12. teman bermain (2)

1.6K 180 3
                                    

"Ada yang mau kau tanyakan, Arsa?"

Farah bertanya saat melihat raut wajah putranya yang lebih murung dari biasanya. Arsa terdiam sebentar, mengumpulkan keberanian untuk bertanya.

"Ini ... Tentang ayah."

Farah langsung menyadari arah perbicangan ini. Mikael sudah memberitahu Arsa tentang rahasia keluarga Acandra yang merupakan pemimpin dari para pemburu vampir.

Tangan Farah terangkat, mengelus pelan pipi Arsa.

"Apa kau sangat terkejut, Arsa?"

Arsa mengangguk pelan, "tadi siang ayah memanggilku ke ruangannya. Disana ada kepala pelayan."

"Kepala pelayan?" wajah Farah nampak bingung, "apa yang terjadi disana?"

"Sebelum memberitahu jika keluarga kita adalah keluarga pemimpin para pemburu vampir, Ayah mengatakan jika kepala pelayan sudah berkhianat. Ayah bertanya padaku hukuman apa yang cocok untuk penghianatan yang dilakukan kepala pelayan."

Farah mendengarkan dengan seksama sambil mengepal erat tangannya.

"Lalu, hukuman apa yang Arsa katakan?"

"... kurungan di penjara bawah Tanah dalam waktu lama, tapi ... Ayah menyuruhku untuk memberikan hukuman yang lebih berat."

Senyuman di wajah Farah menghilang, digantikan dengan raut wajah terkejut.

"Kenapa Ayahmu menyuruh memberikan hukuman yang lebih berat?"

Arsa menundukkan kepalanya, "kata ayah, selain penghianatan, kepala pelayan juga hendak meracuni kakak dan aku."

Farah tersentak mendengar hal itu. Dia setengah percaya dan juga tidak.

"Dia harus dieksekusi."

Arsa menatap sang ibu dengan wajah murung, "ayah juga menyarankan hal yang sama, tapi jika langsung dieksekusi kita jadi tidak tahu alasan kepala pelayan ingin meracuni kakak dan aku."

"Aku curiga kepala pelayan menyimpan dendam pribadi pada kakak."

Farah terdiam, ada banyak pikiran negatif muncul dikepalanya. Merasa tidak nyaman dengan suasana, Arsa mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Ibu ... Seperti apa ayah saat muda?"

"Hmm?"

"Aku penasaran, dari yang aku lihat sepertinya para pelayan di rumah takut pada ayah."

"Ya, dia orang gila," Farah menjawab dengan cepat.

"Ayahmu memang terlihat kaku dari luar, tapi dia cukup penyayang dengan caranya sendiri, dan karena itulah orang-orang mengira dia gila serta mengerikan. Dulu ayahmu hanya orang yang tidak tahu cara memberitahu perasaannya."

Farah menatap sang putra dengan senyuman lembut.

"Untungnya, kehadiran Arsa dan Alsia membuat dia bisa memperbaiki diri sendiri sedikit demi sedikit."

"Benarkah?" Tatapan mata Arsa menunjuk jika dia sedikit tidak percaya.

"Iya, dari yang ibu dengar ayahmu dulu adalah anak yang kurang kasih sayang. Dia lahir pada masa dimana perang perebutan wilayah masih berada pada puncaknya."

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang