8. pembicaraan (1)

3.4K 271 6
                                    

Tok! Tok!

Ketukan dari pintu membuat Alsia terbangun tapi dia masih tetap dalam posisi tidur di atas kasur. Hanya matanya yang terbuka.

"Nona muda, anda harus bersiap menghadiri kelas."

Alsia tidak menjawab. Pemberitahuan yang diberitahukan oleh Matilda membuat moodnya kurang baik.

Krieet!

Pintu terbuka, dengan cepat Alsia menutup matanya kembali. Matilda yang melihat nona mudanya masih tidur hanya bisa menghela nafas. Ia mendekati tempat tidur Alsia, nampan perak yang ia bawa ditaruh di atas meja.

"Nona muda, anda harus bersiap-siap. Guru privat akan datang dan memulai kelas tepat pukul 8."

"Jam?" Alsia bertanya dengan nada rendah.

"Sekarang pukul 7, nona. Saya sudah menyiapkan air hangat untuk anda mandi."

Alsia akhirnya benar-benar bangun, dia mencoba mengingat kembali apa yang ayahnya katakan kemarin mengenai guru privatnya ini. Jika pelajaran dasarnya seperti berhitung mungkin Alsia bisa menghadapinya namun, jika pelajaran dasar itu mengenai sopan santun dia akan kesusahan.

Di ruang belajar, Alsia bisa melihat Arsa yang sedang membaca buku pelajaran.

"Apa otakmu itu baik-baik saja, Arsa?"

Alsia duduk di samping adiknya.

"Yup!" Arsa menjawab singkat.

Alsia mengunakan tangannya sebagai penopang dagu, dia menatap malas ke buku kosong di atas meja.

Dia melirik Arsa, "sebenarnya apa yang menarik dari buku ini?" Alsia mencondongkan kepalanya di dekat Arsa.

[Keluarga kerajaan memiliki ciri khas rambut berwarna merah serta kemampuan yang diberkati oleh para peri.]

" ... Peri?"

Alsia jadi teringat kejadian saat dirinya berada di hutan bersama Arsa.

"Apa kau masih punya getah dari pohon pelangi itu?"

Arsa mengangguk, "aku belum menemukan buku yang memberitahukan cara memanggil peri dengan getah pohon pelangi."

"Kenapa kau begitu ingin bertemu dengan peri? Seberapa ajaib mereka itu?"

Arsa hanya tersenyum mendengar pertanyaan Sang kakak.

"Aku bukan pembaca pikiran, Arsa. Senyuman seperti itu tidak menjawab satupun pertanyaanku, loh."

Kini Alsia tidak bisa mendeskripsikan ekspresi wajah Arsa. Bagaimana ya, mendeskripsikannya. Tenang, namun di saat yang sama Arsa terlihat seperti orang yang sedang menanggung beban berat.

Ekspresi yang tidak bisa ditebak itu hanya membuat Alsia semakin yakin jika Arsa adalah orang yang kembali ke masa lalu bersama ingatannya. Salah satu plot twist yang sudah pernah Alsia pikiran.

Alsia tidak akan terkejut jika Arsa mengatakan peri bisa mengobati pengaki berbahaya milik ibunya, Farah.

"Apa kakak bisa menjaga rahasia?"

"Aku orang yang pelupa."

Mulut Arsa terbuka dan tertutup beberapa kali. Dia tengah mengumpulkan keberanian dan kepastian untuk memberitahu rahasia pada Alsia.

"Sebenarnya, ak-"

"Salam kepada nona, dan tuan muda Acandra. Saya baroness Raisa Hanzayani, maaf sudah membuat kalian berdua menunggu."

Seorang wanita berambut coklat terang serta mata hitam pekat memasuki ruang belajar. Alsia berdecih pelan, kedatangan guru privatnya ini tidak tepat.

.
.
.

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang