Helaan nafas panjang keluar dari mulut Alsia untuk ke sekian kalinya. Hal itu membuat sang ibu yang berada di dekatnya merasa khawatir.
Keduanya tengah duduk di pinggir area pertandingan. Menonton para ksatria yang bertarung dan bekerja sama memperebutkan hadiah.
"Ada apa? Akhir-akhir ini kau terlihat banyak pikiran, Alsia."
"Tidak juga. Aku hanya sedang tidak ingin melakukan apa-apa."
Farah mengangguk pelan, dia menganggap hal ini wajar karena Alsia terlalu aktif beberapa hari belakangan. Terlalu aktif malah. Bahkan camilan manis di hadapannya tidak membuat Alsia tertarik seperti biasa.
"Bagaimana jika kau bertanding dengan Arsa?" Farah menunjuk ke arah Arsa yang tengah berbicara dengan putra kedua Duke Sasir Kusuma, Yoriez.
Mata Alsia mengikuti arah yang di sang ibu kemudian menggeleng pelan.
"Hari ini panas."
"Nantikan kau bisa mandi air dingin," Farah melambaikan tangan pada Arsa.
Arsa yang melihat lambaian tangan sang ibu tersenyum cerah kemudian berlari mendekat. Alsia menghela nafas berat.
"Ada apa ibu?"
Farah menunjuk sang putri, "kakakmu sepertinya sedang dalam suasana hati yang buruk. Bagaimana jika kau mengajaknya bertanding?"
Mata Arsa melirik sang kakak kemudian kembali pada Farah.
"Apa tidak masalah? Bukankah bertarung justru membuat suasana hati makin buruk?"
"Itu benar," Alsia berkata dengan lirih namun tak ada yang mendengarnya karena suara bising dari para ksatria yang bertarung.
"Tidak masalah. Ibu juga ingin melihat cara kalian bertarung."
"Ibu," Alsia memasang wajah malas. Namun meski begitu dia tetap bangkit dan berjalan pelan menuju area pertarungan yang kosong.
Arsa mengikuti di belakang. Dia meminta sepasang pedang kayu kemudian memberikan satu pada sang kakak. Alsia memperhatikan pedang kayu itu secara mendalam.
"Kualitasnya bukan main, pantas pasukan pemburu vampir menjadi pasukan terkuat di kerajaan," pikir Alsia.
"Nona muda, Tuan muda, kalian berdua siap?"
Seorang ksatria yang menjadi juri bertanya. Arsa mengangguk pelan, dia sudah siap di posisinya. Alsia melakukan sedikit peregangan pada lehernya kemudian memasang kuda-kuda.
"Siap," jawab keduanya serempak.
"Mulai!"
Arsa melakukan serangan pertama. Yang dilakukan Alsia untuk menghindari serangan itu adalah melangkah mundur. Area pertarungan berbentuk lingkaran, itu membuat Alsia akan terus menghindar.
Mengetahui rencana sang kakak Arsa pun hanya melancarkan serangannya yang berkekuatan kecil.
Dalam pertarungan, Arsa unggul dalam hal kekuatan dan teknik. Sedangkan Alsia unggul dalam kecepatan, kelenturan, serta mencari celah.
Arsa melakukan tebasan dari atas ke bawah. Begitu pedang kayunya menyentuh tanah Alsia langsung bergerak.
Dia melempar pedang kayunya tepat ke kepala sang adik. Arsa bergidik ngeri, serangan Alsia selalu berbahaya.
Tak!
Arsa bisa menangkisnya. Pedang kayu Alsia terlempar ke arah kiri. Segera Alsia berlari dan menangkap pedangnya kemudian melakukan serangan dari sisi kiri.
Kali ini serangan Alsia berupa tebasan miring. Arsa bisa menahannya. Namun Alsia kembali bergerak, melakukan serangkaian serangan yang membabi-buta.
Arsa tidak kesulitan dengan kekuatan serangannya. Dia hanya kesulitan karena serangan Alsia cepat. Anak laki-laki itu kesulitan melakukan serangan balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Became The Side Character's Older Sister
Fantasy[Vote dulu sebelum membaca] [Dan kalo bisa jangan lupa follow] Karnika, salah satu fans dari antagonis sebuah novel. dia meninggal karna bom bunuh diri. bukannya pergi ke neraka atau surga karnika malah terlahir kembali di dalam novel favoritnya itu...