosok pria dengan wajah yang tertutup oleh asap hitam keluar dari ruangan Mikael. Membiarkan anak laki-laki yang masih berusia 8 tahun dengan tubuh penuh perban sendirian.
Beberapa tetes darah keluar dari kepalan tangan Mikael.
Anak itu menggerakkan giginya. Dia marah, sangat marah.
"Apanya yang kasih sayang? Ini semua penyiksaan, dasar xxxx!"
Luka memar yang berada di sekujur tubuhnya kembali berdenyut menyakitkan. Ingatan saat tangan kekar itu melayang dan memukulinya muncul lagi.
"Kau tidak sayang padaku! Kau hanya kesal karena tidak bisa mengalahkan 'vampir itu' dan melampiaskan semua padaku!"
Memori saat sang ayah pulang dengan aura mencekam dan sorot mata penuh kekesalan muncul.
"Aku bukan samsak tinjumu atau pun bonekamu!" Mikael berteriak.
Bulir-bulir air mata turun dari kedua mata anak laki-laki berambut biru gelap itu.
"Aku, aku ini anakmu ... Ayah."
Tangannya yang mengepal kini mencengkram ujung pakaiannya.
Malam itu ia menangis tanpa suara. Mikael sebenarnya sudah berusaha untuk menghentikan air matanya keluar namun tidak bisa.
"Menangis itu tidak pantas bagi seorang pria, Mikael."
Bahkan meski ucapan dingin sang ayah muncul, air matanya masih terus turun.
Alsia, berdiri di ruangan yang sama namun tak bisa dilihat oleh siapapun hanya bisa diam. Dia menatap sang ayah dengan wajah prihatin.
"Yah, kalau aku jadi ayah aku akan melawan, meski kurasa itu hanya akan membuatku dihajar habis-habisan," pikir Alsia.
Kemudian pemandangan di sekitar berubah dan mulai menunjukkan memori kelam Mikael pada Alsia satu persatu. Lagi, lagi dan lagi.
Mikael tumbuh menjadi pemuda yang kuat, meski banyak siksaan dari sang ayah telah ia alami itu tak membuat Mikael menjadi pribadi yang lemah. Sebaliknya, dia tetap diam dan menyimpan semua amarah dan rasa bencinya sendiri.
Dia sudah memiliki kekuatan dan segera, Mikael berencana membunuh sang ayah dengan kedua tangannya sendiri.
Namun sayangnya takdir berkata lain. Sang ayah justru mati karena kecelakaan. Dendam Mikael pun tak terbalaskan.
Dengan terpaksa Mikael harus memaafkan semua siksaan yang telah diberikan oleh sang ayah agar pikirannya tak terpengaruh dengan kebenciannya.
Di umurnya yang baru menginjak 18 tahun Mikael Acandra resmi menjadi kepala keluarga yang baru dan bersamaan dengan itu keluarga Kerajaan memerintahkan agar setiap bangsawan mengutus salah satu anggota keluarga mereka untuk mengikuti perang yang sedang berkecamuk di wilayah Utara dan Timur.
Mikael berpikir, perang ini bisa menjadi pelampiasan dendamnya.
Alsia mengamati bagaimana Mikael berperang mulai dari teknik, kuda-kuda, hingga cara sang ayah menyiksa musuhnya agar membongkar rahasia pihak lawan.
"Wah, seperti melihat adegan di film sadis secara langsung," pikir Alsia.
Perempuan itu jadi teringat dengan Varen yang ahli dalam penyiksaan. Pria yang selalu berbau darah. Bedanya ketika Mikael mendapatkan informasi yang dia mau pria itu langsung membunuh lawannya, sedangkan Varen masih akan terus bermain hingga lawannya mati kehabisan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Became The Side Character's Older Sister
Fantasi[Vote dulu sebelum membaca] [Dan kalo bisa jangan lupa follow] Karnika, salah satu fans dari antagonis sebuah novel. dia meninggal karna bom bunuh diri. bukannya pergi ke neraka atau surga karnika malah terlahir kembali di dalam novel favoritnya itu...