Dua bulan setelah kejadian itu. Alsia tengah memandangi kolam ikan dengan tatapan bosan. Ia duduk di tempat yang biasa digunakan untuk minum teh bersama. Matilda, pelayan pribadi Alsia tengah berdiri diam tak jauh dari tempatnya.
Alsia tidak mempermasalahkan hal itu. Hampir seluruh pelayan di kediaman ini mirip dengan patung, atau mungkin mereka terpaksa berperilaku seperti patung.
Apapun itu, gadis kecil bermata biru cerah ini tak peduli.
Dia bahkan tak mempertanyakan keberadaan Lastri, ksatria pribadinya.
Hermanso, tupai terbang Alsia kini sudah jinak. Tupai kecil itu nampak bersemangat melompat dari pohon kemudian menunjukkan kemampuan terbangnya dan mendarat dengan mulus di meja.
Jari Alsia terangkat untuk mengelus kepala Hermanso.
"Kau kecil sekali. Aku bisa mendapatkan burung elang jika menjadikanmu umpan."
Itu salah satu rencana kecil Alsia di masa depan. Untuk rencana besar, Alsia awalnya berniat bekerja sama dengan Fino, namun itu sudah berubah.
Alsia menatap datar pada buku kosong di atas meja.
"Apa tujuanku sekarang? Mencari tujuan hidup selalu menyusahkan."
Tatapan Alsia tertuju pada ujung tinta pena yang mengering. Setelah lama melamun, pikiran Alsia mulai terbang kembali ke masa lalu. Potongan kejadian di masa lalu mulai muncul.
Keluarga palsu yang hanya bahagia di depan kamera, teman yang datang saat butuh, pembunuhan pertamanya, dan serangkaian kejadian membekas lainnya.
Alsia tidak menyadari kedatangan seseorang wanita di belakangnya.
"Anak ibu yang paling cantik!" Wanita itu memeluk Alsia kemudian memberikan sebuah kecupan manis di dahi.
"Bagaimana harimu?"
Alsia menunjukkan wajah bingung sembari menatap buku kosongnya, "sedikit tidak baik-baik saja, ibu. Aku tidak tahu tujuan hidupku apa."
Farah menaikkan satu alisnya, dia duduk di sebelah Alsia.
"Tujuan hidup?"
"Ya, aku bingung. Ayah bilang suatu saat, mau tidak mau aku harus menggantikan posisi ayah sebagai kepala keluarga Acandra. Tapi itu membosankan. Aku ingin sesuatu yang lebih menantang dan memacu adrenalin."
"Kau tidak suka posisi penerus karena itu membosankan." Farah menyimpulkan.
Matilda menuangkan teh pada cangkir Farah secara perlahan.
Alsia mengangguk pelan pada pernyataan sang ibu, "ya, aku tidak suka sesuatu yang monoton."
Tangan Alsia menopang dagu, pandangan matanya kembali tertuju pada kolam. Ada beberapa ekor ikan yang terlihat berenang di dalamnya. Angin pelan berhembus, membuat beberapa anak rambut menghalangi mata Alsia.
Farah tertegun sejenak. Raut wajah Alsia membuat Farah mengingat dirinya yang lama.
Senyuman lembut terbentuk, "mau jalan-jalan?"
Tawaran sang ibu membuat Alsia bertanya-tanya dalam benaknya, "bagiamana dengan kondisi ibu? Memangnya penyakit ibu sudah lebih baik?"
Farah menaikkan tangannya yang mengepal erat. Ada rasa percaya diri dan gembira di matanya.
"Kesehatan ibu semakin membaik! Tenang saja Alsia, jika ibu sudah sembuh total ibu akan mengajakmu ke tempat tinggal ibu dulu."
"Ada apa di sana?"
"Ada rusa yang bisa berbicara." Senyuman Farah melebar.
"Baiklah, aku harap penyakit ibu lekas hilang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Became The Side Character's Older Sister
Fantasía[Vote dulu sebelum membaca] [Dan kalo bisa jangan lupa follow] Karnika, salah satu fans dari antagonis sebuah novel. dia meninggal karna bom bunuh diri. bukannya pergi ke neraka atau surga karnika malah terlahir kembali di dalam novel favoritnya itu...