58. masa sebelum badai (1)

352 25 8
                                    

#
#
#

Ketika Alsia berjalan melewati lorong, ia memerintahkan Listra dan Raden untuk kembali lebih dulu.

"Aku ingin bertemu seorang kenalan."

Dengan alasan sederhana itu kedua penjaga Alsia langsung melaksanakan perintahnya. Alsia kembali berjalan ke tangga terdekat menuju lantai dua.

Tibalah Alsia di sebuah aula besar yang penuh dengan beragam tanaman hias dengan daun berwarna putih.

"Aku tau kau di sana, keluarlah."

Alsia menoleh ke salah satu sudut ruangan. Dari balik bayang-bayang tiang muncul sosok dengan topeng setengah wajah yang memperlihatkan senyuman misteriusnya. Mata merah darah dari sela topeng itu begitu Alsia kenal.

Dia adalah salah satu dari banyak ras yang seharusnya tidak bisa memasuki istana suci.

Fino, sang pemimpin vampir.

"Kali ini kau tidak menyambutku dengan senyuman, Alsia. Apa kau takut aku akan menghancurkan tempat ini?"

Alsia memutar bola matanya. "Tidak, tuh. Harusnya yang takut itu kau karena di sini ada 'orang itu'."

"Maksudmu anak penerima berkah Dewa Matahari itu," Fino terkekeh sebentar. "Kau benar. Omong-omong, aku sangat berterimakasih padamu. Entah apa yang kau lakukan padaku hari itu, pokoknya pikiranku jadi jerni beberapa saat ..."

"Berkat tindakanmu saat itu aku jadi belajar beberapa hal."

Fino mengangkat tangannya setinggi dada. Darah perlahan mengalir keluar dari sela-sela kukunya dan membentuk sebuah gumpalan darah.

"Pertama, kekuatan pengendalian darahku ini selain bisa menjadi racun, rupanya bisa juga menjadi obat. Kalian para manusia bahkan tidak perlu takut untuk menjadi vampir karena aku sendirilah yang menentukannya."

Darah di tangan Fino bergerak menuju Alsia. Perempuan bermata biru cerah itu bersiap dengan memegang belati di balik pakaiannya.

Sekitar tiga puluh sentimeter sebelum mengenai Alsia, gumpalan darah itu berhenti dan berpecah menjadi banyak bagian-bagian kecil.

"Kedua, kekuatan suci akan menyakiti tubuhku secara langsung begitupun dengan jurus-jurus darahku. Tetapi, jika jurus darahku bertujuan sebagai 'obat', kekuatan suci tidak akan menghentikannya."

Alsia memperhatikan darah Fino yang terus-menerus membagi diri hingga membentuk sebuah asap tipis berwarna merah.

"Jadi, dengan menutupi tubuhmu dengan asap 'obat' ini kau bisa memasuki istana kerajaan suci," tebak Alsia.

"Benar. Aku di sini untuk mendeklarasikan perang dengan para pasukan pemburu vampir yang selama ini menganggu rencanaku."

Untuk sesaat, Alsia seperti melihat dirinya yang dulu ketika memperhatikan raut wajah penuh kesombongan milik Fino.

"Haruskah aku merasa terhormat karena kau sendiri yang datang secara langsung untuk memberitahukan hal itu padaku?"

Melihat lawan bicara yang seolah tak kenal takut membuat Fino menyeringai.

"Yah, itu terserah padamu. Omong-omong bawahan baruku menitipkan salam padamu."

Asap merah tipis di sekitar Alsia berpindah mendekati Fino. Mata merah darah vampir itu berubah menjadi mata manusia normal.

"Dia bilang caramu menguping benar-benar buruk."

Detik berikutnya tubuh Fino berubah menjadi cairan merah dan menghilang tanpa jejak. Itu salah satu dari sekian banyak jurus Fino yang Alsia ingat.

Became The Side Character's Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang