Kebanyakan orang akan langsung menyebutkan nama mereka ketika diberikan pertanyaan 'siapa dirimu sebenarnya?'. Namun, Alsia tahu jika jawaban yang dibutuhkan Arsa tidak sesederhana itu. Saat ini, Arsa sedang mempertanyakan tentang jadi diri Alsia yang sebenarnya.
Alsia sedikit berdebat dengan pikirannya. Dia bingung, haruskah Alsia menceritakan jika sebenarnya ia adalah seorang pembaca yang masuk ke dunia novel.
"Asal kau tau saja, aku juga bingung kenapa aku bisa berada di sini."
Arsa menaikkan satu alisnya. Bingung dengan ucapan sang kakak.
"Aku seharusnya sudah mati karena aksi bom bunuh diri yang aku lakukan tapi begitu aku membuka mata aku sudah terbangun dalam wujud bayi. Dunia ini ... Sebenarnya adalah dunia fiksi dalam sebuah novel yang pernah aku baca dan kau, Arsa Acandra adalah seorang karakter sampingan.
Awalnya aku cukup kesal saat tahu aku terlahir sebagai kembaranmu karena aku lebih menyukai karakter antagonis utama yaitu Fino. Pemimpin vampir yang pernah kita temui di dasar lereng. Bahkan aku pernah berpikir untuk membuang kalian begitu bertemu langsung dengan Fino. Namun, lama-kelamaan aku berubah pikiran ..."
Alsia menghentikan ceritanya. Dia tak tahu bagaimana cara mendeskripsikan perubahan perasaan dalam hatinya.
"Apa kau akan membunuhku jika aku mau membunuh Fino?"
Pertanyaan itu keluar dari mulut Arsa dengan nada datar yang tidak pernah didengar oleh Alsia.
Perempuan itu menggeleng pelan. "Tidak. Kau adalah saudaraku. Tidak mungkin aku sanggup membunuhmu. Bahkan meski tangan ini sudah membunuh banyak orang di kehidupanku sebelumnya."
"Apa kau tahu, Arsa? Dulu, aku mengangap keluarga hanyalah sebuah tempat di mana aku harus selalu memasang wajah bahagia dan berpura-pura memiliki hubungan harmonis. Tempat yang selalu membuatku merasa terkekang namun, arti keluarga dalam benakku berubah ketika bertemu kalian ..."
Alsia menundukkan kepalanya dan menggenggam erat tangannya. "Maka dari itu, aku ingin melindungi kalian. Aku ingin tetap mendapatkan senyuman, tatapan, serta perlakuan hangat kalian. Akan kulakukan apapun untuk mempertahankannya ..."
Perempuan itu masih menatap kosong ke lantai. Dia tak siap untuk menatap mata sang kembaran.
"Begitu ya ... Jadi kakak tidak masalah jika aku membunuh Fino?"
"Ya. Hanya saja keluarga Acandra akan tetap memikul beban untuk membunuh si raja vampir. Fino bukanlah sosok raja vampir yang di takdirkan untuk kita bunuh."
Kenyataan yang diucapkan Alsia itu sontak membuat Arsa terkejut. Sebelum dia bertanya Alsia sudah lebih dulu memberikan jawaban.
"Di dalam novel, tidak pernah sekalipun Fino disebut sebagai raja vampir. Sebutan untuk wanita itu hanya si pemimpin vampir, makanya aku tidak ingin membunuhnya."
Dengan kepintarannya yang diatas rata-rata Arsa langsung mengetahui alasan Alsia tidak ingin membunuh Fino. Pemimpin vampir itu pasti memiliki informasi berharga mengenai raja vampir.
Namun, ada satu hal yang membuat Arsa bingung.
"'Wanita itu', Jadi selama ini Fino adalah seorang wanita?" Dia bertanya dengan raut wajah tak percaya.
Alsia mengangguk pelan. "Di dalam novel, itu adalah rahasia yang hanya diketahui Fino seorang. Sekarang kita juga tahu."
Arsa menatap ke arah lukisan pembantaian di depannya. Suasana menjadi hening untuk sesaat.
"Kakak sudah punya rencana bukan? Bantuan seperti apa yang bisa kuberikan?"
Mendengar itu Alsia langsung menoleh. Menatap wajah Arsa yang kembali menunjukan kehangatan. Alsia pikir Arsa akan membenci dirinya karena dulu sempat berpikir untuk membuang keluarganya.
Mata yang menunjukkan rasa tak percaya itu membuat Arsa memiringkan kepalanya. "Kenapa kakak memasang raut wajah seperti itu?"
Segera Alsia memalingkan pandangannya. "Bukan apa-apa. Mengapa kau tidak membenciku?"
Arsa tersenyum lembut lalu menyandarkan kepalanya di bahu Alsia.
"Kau adalah saudaraku. Lagi pula sekarang kakak tidak akan membuang keluarga ini. Jadi katakan apa yang bisa aku bantu."
Alsia tiba-tiba teringat pada sebuah kalimat yang ada pada novel itu. Kalimat yang menjelaskan jika Arsa bukan tipe pembenci. Bagi laki-laki bermata ungu ini, perasaan benci hanya menjadi senjata bermata dua yang lebih sering melukai penggunanya.
Setelah mengingat itu Alsia merasa lega. Perempuan itu menyandarkan kepalanya di pundak sang adik.
"Kau cukup melakukan pemburuan vampir seperti biasa saja karena untuk beberapa tahun kedepan Fino tidak akan muncul ke permukaan. Dia akan muncul tepat setelah fenomena aurora merah di langit bagian selatan."
"Aurora merah di langit selatan? Kurasa itu akan terjadi beberapa Minggu setelah upacara penobatan kakak."
"Ya, kau benar. Itu akan menjadi hari yang paling melelahkan dalam hidupku."
Keduanya pun kembali menikmati suasana hening di dalam ruang seni. Tanpa sadar Alsia mulai tenggelam dalam rasa kantung yang perlahan membuat kesadarannya menghilang. Sang kembaran pun tak kuat menahan rasa kantuk dan terlalu malas untuk beranjak pergi menuju kamarnya.
Ketika keduanya sudah berada di alam mimpi seorang wanita berjalan tanpa suara menuju keduanya sambil membawa sebuah selimut. Farah tersenyum lembut ketika melihat keadaan kedua anaknya. Wanita itu pun menyelimuti keduanya.
"... Sepertinya lain kali aku harus menyuruh Mikael untuk menyediakan sofa panjang di ruang seni," ujarnya.
#
#
#
#
#End of season I
Hai-hai semua! Di sini Author ingin memberikan ucapan terima kasih pada para pembaca yang sudah membaca sampai akhir.
Saya benar-benar berterima kasih atas dukungan kalian selama ini berupa vote dan komentar.
Mohon maaf juga bila cerita ini memiliki banyak kekurangan. Saya hanya penulis pemula yang masih terus melakukan introspeksi pada tulisan saya.
Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Became The Side Character's Older Sister
Fantasy[Vote dulu sebelum membaca] [Dan kalo bisa jangan lupa follow] Karnika, salah satu fans dari antagonis sebuah novel. dia meninggal karna bom bunuh diri. bukannya pergi ke neraka atau surga karnika malah terlahir kembali di dalam novel favoritnya itu...